Monday, August 13, 2012

Mudik

Lebaran tinggal menunggu hari.

Dan perasaan saya pun mulai campur aduk tidak menentu. Antara senang sekaligus deg - degan. Senang. Ya, senang. Pulang ke kampung halaman, bertemu dengan kedua orang tua, kakak2 dan ponakan itu menyenangkan. Tapi sekaligus deg-degan. Khawatir, mules dan seringkali membuat sakit perut yang tiba - tiba.

Sejak keberadaann ghandar, bepergian tak lagi semudah ketika saya belum menikah. Ya iyalah. kalau dulu bepergian cukup dnegan membawa 2 setel baju dalam tas ransel, sekarang kami harus mempersiapkan koper super besar untuk membawa baju kami bertiga. Itu adalah perbedaan pertama. Belum lagi, barang - barang lain selain baju yang bisa memenuhi 1 koper lainnya

Ghandar sudah mengalami tiga kali perjalanan mudik, tapi tetap saja setiap mudik membawa cerita yang berbeda, membawa kecemasan yang tak sama.

Mudik pertama, kami menggunakan kereta api. Usianya yang baru 5 bulan waktu itu, ternyata justru tidak semerepotkan yang kami bayangkan. Kecuali ya, bawaan seabrek-abrek itu. Anaknya cenderung anteng, dan karena kami naik kereta jadwal malam, dia lebih banyak tidur sepanjang perjalanan. Mungkin karena dia terbiasa bepergian dari umur 1,5 bulan, dan usia 5 bulan dia pun belum terlalu banyak gerak. jadi yah...kami menikmati berjejal-jejal di kereta api.

Mudik selanjutnya ke rumah orang tua dari suami, yakni ke Bengkulu. Kali ini, perjalanan dengan pesawat. Usianya hampir 1,5 tahun dan diapun sudha mulai aktif kesana kemari. Maka bisa dibayangkan kerepotan yang terjadi. Selain barang bawaan bejibun, kamipun harus kejar - kejaran di bandara karena anaknya yang tidak mau diam. Usaha untuk membuatnya tidur di pesawat berhasil, sehingga tidak menambah kerepotan mendengarkan dia menangis - nangis di pesawat seperti anak-anak lainnya. Etapi dia memang jarang menangis di pesawat ding, dan cendeurng menyukai perjalanannya.

Lalu, bagaimana dengan mudik kali ini? Rencana mudik dengan mengendarai kendaraan pribadi agak-agak membuat cemas. lebih cemas dari biasanya. Perjalanan yang panjang, atau macet yang tak bisa disangka mungkin akan membuatnya bosan. Atau entahlah. Tapi, selalu ada yang pertama bukan? Dan saya yakin, perjalanan ini nantinya akan mengajarkan kami banyak hal. Seperti yang sudah - seudah. Semoga saja demikian.

Selamat hari raya, cerita perjalanannya akan kami sambung kemudian ya...

Monday, May 28, 2012

parenting (not) ideally

"I don't read any parenting guide books, it makes me feel bad"

begitulah yang saya tulis di twitter pada saat hari buku 23 April lalu. Lalu kenapa baru membahasnya sekarang? mungkin baru sekarang saya (mau) berfikir lebih lama tentang parenting, saya baru bisa (atau mau?) menuliskannya, atau bisa jadi karena saya sungguh sedang gerah dengan tagar #IndonesiaTanpaJIL. *lah*

Mengapa saya gerah dengan hashtag #IndonesiaTanpaJIL? apakah saya anggota JIL? Gimana saya bisa menjadi seorang JIL, klo Islam yang tanpa embel2 Liberal aja saya tak paham? Saya bukan seorang pemeluk agama yang baik, saya hanya percaya Tuhan itu ada. Sependek itulah pemahaman saya tentang agama yang saya anut, dan melihat riuhnya fasisme yang beredar di Linimasa Twitter, membuat saya sungguh gerah. Si ini #IndonesiaTanpaFPI, si itu #IndonesiaTanpaJIL dst dst. What does make it different?

Lalu kenapa saya menuliskan parenting tapi membahas #IndonesiaTanpaJIL?

Ini bukan soalan agama, tapi soalan fasisme. obsesi akan idealisme yang berlebihan. Dan begitulah terkadang saya melihat "parenting guide book", buku yang (seringkali) memuat standard - standard dalam membesarkan anak yang ideal. Standard yang bagi sebagian orang sudah menjadi obsesi, dan terkadang membuat hati saya mengecil ketika membacanya.

Pada awal kehamilan ghandar, 2 orang teman saya memberikan kado 2 buah buku. 1 buku seputar informasi kehamilan, dan buku lainnya tentang informasi tumbuh kembang bayi hinggal dia berusia 1 tahun. 2 buku itulah yang tuntas saya baca. Majalah parenting? Buku2 rekomendasi? Atau How-to-book? Selalu urung saya beli ketika saya membaca teasernya di toko buku, sebelum akhirnya saya memutuskan untuk tidak mencoba membacanya.

Setiap anak adalah istimewa, dan setiap orang tua dikaruniai insting untuk bisa memahami anaknya. Begitulah saya dan suami menjadi orang tua. Kami sepakat untuk tidak men-standard-kan ghandar dengan anak lainnya, pun kami tak menganggap standard kami adalah benar. Kami tidak ingin "standard" tersebut akhirnya membuat ego kami untuk memiliki anak ideal, justru akan membuat ghandar tersiksa.

Setiap anak kan memiliki waktu dan kesiapaannya sendiri untuk menghadapi dunia, untuk beranjak dari level satu ke level lainnya. jika kita bertumpu pada prestasi anak, apa bedanya dengan sistem pendidikan yang kita kutuk habis-habisan karena mengutamakan hasil dan pencapaian daripada menikmati prosesnya itu sendiri.

seorang teman mencela saya karena pada usia hampir 2 tahun, ghandar belum bisa melakukan potty trainning sendiri dan masih sering ngompol di celana, sedangkan anaknya pada usia 1 tahun lebih sudah tak pernah mengompol lagi. apakah saya memang sengaja membiarkan hal tersebut? sebenarnya tidak, yang saya lakukan adalah berusaha melatihnya untuk mengungkapkan apa yang dirasakan. melatih berbicara dan merasakan. dan cara itu baru berhasil diterapkan kurang lebih 2 minggu ini. ghandar mulai bisa merasakan dia ingin pipis, menahannya, dan mengungkapkannya.

pun begitu soal makanan. ketika orang tua lain melarang keras anaknya makan makanan ber-msg, gula, eskrim, bahkan ada yang lebih ekstrim dengan tidak menambahkan gula + garam di makanan anak yg usianya sudah lebih dari 1 tahun! pada ghandar, sayapun menerapkan apa yang saya terapkan pada diri saya. saya cenderung frontal ketika dilarang - larang, maka pada langkah awal sayapun menganggap ghandar begitu. mungkin ini yang disebut insting, atau ego ornag tua yg menganggap anak meniru dirinya? hahaha. setelah usia 1 tahun, ghandar cenderung bebas untuk memakan makanan apa saja, meskipun tidak berarti saya akan menyediakannya. ketika seseorang memberikan dia permen atau chiki atau eskrim dan dia memang ingin memakannya, maka saya persilahkan. saya tanamkan untuk menghargai pemberian, apapun itu. tapi dia juga paham, bahwa makanan tersebut tak ada dalam daftar makanan yang akan saya belikan, jadi sampai sejauh ini, syukurlah saya belum pernah menghadapi ghandar yang merengek - rengek menangis meminta dibelikan.

lalu persoalan cara makan. mungkin semua orang tua paham, makan yang ideal harusnya adalah sambil duduk, tidak menonton tivi, main apalagi sambil lari - lari. kita seringkali berkaca pada bayi - bayi di luar sana yang bisa duduk manis di baby chair sambil menyantap makanannya. ideal sekali bukan? lalu kita mulai memaksa anak kita untuk bisa duduk manis menyantap makanannya....di lantai ! Jika kita menginginkan anak kita menjadi anak yang ideal, sudah kah kita menjadi ornag tua  ideal yang bisa memenuhi semua fasilitasnya atau setidaknya memberikan contoh? it's your call!

Buat saya pribadi, cara dia makan tak lebih penting daripada kesenangannya untuk makan dan kebutuhannya akan gizi yang cukup. menikmati proses, tak terpaksa untuk melakukan sesuatu. saya percaya, dengan terus membimbingnya, jika dia sudah siap, diapun akan bisa duduk manis sambil makan dia meja makan. bukankah sayapun begitu? :D


setiap keluarga memiliki aturan dan gaya parenting yang berbeda-beda. dna tentunya tak bisa mencari mana yg paling benar. saya menganggap parenting seperti layaknya sedang berjalan di depan kaca. saya melihat si anak adalah miniatur orang tua, dan mereka melihat kita orang tua sebagai role model. sebelum saya menerapkan sesuatu ke anak, saya refleksikan ke diri saya terlebih dahulu. apakah itu akan baik -baik saja buat saya?

Hal itulah yang melatarbelakangi saya dalam mengasuh ghandar. Saya tak terlalu ambil pusing dengan standard - standard dan pencapaian, selama hal tersebut nyaman buat kami berdua. Saya lebih mencontohkan tentang kerja sama, empathy dan kenyamanan untuk mengemukakan apa yang dirasakan termasuk menghargainya.

kerja sama yang berawal dari komunikasi. begitulah yang biasanya saya katakan ke ghandar dan ayahnya :D menikah, kemudian memiliki anak. dari yang sendiri, lalu berdua dan kemudian bertiga, tentunya tak mudah bagi semuanya. jika salah satu tak bisa berkomunikasi, mengungkapkan apa yg dirasakannya, bagaimana yang lain bisa memahami dan bekerja sama? kenyamanan untuk mengkomunikasikan, empathy untuk bisa memahami dan akhirnya kemampuan untuk bekerja sama lah yang bisa membuat kami berjalan hingga kini.


thanks for the great teamwork, guys! *cium ghandar dan ayahnya*

Monday, April 16, 2012

17 april: catatan kedua



waktu memang terbang, nang..apalagi jika kita sedang bersuka cita. dan denganmu aku selalu merasakan suka cita itu. kamu kasih, kamu nafas, dan kamu adalah harapan ketika aku merasa kelelahan.

terima kasih untuk menjadi anakku, untuk semua pelajaran tentang hidup yang tersampaikan olehmu. untuk pelukan, untuk ciuman - ciuman yang menguatkan. untuk tangan yang selalu terbuka menyambutku pulang.

jangan lekas dewasa, nang...karena hidup memang sebaiknya begitu. tidak penuh ketergesaan, melainkan berjalan perlahan. menikmati setiap keadaan, bahagia, ataupun ketidakbahagiaan. sesekali berlari bolehlah, asal jangan lupa mengambil jeda. dengan begitu, kamu akan tetap menjadi manusia.

tidak ada hal yang selalu baik, pun tidak ada hal yang selalu buruk. seperti itulah hidup, nang.

seperti sebuah perjalanan, yang kamu perlu siapkan adalah bekalnya. mungkin peta, mungkin tujuan, dan pastinya harapan. karena nanti, mungkin akan ada saat kamu dihadapkan pada tikungan tajam, tanjakan, atau turunan yang seringkali menyakitkan. mungkin juga kamu akan ada lompatan yang akan membuatmu tertawa senang. namun ingatlah, tidak ada yang untuk selamanya. dan dengan semua ketidakpastian itu, harapanlah yang akan membuatmu bertahan.

selamat ulang tahun, nang..selamat datang di dunia yang penuh keajaiban.

*catatan kedua setelah 17 april 2010, dan masih akan ada lagi kemudian.

Wednesday, March 07, 2012

menularkan kebiasaan

Ketika ada yang bertanya, pengalaman perjalanan apa yang tak akan pernah bosan saya ceritakan? Maka dengan pasti saya akan bercerita tentang kehamilan. Ya, kehamilan buat saya adalah momen yang di dalamnya ada rangkaian perjalanan, metamorfosa, dan tentunya proses belajar itu sendiri.

Beberapa kali saya mencatatkan cerita tentang kehamilan saya itu, tapi sepertinya selalu ada yang kurang dan saya ingin kembali menuliskannya. Selalu begitu, tak pernah bosan.

Seperti layaknya beberapa perjalanan nekad yang saya lakukan ke tempat - tempat asing, seperti itu pula kehamilan saya. Tanpa tour guide dan hanya berbekal sebuah peta. Sama persis. Kehamilan sayapun tanpa didampingi oleh orang tua karena kami berbeda kota, hanya berbekal tumpukan buku kesehatan, segala how-to-books tentang kehamilan, dan tentunya internet-yang-segalanya-ada.

Dari situ saya mendapatkan informasi yang untuk menjaga kesehatan saya selama hamil (dos & don'ts) dan juga sedikit bekal tentang persalinan. Karena kehamilan saya tergolong mudah, saya tak mengalami morning sick dan kegiatan saya tak terganggu, dari segi makanan, saya tak melakukan pantangan. Dari sebelum hamilpun sebenarnya saya sudah menjaga pola makan, terutama agar tak overweight :D , jadi ketika hamil tinggal menyesuaikan sedikit. Saya tak lagi makan junkfood dan minum soft drink ( hingga sekarang, kecuali tak ada pilihan :D), memperbanyak sayuran, makan buah paling tidak 2 macam sehari dan entah pengaruh hormon atau apa (oiya, saya tak percaya dan tak mengalami ngidam), ada waktu saya sangat bosan makan nasi putih. Jadi terkadang saya mengganti nasi dengan kentang, sereal, ketan, ubi atau jagung. Di awal kehamilan saya berhenti minum kopi, tapi semakin besar kandungan, godaan ngopi datang lagi, tapi saya mengurangi porsinya kok, karena konon kafein menganggu asupan makanan janin dan membuatnya gelisah. Oiya, selama hami saya juga tetap konsumsi susu untuk ibu hamil, meski beberapa orang bilang itu tidak perlu kalau kita cukup makan makanan bergizi, tapi saya ingin memberikan yang maksimal ke anak saya kelak. Mungkin saya merasa sehat, tapi bagaimana jika ternyata saya kekurangan gizi tanpa saya sadari?

Kondisi pekerjaan yang lumayan mobile dan traveling sempat membuat saya mengeluarkan flek saat bulan - bulan pertama, tapi untunglah dokter kandungan memberikan cukup informasi, menyarankan saya bed rest beberapa hari dan tentunya memberikan saya supplemen vitamin, terutama asam folat dan zat besi, sekaligus penguat janin. Setelah melewati trimester pertama keadaan membaik, saya tak lagi mengeluarkan flek, dan kembali bisa traveling hingga usia kandungan sampe 7 bulan. Setelah itu, saya memutuskan untuk melahirkan di kota orang tua, yang sangat jauh dari jangkauan internet. Syukurlah persalinan lancar, berat baby 3,3kg dg panjang 50cm. Saya sangat menjaga biar tidak overweight selama hamil sehingga tidak melahirkan bayi yang besar dan beresiko diabet.

Ketika di rumah ortu, masalah baru muncul, saya tak membekali diri dengan pengetahuan cukup tentang menyusui. Air susu saya kurang meskipun sudah makan banyak sayur, minum susu menyusui, suplemen ASI. Keadaan diperparah dengan mitos - mitos seputar menyusui yang memborbardir saya sebagai ibu baru, seringkali menggoyahkan. Akibatnya, setelah si kecil lahir, saya hanya bisa memberikan ASI ekslusif sampai usianya 4 bulan, setelah itu campur dengan susu formula. Meskipun begitu saya tetap menyusuinya sampai usia 20 bulan dan baru menyapihnya.

Dengan apa yang telah saya alami selama hamil dan membesarkan si kecil, saya percaya, apa yang saya lakukan dan apa yang saya konsumsi membawa dampak padanya. Mulai dari kebiasaan-kebiasaan sepele hingga gaya hidup dan pola makan. Si kecil lebih adaptif dan nyaman untuk melakukan perjalanan dari naik mobil, kereta, pesawat. Selain karena saya hobi jalan - jalan, saya juga sudah membawanya bepergian dari usianya 2 bulan. Selain itu, pola makannya pun seperti saya dan bapaknya. Sejak pertama memperkenalkan MPASI, dia lebih menyukai bubur buatan rumah daripada yang instan. Tidak memilih jenis sayuran tertentu, apa saja dia bisa makan. Dan terlebih lagi, sangat suka buah serta tidak suka ngemil. Benar - benar fotokopi deh! Saya percaya, anak adalah cerminan orang tua. Jika ingin anak sehat, orang tuapun harus sehat. Gaya hidup dan pola makan adalah kebiasaan, jadi jangan mengharapkan anak akan mempunyai gaya hidup dan pola makan yang sehat jika orang tua tak mau memulai dari dirinya sendiri. Tidak mudah memang, tapi mengubah gaya hidup dan pola makan akan berdampak pada generasi selanjutnya. Saya ingin anak saya kelak juga selalu sehat dan menularkan gaya hidup sehatnya ke anak - anaknya.

Begitulah cerita perjalanan trimester ke trimester kehamilan saya hingga kini si kecil berusia 23 bulan. Perjalanan panjang yang selalu ingin saya ceritakan lagi dan lagi. :)

*catatan : tulisan ini diikutsertakan ke Lomba Blog "Kesehatan Bunda, Kesehatan Kita"

Thursday, February 23, 2012

perjalanan siang

Why can I still believe in tomorrow,
when all i have tried was just in vain.

: dalam kubikel kuning, di luar (mungkin) senja baru saja beranjak.

saya sedang berjalan kaki di sebuah trotoar di sekitaran ( kalau tidak salah) casablanca, ketika tiba - tiba muncul keinginan untuk duduk disitu, menikmati siang yang terik, asap knalpot dari kendaraan yang berseliweran, dan para sopir angkot yang teriak - teriak menawarkan tujuan.

jam 2 siang dan jakarta tidak sedang mendung. bukan waktu yang tepat untuk duduk - duduk di pinggir jalan menikmati pemandangan. tapi tadi saya lelah. sangat lelah sekali. melihat sekeliling, jika saja ada tangga, kursi, badugan pot bunga atau apapun yang bisa saya duduki, ingin rasanya saya duduk disitu. tapi ternyata tak ada apa - apa, tak ada satupun yang bisa menampung lelah saya.

lalu saya teringat bali. teringat bangku - bangku panjang di sepanjang jalan pantai kuta. teringat sekian waktu lalu ketika saya sering kesana, hanya duduk tanpa tujuan. benar - benar sebuah jeda dari perjalanan yang panjang. memandang pantai, orang lalu lalang, lelaki - lekaki bertelanjang dada, perempuan berkaki jenjang. dan siang ini, saya kembali merindukan "saat" itu. hanya saja ini jakarta, kerinduan akan bali membuat saya semakin lelah.

akhirnya saya menyetop taksi. menyandarkan bahu saya di kursinya yang empuk. mencoba mengingat kejadian hari ini. mengingat seorang ibu dengan 2 anak balita yang tertidur pulas di jembatan penyeberangan. lalat berterbangan di seluruh tubuhnya yang pulas. anaknya, si besar, tertidur sambil tangannya tetap memegang gelas plastik berisi uang recehan. lalu si kecil, tertidur dengan jempol yang terisap. mungkin menahan lapar, mungkin mengira itu dot minuman, atau entahlah. lalu teringat perasaan saya yang selalu saja teriris melihat hal - hal yang demikian. ingatan yang akhirnya, lagi-lagi, mengiris hati ketika mengingatnya. selalu begitu, berulang. dan saya khawatir lama - lama saya akan menafikkannya, lalu mati rasa.

lalu ingatan beralih ke potongan pembicaraan. emosi, kemarahan, sakit hati. dimana cinta jika sedang begitu? rasa bersalah, gengsi, lalu marah lagi. lalu lelah lagi. begitu saja hingga akhirnya saya tersadar, taksi kami tak beranjak sejak tadi. sejak ingatan - ingatn berseliweran, hingga terkumpul energi kembali.

rupanya seperti biasa. bahkan pada jam 2 siang, jalananpun tak bisa dilewati dengan leluasa. saya jadi berfikir, mungkin begini rasanya. duduk-duduk di pantai. bukan melihat laut, tapi melihat muka - muka tergesa tapi tak bisa apa - apa. apa bedanya? keduanya sama - sama bisa dinikmati kan ya?

Tuesday, February 21, 2012

good people die young

rasanya baru sebentar mata terpejam. baru sepersekian detik ingatan mengabur dan berkelana dalam malam. hingga bunyi telepon genggam mengacaukan semuanya.

nduk, ade nya mbak rina nggak ada. menurutmu indri gimana?

kabar duka selalu saja hadir seperti kejutan. tak dinyana. dan menyakitkan. masih dengan pikiran yang belum sepenuhnya "penuh", konsentrasi saya terpecah menjadi dua. ade dan indri.

ade meninggal. dan indri harus ke lombok.

bagaimana?

saya tak bisa menjawab pertanyaan ibu. saya hanya bisa berucap, "bentar bu. bentar. saya ingin mencerna keduanya."

lalu telepon saya tutup. saya terdiam. tak bisa juga berfikir.

apa? ade meninggal. bagaimana? indri akan ke lombok.

dan ingatan pun melayang ke kedua gadis kecil tersebut. ade dan indri adalah anak gadis kakak perempuan di atas saya persis. mungkin karena jarak saya dan kakak yang unda - undi, ponakan - ponakan itu pun dekat dengan saya meskipun dari kecil mereka di lombok.

ada dan indri adalah gambaran 2 gadis kecil yang sangat bertolak belakang. ade, si sulung, dari postur tubuh mewarisi keluarga bapaknya, kecil, berambut keriting, sorot mata yang tajam, bermuka galak dan mimik muka yang tidak ramah. sedangkan indri, adeknya, dari segi fisik lebih mewarisi keluarga kami. berpipi chubby, berambut ikal, bermata besar. dengan mimik muka yang sangat jawa. kalem. peringainyapun begitu, dia tak meletup - letup seperti kakaknya. cenderung pemalu, jika tak dikatakan penurut. begitulah gambaran mereka ketika kecil.

atas alasan itu pula lah, ketika kakak saya pada suatu hari meminta tolong untuk membantu menyekolahkan anaknya karena keadaan ekonomi yang sulit, tanpa berfikir panjang saya meminta si kecil, indri, untuk dipindahkan ke kediri, menemani kedua orang tua saya. alasannya, indri akan lebih bisa diatur aripada ade. dan kakak sayapun menyetujuinya.

sejak saat itu sekolah dan kebutuhan indri menjadi tanggung jawab saya. saya berusaha mencukupi apa yang dia perlukan agar sekolahnya lancar. dalam asuhan kakek - neneknya, orangtua saya, semua kebutuhannya dicukupi. meskipun tentunya tak bisa seperti anak - anak dari keluarga berkecukupan, tapi keadaan indri jauh berbeda dengan saudaranya, ade.

beberapa kali ade menelpon saya, menanyakan kabar, meminta tas, sepatu, pulsa dan entah apalagi yang dia minta. namun sebagian besar tak saya penuhi. entahlah, saya tak suka ketika seseorang terlalu demanding. semakin demanding, semakin tak saya penuhi. saya merasa, ade sangat menjengkelkan. mungkin karena dia dibesarkan di lombok, dengan kultur yang sangat berbeda dengan jawa, dia lebih terbuka mengungkapkan apa yang dia inginkan, dimana hal itu terasa tidak sopan.

dan kabar buruk pagi itu, menyelipkan penyesalan yang sangat. ade sudah meninggal senin kemarin, setelah kecelakaan motor yang dialaminya sebulan lalu, dia tak pernah membaik setelah itu. kecelakaan motor ketika dia bepergian dengan teman - temannya. ibunya pernah mengeluhkan ini, bagaimana ade sangat nakal, susah diatur.

kesedihan saya campur aduk dengan penyesalan. terlebih lagi, betapa banyak rejection yang lontarkan padanya. saat ini ade, tapi mungkin banyak anak lainnya yang saya perlakukan tidak adil. tidak dicintai dan diabaikan. perasaan ini menusuk - nusuk saya hingga hari ini. ketika di satu sisi saya begitu gembargemborkan cinta, di siss lainnya, saya tak memberikan cinta pada keponakan saya.

maaf ya, ade. dan damai selalu disana...