Tuesday, October 31, 2006

tentang menelan ludah

.....
+ dewi lg makan?
- iyah.
+ sambil ceting dong?
+ bukannya suka ngomel2 klo ada yg makan sambil ngelakuin hal laen, semisal baca.. maen game.
- tapi khan ga sambil ceting. *sambil tetap memasukkan suapan ke mulut*
.....


aw, ternyata hal paling susah itu adalah berkomitmen dengan diri sendiri.

termasuk ketika suatu kali saya telah berkoar - koar telah melepaskan kamu, iyah..kamu!! padahal di hari lainnya saya justru kembali menghampiri.

dan juga ketika saya, berjanji untuk berhenti merokok, sedangkan dihari laennya saya justru sangat menikmati.

dan ahhh..masih banyak lagi. seringkali membuat excuse atas penghiatan yang dilakukan, pembenaran. dan perkecualian. apa mungkin krn terlalu gampang memaafkan diri sendiri? dan lagi2, melakukan kesalahan yang sama? bodoh dan berulang.

tapi, bukankah justru yang dipertahankan hanya akan membuatnya tertahan?

**tanyatanyatakpentingdiotakyangsemakinkering**

Monday, October 30, 2006

tentang mengukir ingatan

.....
+ di sebelah mananya perempatan, mbak?
- sebelah selatannya, pojokan.
+ yg timur pa barat?
- timur.
+ loh, tempatnya mas heru dong? sampeyan siapanya?
- adeknya.
+ saya temennya mas heru lho mbak. mas heru itu bandel skali, sukanya berantem, tapi klo ma temen kompak sekali. bla bla bla...
.....


apa yang akan ditinggalkan, pada sebuah kematian?
selain nama, dan jejak perbuatan.


fewhhh, aku sangat merindumu...

Heru Krisnanto. 01 Mei 1970 - 27 November 2001. menjelang subuh pada ramadhan ketiga.

Friday, October 20, 2006

tentang hari kemenangan

satu hari, dua hari, hm..empat hari lagi.

harusnya perasaan saya sekarang berdebar - debar. bagaimana tidak, jika sebentar lagi saya akan mengakhiri perjuangan ini sebagai pemenang?

beberapa tahun lalu. bulan perjuangan memang benar - benar merupakan perjuangan. setelah selesai makan sahur, saya tak lagi bisa menikmati enaknya tidur pagi. harus meneruskan acara bangun sepertiga malam, sampe keesokan siangnya. mulai membuat adonan, atau sekedar mengisi selai nanas pada tiap kue. iya, ibu adalah pembuat kue dadakan, berjualan hanya pada saat menjelang lebaran. jangan dibayangkan satu perusahaan besar dengan banyak karyawan. kue - kue itu hanya dikerjakan oleh kami sekeluarga. tak heran, harus lembur hingga malam dan tidur beberapa jam saja untuk memenuhi permintaan. belum lagi siang yang panas bercampur dengan panasnya pemanggangan. dan sekian hari menjelang kemenangan, itu artinya ibu akan memberi keleluasaan untuk kami anaknya berkreasi. mulai kue coklat dnegan campuran segala kacang kenari, almon, kacang tanah, mete, dan entah kacang apalagi, sampe kue yang langsung ilang tiap kali nyampe lidah. lalu beramai ramai menghias rumah, tak lupa baju baru sebagai hadiah. dan serunya menunggu serta mengirimkan kartu ucapan yang dibuat oleh kreasi tangan - tangan kami sendiri.

tapi tak lama kami mampu melakukan perjuangan seberat itu selama puasa. sejak ibu terkena tumor, dan harus istirahat total, maka tradisi membuat kue lebaranpun mulai berangsur tiada. dulu, saya dan kakak2, yang semangat membuat sebanyak mungkin jenisnya, mulai mengurangi dan hanya membuat sekedarnya. satu persatu dari merekapun menikah dan jarang ada di rumah. mungkin datang pada saat lebaran hanya untuk sungkeman. keriuhan menjelang lebaranpun sudah tak lagi ada.

sampe akhirnya beberapa tahun lalu, ketika satu - satu nya kakak yang masih lajang memutuskan berkeluarga. habis sudah. kalau sebelumnya kami yang berjualan, berganti kami yang membutuhkan. tak ada lagi keriuhan, dan saya, si bontot, terlalu malas untuk kerepotan. apalagi sudah berpenghasilan, sudah cukup dengan membeli kue di pertokoan. menghias rumahpun seadanya, terkadang bahkan meminta bantuan tetangga untuk membersihkan. kerabat masih saja datang, tapi tak serame apa yang ada di ingatan.

berapa lama kesenangan - kesenangan yang sederhana itu akan bertahan? tradisi membuat kue labaran? baju baru menjelang kemenangan? bukan tentang bajunya, tapi perasaan yang berdebar, jauh lebih menggetarkan daripada ketika saya membelinya dari jerih payah sendiri. atau kartu - kartu yang telah tergantikan pesan elektronik ? kerepotan - kerepotan yang ternyata hanya tinggal kenangan.

ah, saya mau pulang. dan saya akan menghidupkan lagi kenangan. saya akan belajar membuat kue lebaran, setelah sekian taon termanjakan. saya akan menata rumah dan membuatnya menjadi tempat hangat dan menyenangkan. dan saya akan mulai membuat kartu lebaran, meski tak tau lagi kemana harus dikirimkan. aw, saya pembuat kartu ucapan yang lumayan kreatif loh.. *wink*

selamat hari raya, ya...
mohon maaf atas segala kesalahan.
mari kita rayakan kemenangan !!

Wednesday, October 18, 2006

tentang percakapan malam

To see the distance
Everybody wants to run
And I'm no different
Feeling like the only one

Well how long can you run?
How far and what for?
How far will you run
To get whatever you're after
Year after year after year..
**Travis - The Distance


karena memang kamu selalu baek - baek saja...


baek - baek saja. karena itu kamu rela untuk melepas kepergianku, karena kamu yakin, aku akan tetap baek - baek saja. tidak peduli apapun, aku akan bertahan. dan kamu, yang sungguh sangat mengenalku, tau, sakit tak kan membunuhku. aku hanya akan mati ketika bosan dan tak lagi bisa berkreasi. dan memang aku baek - baek saja. karena itu aku ada disini, setelah perjalanan yang melelahkan. bukan tentang jauhnya jarak yang harus aku tempuh untuk bisa sampai, melainkan karena berdebarnya perasaanku ketika hendak menemuimu. bagaimana aku harus berperang melawan keraguan di satu sisi, kerinduan yang menggebu di sisi lainnya, dan ketakutan yang memperlengkap penderitaanku.

kamu masih suka melihat sunset? gramedia? suka bingung ga jelas?


hahaha, iyah. seperti yang dulu pernah kamu bilang, aku memang masih saja suka bingung tanpa sebab akibat, dan kamu bilang itu stress. padahal, mungkin bukan separah yang kamu kira. aku juga masih menyukai senja, meski sudah tak sesering dulu aku mengistimewakan waktuku untuknya. lalu buku-buku. sesekali aku kesitu, tapi tempat itu semakin lama semakin membuatku rindu padamu. tak kupungkiri betapa aku sangat menginginkan ketidaksengajaan yang indah untuk bertemu denganmu setiap kali aku kesana. seperti yang pernah terjadi sebelumnya.

aku lupa, kalau kamu berbeda. kamu suka mengobrak abrik tatanan yang sudah tertata rapi..


apakah itu artinya kedatanganku padamupun telah mengacak - acak perasaanmu? aku datang untuk membayar perasaanku. tak sedikitpun terbersit keinginan untuk merengkuhmu kembali, tidak. aku hanya ingin mengukur, apa yang sebenarnya terjadi, apakah rasa seperti yang kuperkirakan, atau sekedar obsesi. karena semua ini hanya berputar pada labirin yang tak pernah berujung pasti. aku datang untuk menyempurnakan kenangan, mempersatukan puzzle potongan segala tanya, dan retakan retakan luka.

aku terlalu meremehkanmu, aku kira kamu sudah melupakanku...


bagaimana mungkin? sesekali memang aku tak mengingatmu, tapi seringkali aku melihat bayangmu pada hal-hal yang kulewatkan. percakapan pada kedai kopi hingga kita terlupa bahwa hari sudah mulai pagi dan penjaganya yang mulai gerah untuk menyuruh kita pergi. lalu pada malam-malam ketika kukenalkan kamu pada duniaku, bintang, rembulan, dan cerita yang kukabarkan dengan menggebu. lalu pada pertemuan pertama yang berakhir dengan palakan pak satpam atas kelalaian yang kamu lakukan. lalu, pada senja penghabisan diatas batu batu laut sabil berkata-kata, tanpa peduli dibelakang kita musik berdebam begitu kerasnya. lalu pada pesan pendek-tidak-penting sekedar bertanya, apa aku yang ada dipikiranmu saat itu. lalu, lalu, lalu... ah, terlalu banyak lalu. kamu sendiri, pernah aku terlintas di pikiranmu sesekali?

tentu saja pernah, karena kamu ada di..sini.


P.S: untuk lelaki disudut hati,
sudah satu tahun berlalu, eh?! dan aku masih saja memikirkanmu. terima kasih untuk waktu, kuharap ini usai.

Monday, October 16, 2006

tentang berbagi naif

...bla bla bla, barisnya dua - dua yah, sepedanya di dorong saja, jalan pelan - pelan, biar keliatan bagus di tivi.


gubraksss!!!!!

saya yang lagi asyik ngobrol sama teman sambil membantu anak-anak mengurus sepedanya tiba2-tiba tak bisa berkata-kata. ucapan si bapak penggede yang diikuti kalimat yang menurut saya sangat menggelikan itu benar2 menggangu konsentrasi.

kenapa tidak bisa hanya sesederhana berbagi? kenapa masih juga ada misi - misi khusus, publikasi dan tanda jasa atas bantuan yang diberikan? tak bisakah sejenak melepas atribut dan keakuan, karena kami tau, tanpa itupun kalian sungguh sudah sangat berjasa?

apakah robinhood dalam cerita masa kecil kami hanya akan tinggal menjadi legenda?

ah, naif sekali saya...

**bajra sandhi, denpasar. 15 oktober 2006.
pada prosesi penyerahan 1000 sepeda untuk anak SD dan SMP.

Friday, October 13, 2006

tentang langit dan masa lalu

ketika seseorang melihat ke langit, sesungguhnya ia sedang melihat ke masa lalu. karena sesungguhnya mata kita dapat melihat benda karena cahaya masuk ke mata. dan kamu tahu, cahaya yang kita lihat di langit adalah cahaya yang telah melalui perjalanan dengan hitungan cahaya. matahari, jaraknya adalah 7 menit cahaya. jadi cahaya matahari (bintang terdekat) yang kita lihat itu adalah cahayanya 7 menit yang lalu. bagaimana dengan bintang2 yg lebih jauh dari itu?


berhenti saja berputarputar!!!
lelah sudah aku akan kelakar
potonganpotongan peristiwa yang semakin liar.

ooo..senja,
...rembulan...
....dan bintang,
dimana rasa kau gantungkan?

Wednesday, October 11, 2006

tentang luka

kenapa berdarah?
luka.
luka kenapa?
entah.
digigit nyamuk?
ga tau, ga keknya.
kena cutter?
ga tau juga.
trus?
ya, luka aja.

pagi ini, saya menemukan jari kelingking yang berdarah darah, tapi anehnya, tidak sedikitpun terasa sakitnya. apa karena sudah terbiasa?

pagi itu kususuri jalan yang dulu kulalui bersamamu, kenangan. kupunguti cerita, dan serpihan - serpihan kisah. mencoba mengeratkannya dengan bagianbagian yang telah lama terserakkan. mungkin tak akan kembali seperti semula, tapi aku harap akan baek - baek saja.

Monday, October 09, 2006

tentang kematian

hal yang selama ini ditakutkan, mau tak mau harus ditelan.

tidak, ini bukan tentang kesakitan yang paling sakit hingga menyebabkan mati rasa atas luka yang bernanah. bukan anyirnya darah ketika nadi terbelah. bukan tentang bau busuk tanah kuburan yang menyatu dengan onggokan mayatmayat terbujurkan. pun bukan tentang meregangnya nyawa ketika sakratul maut mendekat, dan memaksa bercermin pada dosa yang sudah terlalu pekat.

bukan tentang tergantinya malam kelam ketika pagi datang...

melainkan ketika tidak ada lagi kesenangan
atas setiap detik dan detail yang dilewatkan.


Gosh, I'm dying...

Friday, October 06, 2006

tentang rimba polutan

saya kembali, dari perjalanan ke sebuah kota berlimpah polusi.

apa kabar hari ini, tanya seorang teman di awal pagi kapan hari. kota berkabut, kata saya di balik kaca gedung berlantai tinggi. sejak kapan kota itu berkabut, kamu yakin, tanyanya lagi. iyah, berkabut. bukan teman, itu bukan kabut, tapi pencemaran udara tingkat tinggi.

sebelas juta orang. beribu ribu kendaraan. dan hampir 50 pusat perbelanjaan. belum lagi ratusan gedung - gedung perkantoran, berlomba ketinggian dengan apartemen - apartemen bertebaran. satu sekat jalan, diistimewakan. katanya, untuk mengurangi kemacetan. tapi entah, mungkin malah mebuat kota itu semakin menjadi pesakitan.

dan saya, yang tengah terjebak dengan kemacetan, hanya bisa memandangi riuhnya luar dari balik kaca. tampak seorang bapakbapak tua, menampung air dengan topinya. saya terdiam, masih menunggu, apa yang akan dilakukan. mungkin dia tak menyadari matamata yang memperhatikannya. yang dia pedulikan hanya panas. dan berharap topi penuh air itu akan mendinginkan kepala yang mungkin terbeban oleh ruwetnya pikiran. bersandar pada gubuk kardus berjajar megahnya bangunan.

ayolah, kita sedikit bersenang-senang. ajak teman suatu petang. akan kubawa kamu ke pengujung kebun teh. menepi dari kota yang telah membuatmu sesak, sejenak. maka saya pun mengikutinya. saya telah kelelahan. tak banyak pilihan, mungkin kebun teh akan sedikit menyenangkan. tapi ternyata waktu tak mengijinkan. saya hanya singgah, dan selanjutnya, harus kembali menghadapi kenyataan. ah, susahnya hiburan di kota metropolitan.

saya ini manusia bumi. kelamaan disitu bisa membuat saya mati. saya masih merindu matahari, yang disana tak lagi bisa dinikmati. saya masih mencintai langit biru, bukan mendung abu - abu. saya masih mencintai senja, bukan hari ketika tiba - tiba malam menjelma. dan saya suka memandang bintang, yang tak bisa tergantikan neonneon terang.

karena itu, lagi-lagi saya kembali.

**thanks bek, dats, untuk kesediannya dan kesabarannya dengerin omelanomelan-ga-penting-tapi-sangat-mengganggu-itu.