Friday, October 26, 2007

tentang fokus

halo, selamat sore.

iyah, selamat sore...

sore mbak, mau bicara dengan siapa?

hm....


klik. tut tut tuuuttttttt...

again, for the second time, i forgot whose number i dialed just now.

damn.

data crashed.

Tuesday, October 09, 2007

tentang rumah

puasa tinggal beberapa hari lagi, dan lebaran tinggal menghitung hari. seperti yang sudah sudah, lebaran kali inipun saya akan "pulang".

ya, pulang. pada satu kota tempat saya dilahirkan.

mungkin tak bisa disangkal, bagian ini sudah menjadi suatu rutinitas, dan segala sesuatu yang merupakan rutinitas tidak lagi menyenangkan. tapi tidak dengan kata pulang. pulang tak pernah tidak menyenangkan. saya selalu merasa excited, berdebar - debar, meski perjalanan ini sudah saya lakukan berulang ulang. banyak hal terjadi dalam 9 tahun kepergian saya dari kota kelahiran. dan selalu saja, saya menemukan banyak kejutan.

setiap saya memulai perjalanan pulang, saat itu ingatan saya akan terpelanting ke momen pertama kali saya pergi. lalu pada cerita cerita setelahnya. pada perkenalan dengan seorang teman di bangku bis kota, pada bapak bapak tua yang menemani saya berkata kata, pada pengamen bersuara iwan fals yang dengan muka riang menyanyikan lagulagu permintaan saya, pada banyak hal kecil laennya yang mengukir ingatan saya. mungkin karena itulah, saya lebih menyukai perjalanan sendirian, segala yang ada lebih mudah untuk diabadikan.

dan pulang seperti menampar saya. yah, saya tau, hidup adalah rangkaian pilihan dengan konsekuensi yang membuntutinya. saya tidak pernah menyesali keputusan saya untuk pergi ketika itu, tapi ketika menemukan uban dan gurat di wajah kedua orang tua saya yang makin menua, mau tak mau membuat saya merasa bersalah. bukan merasa bersalah karena mereka semakin senja, tapi merasa bersalah, atas sedikitnya waktu yang saya habiskan bersama mereka. waktu yang panjang seperti terangkum, dan saya, hanya mencicipi ujung ujungnya saja.

begitulah, kenapa kali inipun saya masih saja bersemangat untuk pulang. bukan karena saya tidak merasa tempat saya berada sekarang adalah sebuah rumah, melainkan ada rumah lain yang terus saya rindukan. rumah yang selalu saja memberikan saya nostalgia nostalgia. mungkin kali inipun saya tak akan lama, tapi waktu yang ada pastilah sangat berharga, sebelum akhirnya saya kembali mengemasi bekal perjalanan, dan mengatakan pada mereka, kalau saya akan pulang, ke tempat saya berdiam sekarang.

rumah adalah tempat dimana hati berada. dan rumah saya, adalah masa lalu. dan kekinian ketika saya ada.

selamat hari raya. dan sampai jumpa.

Tuesday, October 02, 2007

tentang angin

soale dirimu kek anak ilang
anak ilang gimana..?
anak ilang... :|
ilang karena gak ada yang merhatiin..?
begitulahh
memang kamu juga gak ngerasa seperti itu....?

*percakapan dua manusia, pada kotak maya*


sore, beberapa waktu lalu. seorang teman menyapa sepulang penat memenuhi kepala, hendak kemana. tanyanya. ah, ya, akupun sudah lupa, hendak kemana. kulangkahkan kaki saja, pada entah ingin membawa. ingin kukata, aku ingin terbang. tapi sudahlah, mungkin dia hanya akan cekikikan dan menanggapku gila.

tapi sesuangguhnya benar, terkadang kukhayalkan diriku ini serupa makhluk bebas di ruang angkasa tanpa batas. ah, tapi lagilagi itu juga omong kosong. sejak kapan dunia menjadi tanpa batas, ketika air dan udara sudah dikotakkotakin atas nama negara. bullshit. karena itulah aku hanya diam, memandangnya sebentar, lalu kusunggingkan senyum. aku ingin berkelana.

mungkin itu satu jawaban lucu yang pernah diterimanya. ayolah, kita hanya hidup pada sepetak kota bukan? sembilan tahun, dan tak cukupkah? belum, sambil aku terus melangkahkan kaki yang masih juga entah apa maunya. terkadang memang seperti itu, aku ingin berada di suatu tempat, entah apa, entah dimana. terkadang aku juga ingin berada dimanamana, di segala tempat, hatiku berada. sesekali kutemukan diriku sedang menulusuri pasar kuta, bercampur dengan penjual buah yang keringatnya membuat pening kepala. tapi sungguh, senyumnya menenteramkan jiwa, jika saja jiwaku memang ada. lain waktu, kutemukan diriku pada bangku panjang sepotong senja. mengutuki nasib, sedang konyolnya, nasib tak pernah menjadi cela, kecuali bagi yang bisa menerimanya. terkadang juga hanya memunguti cerita usang, masa lalu, rindu, seakan itu adalah cinta pertama.

yang kuingat pada suatu petang, menjelang malam. kutemukan diriku pada emperan toko berpintukan kaca. memagut bayangan asing entah siapa. pada gerimis kesekian, musim hujan yang sering khianat datangnya. menangisi dunia, jika tak ingin dikata lupa. sampai akhirnya tersadar, aku dan bayangan itu punya gairah yang sama, untuk berkelana. dan hujan, tak pernah cukup berarti untuk menghentikan kami.

begitulah, kupunguti remah remah kenangan yang pernah tercecer kutinggalkan berserakan entah ada dimana. satu tempat tak kan mampu membuatku tertahan, kecuali membuatku tenggelam. tapi itupun tak pernah lama, jika tidak sekarang, mungkin nanti semuanya tak akan lagi sama.

tak perlu memanggilku, pada saatnya mungkin aku akan datang menghampirimu.