Wednesday, April 19, 2006

tentang batasan kebaikan

.....
- keknya bulan depan aku ke surabaya.
+ urusan ****** itu yah?
- iyah.
+ itu organisasi khan organisasinya orang ******, pusatnya ajah di ******.
- so what?!
+ makanya aku ga mau join.
- hehhhh?!?!?!
.....


percakapan sore hari dengan seorang teman lama. komentar yang membuat saya terhenyak, lebih terhenyak lagi ketika saya sadar dia yang mengucapkannya.

berawal dari pembicaraan sebelumnya, tentang cerita saya untuk bergabung ke sebuah organisasi kemanusiaan. dari awal memang sudah dia cela, dibilang organisasi tak berprofit lah, dan saat itu, saya hanya cengar cengir mendengarnya. saya lumayan lama mengenal teman baek saya ini, jadi celaan2 macem itu sudah biasa. yah, saya rasa dia hanya mengaburkan isi hati, hehe. *wave to kamu*. toh memang keinginan saya untuk bergabung ke organisasi inipun bukan karena snilai nominal, tapi memang untuk berbagi.

tapi mau tak mau, komentar dia yang terakhir ini mengganggu saya. sepanjang perjalanan 30 menit dari kantor ke rumah, saya terus berfikir.

sejak kapan ada batasan - batasan untuk melakukan kebaikan?

kebaikan memang relatif, dan untuk berbuat tidak juga mudah. seringkali ketika ada keinginan untuk berbuat baek, justru di sodorin dengan rentetan pertanyaan, "napa lo tumben baek?". hihi, bukan begitu git?? klo 'kebetulan' saya sering tak peduli, apa salahnya jika sesekali saya berbuat baek? *angelic mode* :D

belum lagi saya mendengar komentar dari teman saya yang laen ketika saya menawarkan bantuan tak seberapa ke teman yang laen lagi, "eh, napa seh lo baek2 ma orang ke gitu? dia kan bla bla bla". Omigod, apa kalau dia bla bla bla maka dia tak berhak menerima sebuah bantuan?

dan kamu...apa jika saya 'kebetulan' beragama A, tak bisa perbuat baek pada orang yang memeluk agama laen? sungguh, saya buta dengan ilmu agama. selama ini saya hanya berfikir, apa yang Tuhan inginkan adalah semua kebaikan. ah, saya menebak - nebak keinginan Tuhan :D

jadi, sebisa mungkin saya berlaku baek, tentu saja baek dengan versi saya. kebaikan yang saya lakukan dengan cara saya. dan dengan batasan - batasan yang menurut saya memang tak ada. eh, tidak ada yang melihat tanduk di kepala saya khan? *wink*

6 comments:

Anonymous said...

sudah sudah wi nanti tanduknya nambah panjang *ibu peri mode on*

klo jalan tol si ada pagar pembatasnya, kebaikan dibatasi, ah sepertinya kok nurani ikutan mati *weks mutu ngga koment*

org yg selalu mengomentari kebaikan orang lain artinya dia sndiri ngga pernah berbuat baik makanya dia begitu? bukan begitu wi? *halah kepanjangan*

dewgf said...

beda bukan berarti salah kan?

dewgf said...
This comment has been removed by a blog administrator.
Anonymous said...

baik..kok..baik..

baik-baik sajah kan?? baik banget kok..baiiiikkkkk buangged koks wi..

^_^

hah! komen gak jelas! hari ini gw serba gak jelas deh!!! =(
*halah malah curhat lagi*

Anonymous said...

Mungkin tata cara menolong aja ya yang ada batasannya...

Let say, ada cewek di tengah jalan pingsan dan perlu CPR. Menurut tata cara yang saya dengar dari temen PMR, kalo kamu cowok nggak boleh langsung main sosor aja, kalo ada ce lain di tempat itu, kasih tau si cewe cara melakukan CPR. Mungkin untuk menjaga kehormatan cewe yg pingsan juga yah, juga mungkin menjaga perasaan kalo ternyata ada pacar/suami si cewe itu.

Menurutku sih kalo kita nolongin orang lain tapi justru berakibat buruk terhadap yang ditolong atau orang lain, namanya bukan menolong... dan sia2 kebaikan itu... jadi pahami saja tata cara dan batas kesopanan itu. Toh menolong itu nggak harus lewat tangan kita sendiri.. :D Yang jelas sih agama bukan batasannya...

lavender said...

baik yang beneran baik itu marginnya 1:0 = ~
(jadi inget rumus matematika)