kali ini catatan kutulis untuk mengenangmu. yang mungkin sebentar lagi akan terlupa. lelaki yang duduk pada bangku taman ketika gerimis menyambangi sore sesaat sebelum sang surya kembali ke peraduannya.
selalu seperti itu. titiktitik hujan telah begitu akrab denganmu. jatuhnya air pada telapak tangan, serupa barisan pesan kerinduan yang ingin kamu sampaikan. pesan yang tak terkatakan, tapi gigilnya terasakan dalam diam.
sampai kapan kamu menyerah? pernah kutanyakan hal itu padamu, tapi hanya terjawab oleh sebuah senyuman. mungkin kamu berharap aku mengerti bahasa yang demikian, tapi tak pernah sungguh kupahami hujan. kamu.
dan menunggu buatku tak pernah semenyenangkan itu. tapi melihatmu tetap berada disitu, mengirimkan pesan setiap kal gerimis datang, seperti menamparku dengan segala ketergesaan. cinta buatku adalah tindakan, sedangkan untukmu adalah sebuah pemujaan diamdiam. rentetan huruf yang terangkaikan oleh perasaan.
tapi lihat, angin kemarau telah bertiup dari barat, mengabarkan tentang hujan yang sebentar lagi akan tertinggal jauh di belakang. dan perlu satu musim lagi, sebelum akhirnya kerinduanmu karatan. masihkah sanggup menunggu?
sedangkan mungkin saja dia telah berlalu. seperti pelangi, ketika hujan telah usai. dan kamu masih saja disitu, memandangi wajahnya dari balik jendela, sambil diam - diam menuliskan kata cinta. mungkin diantara wajah itu adalah aku, yang beranjak menguburmu pada sesuatu bernama masa lalu. bergegas, sambil kucatatkan pesan..
i've decided to give a chance for my self. for being loved.
hanyalah barisan coretan yang membentuk kata, lalu berakhir pada cerita, tentang seseorang yang belajar untuk dewasa dalam dunia kekanak-kanakannya.
Monday, June 29, 2009
Thursday, June 25, 2009
fase berikutnya
ternyata itu bukan hanya soalan mengeratkan hati yang telah patah.
karena luka sudah tersembuhkan dari beberapa waktu yang lalu. setidaknya itulah yang aku lihat, entah sebagai bentuk kepura-puraan bahwa semua sudah menjadi baik - baik saja, atau karena dia enggan menunduk untuk menutupi ketidakberdayaannya.
tapi senyumnya kembali menegaskan hal itu. menyingkirkan keragu-raguan yang beberapa waktu sebelumnya menghinggapiku.
tak usahlah kamu khawatirkan, aku bisa jaga diri.
lalu dia beranjak, dan berjalan lagi. dan aku hanya bisa memandangi punggungnya, berlalu sebelum riuh menelannya. berusaha untuk mengabadikan bayangnya, sebelum lupa menghapus ingatan tentangnya.
kami bertemu lagi setelah sekian kali sibuk dengan kehidupan sendiri. masa lalu ternyata bisa berubah menjadi sesuatu yang menakutkan, dan berusaha untuk dihindari. menjadi momok, seakan pusaran magnet yang menarik - narik dan membebani langkah kaki. melihatku, mungkin seperti ketika dia melihat bayangnya sendiri. pada sebuah saat dimana kisah lalu seperti terefleksikan dan berhadap - hadapan.
aku sangat paham, itu tak gampang.
lalu keputusannya untuk kembali melangkah setelah terlahirpun masih harus tersendat pada kepercayaan yang belum sepenuhnya kembali terangkai. sedikit saja ketidakepatan sudah berbuah kecurigaan. padanya aku melihat, ternyata proses patah hati tidak terhenti ketika kepingan itu telah bersatu kembali, melainkan masih berlanjut, mengatasi ketakutan untuk patah lagi.
dan menjaga, ternyata lebih sulit daripada ketika menyatukannya.
karena luka sudah tersembuhkan dari beberapa waktu yang lalu. setidaknya itulah yang aku lihat, entah sebagai bentuk kepura-puraan bahwa semua sudah menjadi baik - baik saja, atau karena dia enggan menunduk untuk menutupi ketidakberdayaannya.
tapi senyumnya kembali menegaskan hal itu. menyingkirkan keragu-raguan yang beberapa waktu sebelumnya menghinggapiku.
tak usahlah kamu khawatirkan, aku bisa jaga diri.
lalu dia beranjak, dan berjalan lagi. dan aku hanya bisa memandangi punggungnya, berlalu sebelum riuh menelannya. berusaha untuk mengabadikan bayangnya, sebelum lupa menghapus ingatan tentangnya.
kami bertemu lagi setelah sekian kali sibuk dengan kehidupan sendiri. masa lalu ternyata bisa berubah menjadi sesuatu yang menakutkan, dan berusaha untuk dihindari. menjadi momok, seakan pusaran magnet yang menarik - narik dan membebani langkah kaki. melihatku, mungkin seperti ketika dia melihat bayangnya sendiri. pada sebuah saat dimana kisah lalu seperti terefleksikan dan berhadap - hadapan.
aku sangat paham, itu tak gampang.
lalu keputusannya untuk kembali melangkah setelah terlahirpun masih harus tersendat pada kepercayaan yang belum sepenuhnya kembali terangkai. sedikit saja ketidakepatan sudah berbuah kecurigaan. padanya aku melihat, ternyata proses patah hati tidak terhenti ketika kepingan itu telah bersatu kembali, melainkan masih berlanjut, mengatasi ketakutan untuk patah lagi.
dan menjaga, ternyata lebih sulit daripada ketika menyatukannya.
Subscribe to:
Posts (Atom)