maaf itu apabila kamu tancapkan paku di tembok dan mencabutnya kembali. seperti itulah maaf.
**quoted by someone, published without permission.
kamu tau, hidup ini seperti sebuah rangkaian peristiwa tanpa ujung, sampai akhirnya tiba - tiba tersadar, sesaat sebelum sakratul maut menjemput, bahwa kita tak memiliki apapun untuk dipertahankan. tidak pula ego, dan apa yang sering dibilang sebagai, harga diri.
hidupku sendiri adalah sebuah proses. berpindah dari satu momen ke momen berikutnya. aku suka berkata padamu, semua akan berlalu. iyah, apa yang kita punya selain ketidakabadian dan kepastian akan sesuatu yang tidak pasti. masa depan hanya sebatas garis di depan hidung kita. mungkin aku bisa menggambarkannya padamu lebih jauh, tapi ketika kita sampai, keadaan bisa saja menjadi berbeda.
semua akan berlalu. dan dari satu senyuman, mungkin akan berakhir pada tangisan, sebelum pada akhirnya berubah menjelma menjadi sunggingan. seperti itulah sebuah perjalanan. dan apa yang mampu dipertahankan, sedangkan kuasa tak sepenuhnya milik kita. omong kosong ketika kita berkata, kita yang menentukan hidup kita, sedangkan diluaran sana, masih banyak pula yang menjadi penentu segalanya. pun ketika kita berkata, sebaikanya kita menyerah saja, seperti yang biasa kebanyakan orang lakukan.
menyerah? penyerahan macam apa? sedangkan kita tidak pernah benar - benar diijinkan untuk menyerahkan smuanya. kamu kira ketika kita diam, maka semua akan akan tetap berjalan spt biasanya. iyah, memang seperti itu. dunai akan tetap berputar meski kita tak ada di dalamnya. tapi sampai kapan akan bertahan dengan diam? mau tak mau kita akan tetap terdorong untuk mengikuti pergerakan itu, kecuali kita mati. mati.
karena itupula aku tak akan mempu berada disini terus menerus. karena memang aku belum mati, dan oleh sebab itu, aku bersiap untuk proses selanjutnya. meninggalkan satu ransel berisi kebencian di belakang, dan bersiap menumpahkan semua isinya untuk selanjutnya akan kuisi lagi dengan hal - hal baru yang mungkin lebih menyenangkan. jangan tanya kenapa aku bisa menerimamu dengan terbuka, karena memang tidak ada apa - apa disana. tidak pula dendam, karena itu justru akan menggerogotiku perlahan.
maaf itu apabila kamu tancapkan paku di tembok dan kamu gantungkan satu kantong penuh keikhlasan disana. seperti itulah maaf.
**untuk yang belum mampu melepaskan, dan saya ada di dalamnya.
7 comments:
patah hati dan menjadi Hypocrite dee?
atau apapun itu, mudah2an kamu memang sehebat yang kamu tuliskan. bukannya malah menangis di pojok kamar sambil berharap langit akan runtuh menimpamu.
hihihi, kasar banget ya gw?? :P
whatever, tetep semangat dee!
so itu cerita hari ini???
bravo bwt kamuh!!! lu emang diciptain bwt jadi pemenang...
*speechless, trying not to cry like a baby reading this post*
tapi kalo ada maaf buat apa ada polisi yah, wi? *ga fokus lagi, sambil ngupil*
dan saya juga ada didalam situ wi..
seperti kata rho
memang lidah tak bertulang
maaf itu apabila kamu tancapkan paku di tembok lalu kau coba cabut lagi dengan berhati-hati agar tembok tidak rusak, lalu kau dempul itu lobang dan dicat lagi agar nampak seperti semula walau tidak sempurna. Rumit ya? makanya jangan sering-sering nancapin paku ke tembok.
bukankah ketika sudah tiada berkeinginan
maka tiada pula kekecewaan dan kepedihan
#nyambung nga sih?#
wakakak!
Post a Comment