hanyalah barisan coretan yang membentuk kata, lalu berakhir pada cerita, tentang seseorang yang belajar untuk dewasa dalam dunia kekanak-kanakannya.
Sunday, March 29, 2015
Mak e
Namanya Sudarmi. Aku memanggilnya Mak, kadang Mak è. Aku memanggilkan Ghandar "Mbah Mi".
Aku tumbuh dengannya. Ketika sakit, aku akan tidur di ketiaknya. Aku makan masakannya, favorit adalah sayur blendrang terong kacang tholo yang sudah berwarna merah kehitaman. Yang kalau ibu tau, akan ngomel-ngomel ngga ada gizinya. Aku tumbuh dengan radio-radio kesayangannya, dari Ludruk hingga sandiwara radio Brama Kumbara.
Dia ikut dengan ibu mungkin lebih dari 25 tahun, dari anaknya umur 2 tahun, hingga menjadi staff TU di sebuah sekolah dan menikah. Dari kakak ke 5 ku kecil, hingga anak ke 5 kakakku yg pertama. Tapi kukira, akulah yang paling dekat dengannya, dan selalu ngga rela jika ponakan merengek manja.
Dia tidak bisa baca tulis, tapi dia bisa pergi ke Banjarnegara naik bis bolak balik tanpa tersesat. Jangan remehkan kemampuan matematikanya. Hebat.
Setelah dia ikut Pak Dar, anaknya, sekitar 10 tahunan ini, dia tetap ke rumah. Menjadi teman curhat Ibu. Bahkan pada hari Kamis, 3 hari sebelum Ibu meninggal, mereka berbincang hingga berjam-jam.
Kemarin, di acara selamatan ibu, dia lah yang mengurus semuanya. Setiap hari dia datang, memasak di dapur kesayangannya yang tidak pernah lagi kami gunakan, kecuali jika ada selamatan atau gawe yang besar. Dapur yang hampir roboh, di rumah nenek yg sudah tak berpenghuni. Katanya, memasak dengan kayu bakar tak bisa digantikan.
Dia juga yang bilang, mungkin ibu memang tau jika akan berpulang, karena tidak lama sebelumnya, ibu meminta orang menebang beberapa dahan untuk kayu bakar, padahal kami tak ada rencana hajatan..
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment