Monday, December 20, 2010

pikiran penting tak penting

belakangan, ada beberapa malam dimana saya terjaga hingga larut. berguling - guling tanpa bisa memejamkan mata, padahal saya tau saya harus bangun pagi keesokan harinya, menyiapkan bubur saring untuk anak lanang. terkadang, hal yang mengganggu pikiran bukanlah sesuatu yang penting, bahkan bisa dibilang sangat tidak penting. semisal, apa saya sudah merendam beras untuk bubur atau belum. masalahnya, dari pikiran tak penting itu seringkali merembet ke hal - hal tak penting lainnya, sehingga jika banyak hal tak penting yang dipikirkan, maka membuat saya beranggapan hal itu menjadi penting. membingungkan, tapi semacam itulah. tapi ada kalanya saya memikirkan tentang sesuatu yang lebih penting dari beras untuk bubur. apalagi jika melihat anak lanang yang tertidur pulas disamping saya, seringkali melintas pikiran tentang hal - hal yang telah terjadi dalam kehidupan saya. tak jarang pikiran itu berakhir ke satu pertanyaan: what have i done? and what haven't i done yet at this age? pertanyaan sejuta umat, dengan jawaban yang sangat subjective tentunya. karena target untuk masing - masing orang tidak sama. seiring bertambahnya usia, pertanyaan itu menjadi lebih menakutkan untuk dijawab, meski hanya dalam hati. seorang teman mengirimkan pesan di hari ulang tahunnya, "doakan saja semoga aku lekas tidak sendiri." dan teman lainnya berkata di sela perbincangan, "semoga tahun depan kami bisa menikah." seandainya mereka bukan teman - teman baik yang saya kenal sekian tahun, mungkin tak jadi soal. tapi ketika mendengar kalimat tersebut meluncur sekarang, mengingat bagaimana kami sekian waktu lalu, jadi terasa janggal. mungkin sendiri terkadang begitu menakutkan, tapi menjalani komitmen dengan orang lain untuk berjalan bersama juga tak mudah. dua kepala, dua pemikiran. mungkin yang menyatukan adalah hati. setahun lebih saya menikah, dari berdua hingga bertiga. benturan, argumentadi dan tak jarang juga menghadapi jalan buntu. tapi kata ibu saya, memang begitulah yang namanya sebuah keluarga. yang ideal bukan berarti selalu sama, melainkan yang bisa menjembatani ego dan memaklumi perbedaan. berdua memang tak gampang, tapi bisa menjadi lebih ringan. setidaknya tanjakan dan beban dipanggul berdua. bukan begitu, sayang?

**beginilah jika tulisan terlalu lama didiamkan. ntah apa yang sebelumnya ingin saya tuliskan.