Thursday, February 21, 2008

tentang memoar perjalanan

jika hidup diumpamakan seperti perjalanan, saya memilih perjalanan tanpa sebuah peta.

saya tinggal mengangankan sebuah tujuan, lalu mulai berjalan. meski itu artinya, kemungkinan saya salah arah atau tersesat semakin sering, tidak apa. karena dengan menyadari kalau saya salah jalan atau tersesat, saya jadi tau, mana jalan yang sebenarnya. tinggal memutar haluan ke jalur yang sebenarnya, dengan kata lain mengulang lagi perjalanan yang sama dari sisi yang berbeda. buang waktu? tidak ada sesuatupun yang terjadi sia-sia. dan kalaupun ternyata saya tersesat tak tahu harus kembali kemana, yah nikmati saja untuk terus berjalan ke depan. jika dunia itu bulat, maka setiap titik akan bersentuhan.

pun begitu jika ternyata jalan didepan adalah berbatu. sudah resiko. jatuhpun tak apa, setelahnya cepat bangkit dan berjalan lagi. perjalanan menyenangkan ketika setiap detailnya dinikmati. tidak usah terburu - buru akan waktu. seperti ketika ke singaraja setahun lalu. berhenti ketika ingin berhenti. pada penjual rujak, pada ibu2 penjual duren. saya pun ingin hidup itu seperti itu. berhenti ketika saya ingin berhenti. sejenak melepas penat, atau menikmati keadaan, lalu melangkah lagi. belajar merelakan, seperti layaknya perjalanan, meninggalkan atau ditinggalkan. karena seperi perjalanan juga, tidak ada yang stagnan.

keteraturan itu membosankan. tau tak selalu menyenangkan. saya lebih menyukai kejutan di setiap kelokan. hal - hal baru penuh tantangan dan debar - debar ketakutan. meskipun seringkali itu hal yang menyakitkan, tapi lagilagi, tak apa. tak ada yang terjadi sia-sia. dan tak ada yang berlangsung selamanya. tak pernah tau apa yang akan terjadi dengan esok, karena esok tak pernah menjadi milik saya.

saya mungkin memang tak sepenuhnya benar, tapi salah karena sebuah pilihan adalah resiko. seperti ketika saya dengan temanteman saya belajar merokok ketika usia masih sma, di kamar kost pengap yang bahkan tak berani buka jendela. seperti ketika saya melempar tas keluar jendela kelas, bolos untuk menemani teman wanita latihan balap motor di jalanan yang ujungnya pun belum terselesaikan. seperti ketika saya diam-diam mencicipi cairan kuning seperti kencing yang memabukkan, tapi herannya tak pernah membuat saya mabuk, melainkan beser merepotkan. ketika suatu malam, setelah perjamuan makan malam, saya pulang sambil sempoyongan karena mabuk. iyah, mabuk dan memuntahkan seluruh isi perut saya, setelah bergelas-gelas martini, long island, kahlua, dan entah minuman keren apalagi yang saya tegak sebelumnya. norak? iya. keingintahuan terkadang bisa berbuah kenorakan yang teramat sangat. tapi selalu ada yang pertama kali bukan? dan pertama tak harus sempurna. beberapa waktu lalu seorang teman mengirimkan pesan pendek. kamu pernah mencoba mushroom, dew? dan saya katakan, belum dan tak ingin mencobanya, tidak saat ini. karena memang pilihan harus disadarkan atas kesadaran, agar tidak pernah menyesal kemudian. seperti ketika saya memutuskan untuk mencium seorang lelaki, yang bahkan kekasih saya pun bukan.

seperti sebuah perjalanan, pada setiap tracknya saya akan meninggalkan jejak, atau membuat catatan tentangnya. sesuatu yang ingin diabadikan. mungkin hanya untuk diingat kemudian, atau dijadikan guyonan. cerita basi sambil nostalgi.

itulah yang perlahan saya ajarkan ke seorang anak lelaki yang baru beranjak remaja. anak tertua kakak lelaki saya. nanda namanya. hidup adalah sebuah perjalanan, dan dia adalah lakon tunggalnya. menorehkan catatan, untuk setiap momen yang dilewati. ya, menjadi sesuatu pada masanya sendiri, tanpa harus hilang kendali. mungkin karena itu kapan hari dia merayu saya untuk mengajarkan membuat blog untuknya. setelah gonta - ganti nama entah yang keberapa kali, dipilihlah nama ini. masih belajar menulis, dan sayapun tak mengharapkan dia akan konsisten menulis. jika bukan inginnya, tak ada yang bisa memaksa. setidaknya dia telah mengambil bagiannya. menikmati setiap tanjakan, dan turunan sebuah jalan, tanpa dia khawatir kemana harus berpegangan. dia memiliki saya sebagai teman seperjalanannya. berbagi cerita tentang gadis manis idolanya, atau mungkin suatu hari, saya dan dia akan duduk berdampingan, sambil membincang apa saja, sambil diiringi dentingan gitarnya, dan asap rokok atau bir kegemaran kami berdua.

haha, nyata nanti mungkin juga akan berbeda. bukankah hidup memang sebuah perjalanan tanpa peta?

Monday, February 18, 2008

tentang film dan rekayasa ingatan

saya kira, setiap orang mempunyai sesuatu sebagai penanda, yang menyimpan potongan - potongan kenangan untuk setiap peristiwa yang telah dilaluinya. entah itu berupa foto, baju, sebuah kota, perjalanan, senja yang memerah, hujan, terik matahari, langit biru, mendung, lagu, blablabla. bahkan terkadang, hanya dari gelak tawa dan lesung pipi pun, kita sudah terseret untuk kembali berkubang dengan kenangan. dipaksa untuk kembali mengingat tentang apa saja yang sudah lewat.

untuk ingatan yang carut marut seperti kepunyaan saya, hal tersebut tidak mudah. seringkali satu ingatan akan bercampur dnegan ingatan lainnya. antara kenyataan, atau hanya ingatan rekayasa belaka. rasanya tak jauh beda. sebagian mungkin adalah apa adanya, yang lain adalah hasil dari pengingkaran saya atas suatu peristiwa. karena memang saya tak pernah akrab dengan beberapa kenangan yang ingin dihapuskan. meski kata seorang teman, saat kau ingin melupakan, di waktu yang sama sesungguhnya kau sedang mengenang. saya belum ke tahap mampu memeta - metakan kenangan sehingga saya bisa menyimpannya untuk yang ingin saya simpan, dan memanggilnya kembali ketika saya ingin mengenangnya.

salah satu dari dua film yang seringkali membawa saya ke masa lalu adalah closer. mungkin karena itu, saya kembali menontonnya ketika jumat malam lalu film itu kembali diputar di salah satu stasiun tv lokal. ketidaksengajaan, ketika saya menghabiskan malammalam sendirian. ketidaksengajaan yang saya teruskan hingga akhir. meski tidak mengikuti keseluruhan, karena diselingi oleh percakapan panjang dengan lelaki saya yang berujung pada kata perpisahan. untuk malam itu saja. karena keesokan malamnya, kami kembali berbaikan. hal yang tak disadari adalah, kami mungkin memang saling membutuhkan. karena cinta yang entah artinya apa, atau karena sejenis perasaan ketika mungkin saya maupun dia mampu untuk berjalan sendirian, hanya saja kami tidak mau melakukannya. ketergantungan yang memabukkan.

karena film itu pulalah saya putuskan saat itu juga untuk membongkar tumpukan cd di bawah rak buku saya untuk menemukan cd soundtrack film tersebut. susah menemukannya, karena sedemikian berantakannya dan berdebunya tumpukan - tumpukan itu, terlebih lagi karena cd - cd itu bukan cd asli dengan sampul aslinya, melainkan kopian dan cd - cd kompilasi yang dibuat sendiri. saya memang lebih menyukai cd, daripada mp3, selain karena saya tak memiliki mp3 player, cd player saya memiliki remote control, jadi saya bisa mengendalikannya sambil saya tiduran di kamar kost ukuran 3 meter x 4 meter yang pengap itu. alasan utamanya karena saya pemalas. dan tidak berduit untuk membeli mp3 player.

sebenarya tak terlalu sulit untuk mengenali cd itu, karena dikepingannya saya sudah menuliskan sebuah nama. nama seseorang. lelaki, tentu saja. si pemberi cd. entah apa yang saya harapkan ketika memutuskan untuk memutar cd itu. saya sedang galau, tentu saja karena pertengkaran yang berujung perpisahan seperti yang saya katakan sebelumnya. mungkin dengan begitu, saya sedang ingin melarikan diri. bukan pada lelaki yang namanya saya tuliskan di kepingan cd itu, melainkan pada kenangan yang memapu memberi kehangatan. teori saya terpatahkan oleh kenyataan. saya yang selama ingin sekali melupakan, bahkan sampai membuat ingatan saya akhirnya carut marut, harus menelan ludah ketika menyadari mungkin saya memang mampu untuk menghapus, tetapi berhenti merasakannya adalah omong kosong. seperti tagline eternal sunshine of the spottless mind. dan mendengarkan damien rice dengan blower's daughter, atau 9 crimes, memberikan saya satu kenyamanan. hingga saya terlelap kemudian.

Did I say that I loathe you?
Did I say that I want to
Leave it all behind?


saat itu saya memang tak mengenang seseorang yang memberikan saya cd itu. saya hanya mengingat sebuah pertemuan, entah dengan siapa dimana. ketidaksengajaan yang akhirnya berlanjut dengan sebuah cerita panjang. lakon dan jalan cerita yang disetting seperti layaknya sebuah kebetulan. tapi benarkah kebetulan memang ada? sayangnya saya tak bisa seperti alice, natalie portman dalam closer, yang sepanjang cerita di panggung drama tidak menggunakan nama sebenarnya. mungkin bukan hanya nama, bisa saja alice memang tidak pernah ada. seperti kenangan, yang telah saya lupakan.

Dan: You'll hurt her. You'll never forgive her.
Larry: Of course I'll forgive her. I *have* forgiven her. Without forgiveness we're savages. You're drowning.

Wednesday, February 13, 2008

tentang lelaki dan perselingkuhan hujan

lelakiku tidak suka hujan.
aku seringkali melihatnya mengibaskan tetesan air yang berjatuhan di rambutnya ketika hujan tiba. sambil bersungut sungut, katanya hujan akan membuat lambat segalanya. pada perjalanan yang terpaksa disela untuk memasang jas hujan, atau justru dihentikan karena udara begitu menghitam, dan jarak pandang tak kuasa menembus pekatnya penglihatan. tapi, bukankah memang karena itu hujan diturunkan, untuk membuat semuanya menjadi lebih lamban. memberi waktu lebih lama, ketika keadaan tak lagi tergesa seperti biasanya. untuk membuat kembali melihat-lihat, apa saja yang sudah terlewat.

lelakiku tidak suka hujan.
pada kotor yang disebabkan kecipak air yang jatuh di tanah gembur. pada cipratan tanah yang menempel di sepatu, pada noda kecoklatan tanah merah di sepanjang gang. lalu dia mulai memakimaki pelan, hampir mirip gumaman. aku bisa melihatnya, ada kekesalan disana. sesekali aku ingin mencandainya, kenapa dia sampai sebegitunya kesal pada kotor dan tanah, sedangkan justru kotor dan tanahlah yang justru sangat akrab pada sebuah kehidupan. bahkan, ketika kita berpulang kemudian.

lelakiku tidak suka hujan.
tergesa - gesa dia menarikku ke dalam ruangan. katanya, hujan akan membuatku demam dan aku akan mulai mengigau tentang kenangan. tak berhenti berkata dia teruskan, hujan akan menyeretku ke masa lalu, dan merenggutku sesaat dari hidupnya. terpelanting, dan aku tiba-tiba tidak ada disana. mungkin dia sudah kelelahan, untuk memperebutkanku dengan hujan dan kenangan.

lelakiku tidak suka hujan.
karena itu ketika hujan deras datang, kukantongi dia dalam plastik ingatan. terkadang kucumbu pelan jika lelakiku menghilang. atau hanya kupandang, ketika aku sedang kesepian. kupeluk erat, pada malammalam sendirian. kusembunyikan. dan perlahan kumulai sebuah perselingkuhan.

**untuk perempuan, yang mencintai lelaki dengan hati.

Thursday, February 07, 2008

tentang menjadi dua puluh lima

seharusnya hari ini sih memang begitu.
tetapi, kenapa saya merasa berhenti di usia delapan belas ya? :D

tujuhfebruarisembilanratusdelapanpuluhtiga.

Wednesday, February 06, 2008

tentang merindukan hujan

tiba-tiba aku begitu merindukan hujan. yang deras, deras saja sekalian. tidak lagi berupa gerimis yang kadang justru akan menyakitkan. yang tak menyisakan ruang, untuk kembali mengingat masa silam. melainkan yang meluruhkan, ingatan dan kisahkisah yang terabadikan.

tiba-tiba aku merindukan hujan. dari balik kaca sambil menatap lurus ke jalanan. kecipak-kecipak air dan loncatan kakikaki yang menggigil kedinginan. melihatmu pada wajahwajah itu, mengusap perlahan, bulirbulir air pada raut yang kesepian. aku, kamu, sang penantang. dan kita akan berdansa riang.

catatan pendek. satu lagi kisah tak selesai.

Monday, February 04, 2008

tentang malam di kuta

:mungkin hanya kuta, dimana malam tak pernah menjadi tua.

jika kamu menanyakan kemana saja aku selama ini menghilang, tak perlu risaukan. aku tak pernah mempunyai niat untuk kembali tenggelam, hanya saja beberapa hari lalu, semua hal begitu membuatku kelelahan. berangkat pagipagi buta, dan pulang ketika tengah malam hampir tiba. hanya sempat mencuci muka dan sikat gigi, sebelum akhirnya terlelap, oleh kantuk yang menyengat. begitu, selama berharihari kemudian. sangat lelah, tapi sekaligus menyenangkan. aku mulai bisa menikmati pekerjaan di jalanan, dengan celana jeans yang telah sekian hari tak tergantikan, dan sepatu belel, dari putih hingga sudah menjadi keabu-abuan.

bahkan ketika sabtu lalu semua sudah usai, aku enggan mengubur kelelahan itu dalam kemalasan yang terlalu awal. bukankah pesta justru baru saja dimulai ketika senja?

kali ini seperti biasanya, tanpa sebuah rencana. kuhentikan motor ketika sudah menjajaki jalan raya pinggir pantai, pada sudut tepian yang masih riuh sahaja. tak ada maksud, aku hanya ingin seperti mereka yang sedang berwisata. memandang kosong, melihatlihat entah. dan dalam pandangku, kurasa laut hari itu lebih tinggi dari biasanya. hari itu, aku sedang tak mengharap senja yang menguning atau berwarna magenta dengan kisah melankolisnya. aku tak lagi mengharap senja di pantai kuta, apalagi di musim ketika hujan turun tiba-tiba, tanpa permisi. disini senja yang bulat begitu langka. mendung terlalu usil untuk tak mengusiknya.

kulepas sepatuku, dan hanya bertelanjang kaki. membiarkan telapakku untuk kembali menjadi sensi. lelah lagi, hingga akhirnya kupilih untuk dudukduduk saja, beralaskan sepatu belel yang makin renta. inilah bagian yang aku suka dari tempat ini, ketika keriuhan bercampur dengan keacuhan satu dan lainnya. disini kamu bisa menjadi apa saja, siapa saja. kamu bisa bertelanjang dada, tanpa orang akan melihatmu dengan tatapan mesumnya. bahkan katanya, kamu bahkan bisa mengajak kekasihmu berciuman di tepi jalan raya, tanpa ada orang yang akan mempedulikannya.

dan sore berlalu begitu saja. sebelum akhirnya kuterima pesan, seorang teman ternyata ada disini juga. satu lagi yang kusuka dari tempat ini. bali begitu sempit, apalagi kuta. satu orang, terhubung ke yang lainnya. bahkan pernah dalam satu babak, itu sudah seperti lelucon saja.

maka malam itu kupilih untuk melanjutkan petualangan bersama temanku itu. kutunjukkan padanya bangku panjang yang sering kukisahkan. bukan kopi yang menemani, melainkan sekaleng minuman dingin untuk haus yang tak pernah berhenti. tanpa kata, kami hanya terdiam saja. dia mengamati kakikaki cantik gadis rupawan, dan aku mengamati dada bidang penuh khayalan. hahaha. lelah karena bising dan perut keroncongan, akhirnya memaksa kami untuk berpindah tempat ke kedai makan di sebelahnya. melewati salah satu hotel, dengan lampion - lampion cantik, dan hiasan naga. lagilagi kutanyakan, naga itu memang ada, atau sekedar mitos belaka? seperti ketika kita meyakini keyakinan kita, tanpa sedikitpun mempertanyakannya.

lalu, malam itu kami berakhir di kedai pizza. percakapan - percakapan ringan mengalir begitu saja tanpa beban. ini malam minggu bukan? dimana seharusnya masing-masing kami berkecan, bukan terlibat pembicaraan tidak penting tanpa pemahaman. tertawa terbahakbahak, sambil sesekali memotret wajah wajah asing yang lalu lalang. hingga larut malam, sebelum akhirnya kami menyerah pada kantuk dan penat yang menghebat. bahkan belum tengah malam, ketika kutinggalkan kuta, yang baru saja mulai dengan geliatnya.