Monday, October 27, 2014

terapi menulis


jika ada 1 hal yang ingin saya tularkan ke anak lelaki saya, mungkin hal itu adalah.. menulis. 

10 tahun sudah saya menulis blog.
tidak semua hal tercatat di blog, tidak semua peristiwa diabadikan. ada kalanya saya bisa menulis hampir setiap hari, tapi pernah juga saya menulis hanya sekian bulan sekali. tapi setidaknya dari menulis saya belajar banyak hal.. 

saya belajar mengungkapkan perasaan. karena saya bukan orang yang bisa gamblang mengatakan saya sedang marah, atau sedang senang, atau sedang sedih. alih-alih mengatakan, yang ada mungkin air mata lebih dulu bercucuran. :D saya juga bukan orang yang bisa langsung mengucapkan argumen dan pemikiran, karena otak saya akan lebih sibuk mengamati dan menganalisa orang lain dan pendapatnya daripada saya memikirkan pendapat saya. 

dari menulis juga saya belajar untuk bersabar. karena menulis tidak bisa dilakukan dengan tergesa-gesa. belajar untuk menulis yang runut, mau tak mau berimbas pada pola pikir saya untuk lebih runut juga, karena biasanya pikiran saya adalah benang kusut. dengan menuliskan sesuatu satu per satu, saya seakan sedang membedah dan menguraikan kekusutan pikiran saya sendiri. 

menulis adalah terapi. untuk sakit hati, untuk perasaan kecewa dan untuk segala penyakit yang apabila tidak dituang, hanya akan menggerogoti pikiran. 

mungkin saya tidak akan bisa selalu menulis saat ini, tapi saya pastikan..
...saya tidak akan berhenti :) 


Tuesday, May 20, 2014

cinta dan ruang lapang bernama empati


: selepas siang, pada suatu hari. 

beginilah rutinitas yang saya lakukan setelah makan siang : membuat segelas kopi, membuka situs 8tracks.com, memilih playlist sesuai mood dan menyisihkan beberapa waktu untuk mendengarkan musik-musik yang ada disitu. membuka halaman lain untuk mencari liriknya, untuk mengetahui siapa yang menyanyikannya, kapan lagu itu dibuat, yada yada yada.

30 - 40 menit yang sangat menyenangkan. mengesampingkan beberapa pekerjaan yang mungkin belum selesai, untuk sejenak membuat diri saya merasa "penuh" dengan melakukan hal-hal yang saya senangi.

dan siang ini, satu track menyita 45 menit waktu berikutnya, berkutat dengan "sleeping at last."

musisi, yang jika saya mendengarkan lagunya, seketika membuat saya jatuh cinta. jatuh cinta pada apa saja. pada segelas kopi yang baru saya seduh. jatuh cinta pada sebuah foto di instagram, jatuh cinta pada tulisan di halaman tumblr yang dipostkan oleh seseorang yang tidak saya kenal. jatuh cinta pada kartu pos yang menempel di dinding kubikel toska.

seperti itulah perasaan yang saya rasakan ketika mendengarkan lagu-lagu sleeping at last, saya seakan dihujani oleh cinta yang sangat banyak, hingga melimpah ruah dan membuat saya ingin menyebar-nyebarkan ke segala hal yang ada di sekeliling saya. saya jatuh cinta dengan membabi buta.

tidak heran jika mereka terlibat dengan "to write love on her arms" , sebuah gerakan yang memberikan dukungan pada orang-orang berjuang untuk mengatasi depresi, hingga keinginan untuk bunuh diri. karena yang dibutuhkan untuk membantu orang-orang seperti ini hanyalah..cinta.

karena cinta yang membesarkan jiwa kita, sehingga kita punya ruang yang lebih lapang untuk dihuni oleh orang lain, oleh hal lain. cinta melahirkan ruang-ruang lapang yang membuat kita bernafas dengan lebih leluasa. sebuah ruang yang jika sedikit saja kita bagikan, bisa menjadi alasan untuk seseorang bertahan. seperti tulisan ini ....

Relapses are real, and sometimes the darkness wins; however, one lost battle does not mean a lost war. It’s not a reason to retreat. If anything, it makes one stronger, braver, and more courageous than ever before. There is a lot of triumph and heart involved in standing up after a relapse, giving yourself a second chance, or maybe even a tenth chance. It’s such a beautiful thing to dream of something better.You are worth recovery. Even in the times when it seems you have become your own enemy, you are still worthy. Even if you lose comrades along the way, you are still worth the fight.Help is not something that people only ask for in times of desperation. In those in-between days, when it all seems never-ending or worthless, we should reach for hope and love all the more. Admitting that we are weak, scared, or losing control is never shameful; it’s human. This war is won in alliances and partnerships. We’ll always need that extra push when it’s time to curse, scream, and kick at the darkness.
mari jatuh cinta setiap hari dan lahirkan ruang-ruang lapang bernama empati.

Friday, May 16, 2014

maaf yang (tidak) panjang

: untuk seorang teman. 

Waisak baru saja lewat. Momen ini, kukira adalah pengingat akan dirimu. Pengingat kalau kita pernah muda. Pengingat bahwa kita pernah cukup nekad. Pengingat bahwa kita pernah punya banyak daya, atau tepatnya nyali untuk menggelandang di Jogja, menyewa motor lalu ke Mendut, berakhir dengan Waisak di Jogja. Pengingat kesenangan-kesenangan tanpa pikir panjang yang kita lakukan bersama. 

Dan ini, adalah Waisak 5 tahun kemudian. 
Selamat merayakan hari raya Waisak. Semoga selalu damai, di hati kita, di dunia. 

Ucapan yang terlambat pastinya, bukan karena aku lupa, tapi karena baru sekarang aku punya keberanian untuk mengatakan ini padamu. Setelah bertahun - tahun, untuk apa yang terjadi di antara kita aku menyadari, aku hanya berlari. Selama ini, seringkali kukatakan, aku adalah orang yang tidak menyukai konflik dan lebih sering menghindari. Mungkin, itu semua hanyalah alasan karena aku ingin melarikan diri. 

Padahal, tidak semua orang bisa melarikan diri. hanya orang-orang yang bisa melupakan, yang bisa berlari. selebihnya, kenangan adalah muatan yang tidak bisa kita tinggalkan di belakang. 

Dan momen Waisak, pas untuk mengawali surat yang panjang dan mungkin akan membosankan ini.

Apa kabarmu, Non? 

Non. 

Mungkin panggilan ini lebih banyak kita gunakan dulu, ketimbang memanggil nama. Sehingga ketika aku menuliskan, "dear, kamu.." ada yang janggal disana. Lalu aku coba mengingat-ingat lagi, bagaimana dulu aku suka memanggilmu. Kupikir memang aku lebih sering memanggilmu Non, daripada namamu sendiri. Mungkin (lagilagi mungkin), karena panggilan itu menyamarkan selisih umur kita, mencairkan jarak - jarak dibandingkan aku harus memanggilmu dengan panggilan hormat semacam Mbak, atau Mbok. 

Panggilan yang lambat laun, memangkas sikap sopan santun antara aku dan kamu karena jarak umur kita. 

Dan kupikir, karena sopan santun yang terpangkas itulah, secara tak sadar membuatku kurang ajar padamu. Kekurang ajaran yang akhirnya membuat jarak di antara kita melebar. Kekurangajaran untuk secara semena - mena masuk ke area pribadimu, dan memasakkan pemikiranku padamu. Dulu. 

Karena tidak seharusnya aku begitu. Karena seharusnya, seberapapun dekat persahabatan kita, kamu tetaplah kamu, dan aku tetap menjadi diriku. Seharusnya aku bisa menerima keputusanmu tanpa sok mengukur dan menilai. Seperti yang kamu lakukan dulu padaku. Seharusnya aku pun bisa bersikap begitu. 

Dan untuk itu, Non.. aku minta maaf.

Aku minta maaf untuk kekurangajaranku. Untuk perkataanku yang tentunya membuatmu sebal. Untuk kelancanganku memasuki area pribadimu. Untuk tidak bisa memahami dan berada di pihakmu ketika kamu membuat keputusan. Untuk itu, aku minta maaf. 

Jika kukatakan itu semua karena aku menyayangimu, tentulah hal itu terdengar sebagai alasan basi. Karena meskipun aku menyayangimu, hal itu tidak lantas bisa membuatku semena - mena. 

Jadi, mari katakan demikian : 
Aku yang menyayangimu, telah berlaku kurang ajar. Dan aku ingin meminta maaf untuk itu. Maaf tanpa alasan yang dipanjang-panjangkan selain yang sudah kukatakan. 

Selamat hari ini, Non. Disini sudah mulai menjelang malam. Dan aku sedang duduk di sebuah kedai kopi sendirian. 

I miss you, 
-dew-

Friday, May 09, 2014

teman perjalanan waktu senggang

Suatu sore, saya sedang duduk di sebuah coffee shop di sekitaran Kuningan. Sebuah kawasan elit yang pada jam - jam pulang kantor seperti ini, ramai berseliweran orang-orang yang mungkin baru saja selesai dengan pekerjaannya, lalu pulang, atau menuju pertemuan selanjutnya.

Seperti saya hari ini, yang sedang menunggu janji bertemu dengan seorang teman.

Manusia berlalu lalang, lebih banyak yang sendirian dibandingkan berkelompok. Dengan headset yang terpasang di telinga, entah mendengarkan lagu, atau bercakap dengan teman di seberang sana. Lagi-lagi seperti saya, yang duduk sendirian, dengan headset terpasang di telinga. Mendengarkan musik, sambil menuliskan catatan ini.

Mungkin benar, telephone genggam adalah teman yang paling bisa di andalkan ketika sendirian. Dia menjadi one-stop-solution yang menawarkan segala macam hiburan yang membuat waktu menunggu, tak lagi membosankan. Mendengarkan musik, bermain games, menonton film,  bahkan mengerjakan pekerjaan. Apapun yang harus dilakukan, semua bisa dilakukan dengan telephone genggam.

Setidaknya itu yang terjadi dengan saya. Kebutuhan untuk selalu tersambung dengan pekerjaan dan pertemuan-pertemuan dengan klien yang seringkali dilakukan di luar jam kerja, mengharuskan saya memilih telephone genggam yang selain fiturnya lengkap juga harus ringan ditenteng kemanapun.

Tahan banting, nyaman dipakai bekerja (yang mana ukurannya tidak terlalu kecil), serta ringan. Nah, biasanya ketiga fitur itu jarang bisa hadir bersamaan. Biasanya yang ringan tidak tahan banting dan kecil, kalau mau tahan banting biasanya hardware nya yang kokoh, yang mana artinya berat. Biasanya seperti itu. Hingga akhirnya saya datang ke Launching Asus Zenfone beberapa waktu lalu.


Sepertinya saya tahu dimana saya bisa menemukan 3 kriteria di atas dalam satu handphone. Asus Zenfone. Tepatnya sih Asus Zenfone 5. Ukurannya pas, 5 inchi (tidak terlalu kecil sehingga nyaman untuk membalas email, serta tidak terlalu besar seperti tablet). Beratnya cuman 144 gram dan sangat tipis. Karena ini Asus, dimana biasanya produknya bandel alias tahan banting, saya berharap Asus Zenfone inipun sama.



Bentuknya pun sangat pas digenggam, belakangnya berbentuk kurva yang mengikuti lekuk tangan. Dengan kamera belakang di tengah - atas, meminilkan ganggungan ketika mengambil gambar. Layar LCDnya sendiri cukup bening, untuk handphone 5inchi seharga 2 jutaan. Belum lagi slot SIM nya yang ada 2, yang bisa dipakai jika punya lebih dari 1 nomor.


Sudah 2 minggu ini saya menggunakan Asus Zenfone ini. Dan sejauh ini cukup puas. Kebutuhan saya yang mobile dan terkadang harus membalas email dari mana saja, kebutuhan untuk bisa selalu dihubungi, kebutuhan untuk mengisi waktu sambil menunggu, atau kebutuhan untuk memotret - motret apa yang menarik di perjalanan, bisa terpenuhi.

Setidaknya, saya bisa berbagi cerita sambil menghabiskan segelas kopi seperti ini. Dan untuk saya yang #mudahbahagia , hal itu cukup.

Thursday, April 24, 2014

whenever you're confused about what to do, telling the truth is always the right answer. 

Thursday, April 17, 2014

ghandar : 4 years old


the little gentleman is turning four today. 
Hup hup huppy birthday the sun of my days... 

be kind, do the good things.
because everything starts with good things, will end well, though it might not always going fine in between. be kind, because you will not gain anything by doing the opposite. be kind, because there's nothing wrong by doing it. be kind, because it's the only thing that makes you a human.

be faithful, believing your self.
have a courage, sometimes life is hard and you have to fight for it.  don't take things for granted, because you will cherish everything more if you live it. be okay with failure, deal with it. there is always lessons to be learnt within and nothing is happen in vain.

be confident, but don't be arrogant.
be thankful, believing all the things that happen to you is the best. but stay humble, because there is always something bigger than you.

be honest, no matter how hard it is.
because lies only lead you to another lies, and you might be lost. be honest to yourself, speak the truth and stands for the right.

** other birthday notes :
3rd - http://catatanlepas.tumblr.com/post/48165760434/the-little-gentleman-is-turning-three-today-hup
2nd - http://secret-silence.blogspot.com/2012/04/17-april-catatan-kedua.html
1st- http://secret-silence.blogspot.com/2011/04/satu-tahun.html

Wednesday, April 16, 2014

Welcoming new smartphone!

Sudah hampir 3 bulan nomor XL lama saya sudah tidak bisa dihubungi karena handsetnya mati. Sebenarnya pengen mencari handset baru untuk nomor ini, mengingat sudah hampir 12 tahun saya memakai nomor yang sama, dari pertama kali kerja. Jadi ketika ada teman-teman dari eks kantor ingin menghubungi, mereka masih bisa menghubungi saya di nomor ini. Hingga 3 bulan lalu.

Pertimbangan untuk membeli handset tambahan ini sebenarnya lebih ke masalah harga. Pengennya sih se-smart handset pertama, tapi ngga mau se-overprice itu juga. Sayang duitnya :D

Dan dalam rangka mencari handset ini, saya datang ke beberapa gerai untuk survei, sekaligus mengiyakan undangan-undangan jika brand yang meluncurkan produk baru , yang sekiranya masuk budget. Nah, saya terkesan sekali ketika mendatangi peluncuran mobile phone-nya ASUS. Ngomongin ASUS sih, sebenarnya brand ini favorit saya untuk kategori hardware. Produk-produk mereka untuk PC atau Notebook lumayan tahan banting dengan umur yang lebih panjang dibanding produk sejenis. Nah, apa kabar handphonenya? Harapan saya sih, sebandel PC atau Notebooknya.



Jadi, smartphone ASUS yang dibranding dengan nama ASUS Zenfone ini adalah produk smartphone pertama mereka setelah hampir 10 tahun research. Waktu yang lama ya? Setelah produknya siap diluncurkan, tidak heran kalau acara peluncurannya dibuat semegah mungkin. Acara yang diadakan di Hotel Pullman Central Park Jakarta barat kemarin berskala Asia Pasifik, jadi dihadiri tidak hanya ornag Indonesia saja, tapi juga dari SIngapura, Malaysia dan Vietnam. Mungkin 3 negara ini adalah pangsa pasar terbesar di Asia Pasifi, meski tetap dong juaranya Indonesia. :D Dari Indonesia sendiri bukan cuma mengundang netizen dan media dari Jakarta, tapi hampir dari semua kota ada. Saya bertemu Om Yahya dari Jogja, ada yang datang dari Manado, Jambi dan Riau. Wow!



Dari segi acaranya pun dibuat semenarik mungkin. Kalau biasanya peluncuran produk hanya berupa seremonial lalu makan siang, peluncuran ASUS Zenfone kemarin bisa dibilang sangat lengkap. Di sesi "In Search of Incridible", Jonney Shih -Chairman on ASUS- menceritakan hal-hal apa saja yang menginspirasi produk ini, bagaimana produk ini dihasilkan dari observasi mengenai kebutuhan manusia di masa saat ini, yakni Social, Long life and Mobile. Sesi berikutnya lebih seru lagi, ada "Technical Seminar" yang menghadirkan beberapa pembicara: dari research, design hardware, dr team Inteal yang support untuk prosessor ASUS Zenfone dan dari team software development-nya yang menjelaskan dengan rinci masing-masing bagian. Kita yang hadir jadi lebih tercerahkan.

Apalagi saya, yang ketika disebut harganya langsung menjadi cerah! Hahaha. Jadi, produk ASUS Zenfone ini ada 3 macam, bergantung pada lebar layarnya, yakni Zenfone 4, 5 dan 6. Angka tersebut adalah ukuran dalam inch. Untuk harga Zenfone 4 yang warna-warnanya fancy (merah, kuning, hijau, putih dan purple) dilepas dari mulai dari 1 jutaan, sedangkan yang Zenfone 5 harganya mulai dari 2 jutaan. Yang lebih wow, Zenfone 6 yang dari ukurannya dibawah tablet sedikit, dijual dari harga 3 jutaan. Tapi berhubung smartfone saya sekarang ukurannya hampir sama dengan yang Zenfone 6, saya lebih tergiur dengan Zenfone 5nya.



Dari pemaparan design , user interface dan software-nya sih sangat menggiurkan. Cuma saat ini produknya masih bisa dibeli dengan  sistem pro-order, jadi saya menunggu pesanan saya datang dulu ya, sebelum bisa share pengalaman memakainya. Ngga sabar!

Friday, April 11, 2014

pemilih pemula



: 31 tahun dan akhirnya saya memilih juga.

Jika melihat umur, harusnya tahun 2004 dan 2009 saya sudah bisa mengikuti pemilihan umum. Tapi berhubung di tahun-tahun itu saya masih nomaden yang berpindah - pindah dari satu kost ke kost lain di Bali berbekal kartu Kipem (Kartu Identitas Penduduk Sementara),dan pulang ke Kediri untuk ikut Pemilu rasanya sangat tidak mungkin, maka di 2014 adalah kesempatan pertama saya untuk memilih.

Sebenarnya alasan lokasi dan kartu tanda penduduk juga bukan alasan utama sih, tapi di tahun 2004 dan 2009 lebih karena saya acuh dan apolitis. 1998 reformasi, 1999 pemilu pertama setelah reformasi dan meskipun saya belum punya hak memilih, sebenarnya saat itu saya mempunyai harapan yang sangat tinggi. saya bayangkan demokrasi akan berjalan, fox populi fox dei, tapi pada kenyataannya runtuhnya rezim orde baru yang kental kolusi, korupsi dan nepotisme, berganti menjadi masa reformasi yang...kurang lebih sama. anggota dewan yang harusnya mewakili suara rakyat, hanya memperkaya diri sendiri. bahkan lebih parah dari tahun-tahun sebelumnya, siapa saya yang punya modal, bisa mengajukan diri sebagai wakil di legislatif. 1999 hingga 2004 tidak ada harapan perbaikan, hingga 2009 dan pemerintahan sama saja. yang membedakan hanya seringnya reshuffle kabinet, ganti-ganti menteri sampai akhirnya saya tidak tahu siapa menteri dalam negeri yang menjabat kala itu.

15 tahun setelah runtuhnya orde baru, 15 tahun reformasi, 2 kali pemilu dan saya memilih status quo, Indonesia masih begitu-begitu saja.

Hingga akhirnya pertengahan tahun lalu, saya membantu seorang klien yang ingin terjun di politik dan bersiap untuk 2014 ini. Mau tak mau saya yang acuh dan pesimis, belajar lagi dari nol. belajar tentang politik, belajar mengenali pola dan belajar untuk lebih peduli pada indonesia. dan jalan satu-satunya untuk peduli pada kebijakan - kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dimulai dengan, memilih orang-orang yang duduk di pemerintahan. Naif ya? Tapi ya memang begitu, karena kalau saya tak memilihpun, pemerintahan tetap jalan, kebijakan tetap dibuat, oleh orang-orang yang saya tidak tahu siapa.

Jadi begitulah, tanggal 9 April lalau saya pun memilih anggota legislatif untuk pertama kalinya.Saya dan suami terdaftar di TPS yang berbeda, sehingga kami harus bergantian memilihnya. Dan Ghandar ikut masuk ke bilik suara di 2 TPS tersebut, bertanya tanya apa yang kami lakukan, kenapa kami menusuk kertas dengan paku, dan apa yang kami tusuk. Ini adalah salah satu alasan lainnya kenapa saya memilih di tahun ini : karena saya ingin Ghandar mengenal haknya untuk bersuara sejak dini.



Berhubung saya terdaftar di daerah yang mempunyai DPRD kota, maka ada 4 kartu yang harus saya "coblos" (errrr....literally coblos dengan menggunakan paku lho!). Hijau untuk DPRD Kota, Biru untuk DPRD Provinsi, Merah untuk DPD dan Kuning untuk DPR RI. Enaknya di Pemilu kali ini, sudah banyak website - website yang memuat profile calon legislatif, jadi lebih mudah untuk mengetahui rekam jejak mereka. Selain dari http://kpu.go.id , ada juga http://jariungu.org atau http://bersih2014.net

Dari sini saya berusaha screening siapa saja yang akan saya pilih.  3 minggu waktu yang saya punya sebelum 9 April, sedangkan anggota caleg yang harus saya screening ada ratusan jumlahnya. Begini kurang lebih sistem yang saya pakai untuk screening awal :


  1. untuk caleg DPR RI saya persempit dengan mencoret daftar-daftar caleg dari partai yang menjagokan capres-capres pelanggar HAM, mempunyai dosa kemanusiaan, serta partai yang kalau kampanya memanfaatkan media nya untuk black campaign ke partai / tokoh lain. Suara kursi partai di DPR RI berpengaruh sekali terhadap jumlah suara yang menentukan lolos/tidak presidential treshold sehingga partai tersebut bisa mengajukan capres. karena itu saya memilih untuk memberikan suara dan memperbesar kesempatan pada partai yang mengusung orang baiksebagai presiden. 
  2. Untuk caleg DPRD Kota dan DPRD Provinsi, berhubung saya tinggal di Depok - Jawa Barat dimana masalah utamanya adalah intoleransi agama dan pendidikan serta kesejahteraan, maka saya coret partai - partai yang pernah mendukung/terlibat intoleransi agama. Saya coret partai yang kadernya menjabat / pejabat incumbent dan membuat kebijakan-kebijakan aneh yang saya pikir tidak masuk akal.
  3. Untuk DPD karena tidak ada unsur partai, saya murni mempertimbangkan rekam jejak personel yang bersangkutan.
Dengan mengesampingkan partai - partai dengan kriteria di atas, sebenarnya saya bisa saja rugi karena mungkin mengabaikan sosok-sosok bagus yang berasal dari partai tersebut. Tapi itu adalah resiko yang harus saya ambil, dan sebagai kompensasinya saya memanfaatkan waktu yang minim tersebut untuk memilih caleg-caleg terbaik dari partai yang tersisa dan memastikan rekam jejak mereka.

Dan beginilah akhirnya... 


Wednesday, March 26, 2014

hujan yang menghangatkan

sudah lewat dari tengah hari, tapi cuaca di luar hampir menyerupai maghrib. dengan suasana yang hampir remang, karena mendung menggantung dengan tebalnya. kupikir, sebentar lagi akan hujan. dan seorang teman kantor, perempuan mengagumkan, baru saja berbagi playlist yang akan membuat suasana seperti ini, menjadi begitu sempurna.


bukankah ini yang kita butuhkan? sesuatu yang menyenangkan untuk membuat hujan yang kukira akan turun sebentar lagi, menjadi sesuatu yang menghangatkan. segelas kopi mungkin, atau sebuah buku untuk melengkapi. atau sederhana, hanya deretan lagu yang ada disitu.

perasaan hangat ini, belakangan menjadi hal yang seringkali kurasakan. entah ketika mendengarkan lagu yang bahkan judulnya pun tak aku tahu, membaca status facebook seorang teman yang sudah jarang bertemu, atau ketika membaca kabar baik tentang negeriku.

kukira, rasa hangat yang mengalir itu..adalah rasa bahagia. dan kukira, belakangan memang aku menjadi mudah bahagia. lebih bisa menghagai sesuatu tanpa bertanya ada apa di baliknya, menerima semua kejadian begitu saja, tanpa banyak prasangka.

bukankah lebih baik begitu? karena lagi-lagi aku percaya, bahwa segala sesuatu memang mempunyai alasan, apapun itu. dan dengan tahu apa alasannya, tak selalu baik buatku.

some things are better served just as it is.

Friday, March 14, 2014

Resep - Nasi Bakar Peda


Ikan asin never fails me!

Ikan asin jenis apapun diolah bentuk bagaimanapun, selalu sukses membuat saya makan banyak, dan selalu menggagalkan diet. Tapi namanya juga doyan, pada hari-hari tertentu dimana saya berniat membabi buta memakan apa saja, saya sempatkan untuk memasak ikan asin sebagai salah satu menunya. Kayaknya gini : rugi banget makan banyak tapi ngga nikmat! Dan ikan asin adalah sumber kenikmatan! Hahaha.

Jadi begitulah alasan kenapa akhirnya saya buat Nasi Bakar Peda ini. Mirip-mirip nasi goreng, tapi rasanya lebih juara! Yah, sebanding lah dengan repot waktu membuatnya. :D

Saya suka otka-atik resep, dan akhirnya ini adalah resep nasi bakar paling pas menurut saya.

Bumbu - bumbu :

  • 10 siung bawang merah - iris tipis
  • 5 siung bawang putih - iris tipis 
  • 10 cabai rawit (tergantung selera) - iris tipis
  • 1/4 kg ikan peda (atau 3 ekor) - digoreng, diambil dagingnya. 
  • 2 potong oncom (hmm..biasanya sih saya beli seharga 2rb, dipotong dadu) 
  • 2 genggam daun melinjo ( atau kalau beli 2rb juga, diambil yg muda ) 
  • 1 ikat kemangi - diambil daunnya 
  • 1 jeruk nipis - diambil airnya 
  • garam secukupnya 
  • 15 lembar daun salam 
  • 3cm lengkuas dipotong tipis
  • Duan pisang untuk membungkus 
  • Nasi putih 6 - 7 porsi 
  • Minyak untuk menumis bumbu. 
Cara memasak : 
  1. Tumis bawang merah, bawang putih dan cabai.
  2. Setelah matang masukkan ikan peda, oncom, daun melinjo, daun kemangi dan perasan jeruk nipis. Tambahkan garam .& lengkuas
  3. Masukkan nasi putih, aduk hingga rata. 
  4. Bungkus seperti lontong menggunakan daun pisang. Setiap bungkusan alasi daun salam. Kukus sebentar kurang lebih 10 - 15 menit. 
  5. Angkat dan bakar ( bisa gunakan wajan anti lengket kok, sampai daunnya gosong ) 
Catatan : 
  • Sebelumnya bumbu saya uleg, ternyata diiris lebih pas. Rasanya tidak terlalu tajam tapi tetap berasa. (errrrr.... ) 
  • Daun salam sengaja tidak saya campurkan ke nasi dan hanya jadi alas. Karena nasinya sendiri sudah penuh dengan daun melinjo , takutnya agak sulit membedakan. 

Monday, March 10, 2014

memilih sekolah



Jeng jengggg!

Ghandar sudah mau 4 tahun bulan depan! sejak usianya lewat 2 tahun, sepertinya pertumbuhannya tidak terlalu berasa dan tau-tau ini anak udah mau 4 tahun saja, terutama buat emaknya. Mungkin karena perkembangan motorik kasarnya sebagian besar sudah dicapai di usia 2 tahun, jadi setelahnya lebih banyak perkembangan emosi dan komunikasi, which is tidak terlihat kasat mata. Hmmm, berasanya sih ini anak jadi lebih ngeyelan kalau berargumen, dan sudah tidak bisa disuruh semena-mena, semua harus ada alasan. Hahaha.

4 tahun, maka tibalah kegalauan kami orang tua untuk..memilih sekolah untuknya! Tahun ajaran baru Juli nanti usia ghandar akan masuk 4 tahun 3 bulan, katanya di usia ini anak sudah bisa masuk TK. Jadi begitulah, kami memutuskan untuk survei ke beberapa TK yang jaraknya masih masuk jangkauan dari tempat tinggal.

Dulu alasan saya dan suami untuk membeli rumah di Depok salah satu pertimbangannya adalah masih banyak sekolah bagus dan terjangkau dari jarak dan biaya. Tapi ketika sudah saatnya cari sekolah, ternyata bagus dan terjangkau (biayanya) saja tidak cukup menjadi pertimbangan. Mungkin juga karena saking banyaknya sekolah yang bagus-bagus, akhirnya yang ada kami malah bingung.

Sekolah A, agamanya bagus, tapi doktrinnya agak menghawatirkan. Sekolah B, melatih anak mandiri dengan active learning , tapi motorik halus dan emosinya kurang terasah. Sekolah C, terlalu bertumpu pada akademis. dan seterusnya, dan seterusnya. Bisa ngga sih yang bagus-bagus dari sekolah itu diambil dan dikumpulkan di satu sekolah? You wish!

Pada kenyataannya memang tidak ada yang sempurna, sesuatu pasti terdiri dari strength and weakness, dan sekali lagi, ideal itu hanya ada di angan-angan! Hahaha.

Dan kalau sudah bingung begini, akhirnya kembali ke Hirarki Nilai Keluarga-nya Mba @AlissaWahid . Hirarki nilai keluarga ini semacam obat jamu deh buat saya dan suami. Untuk fokus ke tujuan keluarga sekaligus membentengi diri dari godaan-godaan menggiurkan promosi sekolah-sekolah itu :D

Jadi, berdasarkan prioritas keluarga kami, akhirnya kami membuat kriteria-kriteria dalam memilih sekolah, disempitkan menjadi 4 saja, yakni :

  1. Jarak, ini yang paling penting. Kami tidak ingin anak terlalu lama di perjalanan, kelelahan atau stress, sehingga ketika sampai di sekolah, sudah tidak bersemangat. 
  2. Sekolah yang plural. Kami ingin  anak mengenal perbedaan-perbedaan sejak dini dan menghargainya, karena sampai dia tua nanti dia akan dihadapkan pada perbedaan-perbedaan. 
  3. Sekolah yang memberikan kebebasan ke anak untuk bersuara / active learning. Memupuk rasa percaya diri anak ini susah-susah gampang. Kebablasan anak bisa jadi sombong, kurang anak bisa minder. Tapi untuk public space , dalam hal ini sekolah, saya inginnya yang bisa membuat ghandar pede untuk bersuara / melakukan sesuatu. Kalau kepedean, nanti biarkan kami orang tuanya yang ngerem. 
  4. Sekolah yang bahasa pengantarnya adalah bahasa Indonesia. Atau kalau mengajarkan bahasa asing, itu adalah ekstra kulikuler atau tambahan. Saya ingin Ghandar bisa berbahasa Indonesia lebih baik dari saya. 
4 kriteria itu tentu bagi setiap orang berbeda, dan tentu bukan yang paling sempurna. Tapi, itu cukup sesuai dengan , lagilagi, hirarki nilai keluarga kami. Dan syukurlah, akhir bulan lalu ghandar sudah diterima di sekolah yang setidaknya memiliki 4 kriteria itu. Untuk kriteria-kriteria lain seperti pelajaran agama, kemampuan akademis, perkembangan emosi dll , adalah tugas orang tua untuk melengkapi bukan? 

Pas trial kemarin sih, sepertinya oke. Kelompok anak-anak di kelas itu sangat welcome  dengan anak baru, bahkan aktif. Mereka mengajak siapa saja bicara, tidak hanya Ghandar, tapi juga emaknya. Dan buat saya ini menarik. Ghandar agak2 introvert atau solitaire, jadi saya perlu bantuan lingkungan lain, yakni sekolah, yang bisa menstimulus interaksinya dengan orang lain. Setidaknya membantunya berkomunikasi dengan baik, karena komunikasi adalah hal penting untuk bekalnya kelak.

Wish us luck! 

Saturday, February 22, 2014

Lemper Jawa

Bukan bermaksud rasis, tapi memang begitulah tetangga yang pertama kali membuatnya, menyebut lemper jenis ini. Mungkin maksudnya lemper tradisional, yang ribet dan jauh dari kata praktis. dan Jawa adalah nama yang pas untuk menggambarkan hal itu bukan? :D

Yang membedakan lemper ini dengan lemper fushion alias masa kini (halah!), selain prosesnya yang ribet, adalah daya tahan yg lama tanpa pengawet. Hal ini dikarenakan beberapa proses yang harus dilewati sampai lemper siap makan.

Bahan - bahan:
- beras ketan 500gram
- santan kental dr 1/2 butir kelapa jadi 300ml.
- garam 1 sdt
- daun salam 3 lembar
- abon sapi/ayam/ikan secukupnya.
- daun pisang dan lidi/tusuk gigi untuk membungkus.

Cara membuat :
1. Kukus beras ketan selama 20 menit.
2. Sesaat sebelum ketan selesai dikukus, rebus air kelapa, garam dan daun salam hingga mendidih.
3. Masukkan ketan ke dalam air kelapa, aron lalu dikukus lagi kurang lebih 30 menit hingga matang.
4. Ambil sesendok ketan, isi dengan abon, bungkus daun pisang. Lakukan sampai ketan habis. Yang sabar ya! :D
5. Kukus kembali lemper yg telah dibungkus selama 20 menit

Voilaa...semua keribetan sebanding dengan enaknya lemper yg bisa dinikmati kok! Oiya..unt 500grm ketan bisa menjafi 20 - 25 bungkus.

Posted via Blogaway

Posted via Blogaway


Posted via Blogaway

Wednesday, February 19, 2014

tebu dan kata "cukup"


pagi ini saya melihat di wall teman kantor, mba susie,  gambar potongan tebu. tidak ada yang istimewa dari tebu, kecuali dia adalah batang yang saat ini hampir langka ditemukan, setidaknya di jakarta. dan melihatnya lagi pagi ini, seperti menyeret ingatan ke masa kanak-kanak, dimana ingatan tentang tebu adalah hal-hal yang menyenangkan.

saya berasal dari sebuah desa dimana ladang tebu sangat banyak jumlahnya. dan ketika musim panen tiba, tebu-tebu tersebut akan diangkut oleh cikar, gerobak besar yang ditarik oleh 2 sapi, dari ladang hingga ke tempat penyimpanan. biasanya, ketika musim panen tiba, kami (saya dan anak-anak lainnya) akan ikut sibuk ke ladang entah punya siapa, mengambil sisa-sisa batang tebu yang tidak diangkut. atau, kami diam-diam menarik batang tebu dari Cikar yang sedang berjalan. atau, kadang jika si bapak penarik cikar sedang berbaik hati, kami boleh menumpang Cikarnya sambil makan tebu, hingga sampai di rumah. kebetulan rumah saya berada di jalanan utama yang sering dilalui oleh Cikar.

suatu hari, karena keasyikan menunggu Cikar yang lewat mengangkut tebu, kami baru pulang menumpang Cikar ketika Maghrib hampir tiba. di samping rumah (jalan kecil yg sering dilewati cikar), ibu sudah menunggu dengan muka yang ampun nian menakutkannya. Waktu kecil, ketakutan saya bisa dihitung jari. Yang pertama adalah melewati pohon mangga besar yang usianya lebih tua dari kakak saya, yg memisahkan rumah simbah dan budhe. entah kenapa saya selalu membayangkan banyak setan bergelantungan saking besarnya pohon itu. Yang kedua adalah melihat ibu murka. karena jika ibu sudah murka, entah apa yang menyusul kemudian. Bisa cubitan yang akan membekas biru di paha, bisa juga jeweran yang menyakitkan telinga, atau hm..bonus yang menjadi hukuman.

ibu sudah sering melarang kami makan tebu, karena bisa bikin batuk lah, biar tidak keluyuran di ladang lah, dan tidak elok melihat anaknya menarik-narik batang tebu dari cikar. untuk membuat kami jera, ibu menghentikan cikarnya dan meminta beberapa batang tebu ke si bapak yang mengangkutnya. sebagai hukuman, beberapa batang tebu yang banyak jumlahnya itu..ibu suruh habiskan! kalau sekarang sih mungkin saya bilang, "ya ngga gitu juga kali bu...", tapi waktu itu jangankan ngeles, membantah sedikit saja bisa panjang urusannya. hahaha. maka dengan sangat terpaksa, kami menyesap batang-batang tebu itu hingga sakit tenggorokan :D

sebenarnya jika disuruh pilih, mending saya dijewer atau dicubit deh daripada dihukum menghabiskan tebu. jenis hukuman ini paling menyebalkan, karena akan meninggalkan trauma pada kesenangan kami. selain tebu, hukuman serupa dikenakan juga pada saya yang ngeyel untuk makan sambal bawang terus, hanya mau makan wortel dan tidak makanan lainnya, dll.

tapi memang begitulah tujuan ibu menghukum, agar kami anak-anaknya tidak terlalu fanatis menggemari sesuatu dan tahu batas-batas "cukup". agar kami tidak rakus, agar kami bisa memutuskan berhenti sebelum disuruh berhenti. agar kami tahu, sebaik/seenak apapun sesuatu, jika berlebihan tidak lagi menyenangkan. 

kalau menengok gaya pengasuhan orang tua dulu dan membandingkan dengan gaya-gaya orang tua sekarang, berasa banget betapa dulu saya dididik dengan sangat keras. meskipun demikian, tak ada sedikitpun dendam. karena pikiran bahwa orang tua melakukan itu adalah hal yang wajar. wajar karena orang tua ingin membekali anaknya dengan menanamkan nilai-nilai yang bisa menjadi pegangan di hidupnya kelak. wajar karena dilakukan dengan alasan, untuk kebaikan saya.

ini pulalah yang saya terapkan pada #anaklanang sekarang. komunikasi. jadi dia memahami alasan kenapa kami orang tuanya melakukan hal demikian. kenapa kami marah, kenapa kadang kami menghukumnya dengan tidak jajan, atau menonton tivi. kenapa dia terkadang tidak boleh memakan makanan tertentu padahal di kesempatan lainnya dia boleh. kenapa tidak semua yang diinginkan selalu ada. kenapa kami mengatakan tidak dan membuatnya kecewa. 

sekaligus saya mengajarkan tentang rasa percaya, bahwa dia memahami komunikasi kami dan tidak melakukannya sembunyi-sembunyi, seperti dia mempercayai bahwa apapun yang orangtuanya lakukan, adalah yang terbaik untuk kami.

Tuesday, February 18, 2014

Kangkung Taoco Teriyaki

Karena bosan dengan menu Mba Ila (koki kantor) yang baik hati dan selalu memasakkan makanan untuk kita, makan siang di kantor hari ini potluck.

Berhubung semua sudah membawa lauk pauk yg banyak banget macamnya, maka saya pilih masak sayur saja, dan dimasak di kantor pula.

Tumis kangkung taoco rasa teriyaki (nah lho!)

Bahan :
- 5 siung bawang merah
- 5 siung bawang putih
- 1 batang daun bawang
- 5 cabe rawit
- 1 sdm taoco
- 3 sdm teriyaki
- udang
- daging ayam dipotong tipis
- telur puyuh
- kangkung
- garam secukupnya

Note : udang, daging ayam dan telur puyuh disesuaikan dengan ketersediaan dan bisa diganti.

Cara memasak :
1. Tumis bawang merah hingga layu, masukkan bawang putih dan daun bawang. Lalu masukkan cabe dan daun bawang. Masak hingga kecoklatan.
2. Masukkan udang, ayam, telur puyuh. Tumis hingga warna dagung berubah. Masukkan taoco dan saos teriyaki, dan garam secukupnya.  Tambahkan sedikit air.
3. Masukkan kangkung, tumis hingga layu.

Dann...selamat makan siang hingga kenyang!


Posted via Blogaway

Monday, February 17, 2014

even so, we'll be living on



Have I told you that I'm the biggest fan of Eita recently? 

Yup, recently, after I saw him on Saikou No Rikon. Okay, I'm falling in love in a weird way. Di Saikou no Rikon, Eita berperan sebagai suami yang nerd dan perfeksionis, dan seringkali menyebalkan. Meski kalau dilihat track recordnya, Eita sendiri sudah membintangi beberapa serial j-drama dan film, tapi baru di Saikou No Rikon ini, bisa saya bilang dia...Outstanding! Padahal sebelumnya sudah nonton Tokyo Friends dan Nodame Cantabille, tapi mungkin peran / cerita yang biasa, tidak bisa membuat saya terkesan. Yah, muka Eita sendiri biasa dan ngga ganteng-ganteng amat, beda dengan Matsumoto Jun atau Haruma Miura yang gantengnya kebangetan. Tapi biasanya cowok-cowok yg gantengnya kebangetan lebih cepat bikin eneg sih :D

Setelah nonton Saikou No Rikon, akhirnya saya nonton drama / film Eita lainnya. Dimulai dengan Sunao Ni Narenakutte yg bercerita ttg persahabatan 5 pengguna Twitter di Shibuya, dimana Eita berperan sebagai forografer, Di Kyokuhoku Rhapsody sbg dokter di rumah sakit yg hampir bangkrut,  di Lucky Seven sebagai detektive, dan di April Bride dimana dia menjadi suami idaman semua wanita di dunia. Hahaha.



Ada satu drama yang sebenarnya tertarik untuk nonton, tapi membaca sinopsisnya, sepertinya ini bukan jenis drama yang bisa ditonton sambil menyeruput teh atau sambil menunggu suami jemput di kantor :D Hm, sebenarnya j-drama mempunyai tipikal yang sama, yakni punya alur cerita / ending yang tidak biasa, jadi setiap judul memang mengejutkan, atau akan menjadi sangat menyedihkan. Dan seperti itulah gambaran drama ini, "Soredemo, Ikite Yuku" yang akhirnya saya tonton di akhir pekan kemarin hingga hari ini (baru sampai episode 6 dari 11 episode). Drama ini bercerita tentang konflik emosi yang ditinggalkan pada 2 keluarga, setelah seorang anak laki-laki sebuah keluarga, membunuh anak perempuan keluarga lainnya yg berusia 7 tahun. Cerita dimulai 15 tahun kemudian setelah kejadian, dimana kakak tertua korban, Fukami (yg diperankan Eita), bertemu dengan adik perempuan si pembunuh, Futaba ( Hikari Matsushima) dan keduanya jatuh cinta. If you think this is about love story, then you got it wrong.

Dari situ mulai dibedah emosi masing-masing anggota keluarga, baik keluarga pembunuh maupun keluarga korban. Bagaimana peristiwa pembunuhan ternyata tidak hanya berefek kesedihan yang panjang pada keluarga korban yang ditinggalkan, dimana sang ibu, sang bapak, sang kakak mempunya alasan masing-masing untuk merasa bersalah terhadap kematian anak/adiknya. Rasa bersalah yang dicari-cari dan menjadi emosi yang mengendap untuk membenarkan kesedihan mereka selama 15 tahun. Membuat keluarga tersebut ,instead of, berkumpul bersama menghadapai kesedihan, justru tercerai berai. Sang kakak hidup dengan bapaknya, sang ibu menikah lagi. Ketika melihat ini, saya merasakan alasan yang dicari-cari dan kehidupan yang tercerai berai adalah sebuah pelarian. Pelarian seperti ketika kita tidak bisa menghadapi kesedihan, lalu berpindah pekerjaan, berpindah ke kota lain, melakukan hal-hal yang berbeda dari yang biasa kita lakukan sebelumnya. Semata-mata karena kita tidak mampu menghadapi hal-hal yang akan mengingatkan kita pada masa lalu.

Imbas yang sama juga dialami keluarga pembunuh, bagaimana keluarga tersebut harus menghadapi cacian dan makian, bagaimana mereka harus menerima disebut keluarga pembunuh dan harus bertanggung jawab atas tindakan anak lelaki mereka. Keluarga pembunuh, adalah pembunuh. Sang bapak kehilangan pekerjaan, mereka berpindah - pindah dari satu kota ke kota lainnya, karena di setiap kota yang mereka tinggali, selalu ada yang mengganggu mereka dengan peristiwa pembunuhan tersebut. Kedua keluarga sama - sama berlari dari kesedihan, yang membedakan keluarga kedua dengan keluarga pertama adalah, instead of mereka tercerai berai, mereka memilih untuk bersama dan menafikkan keberadaan anak pertama yg pembunuh tersebut. seperti halnya ketika sedih yang sangat dan kita tidak kemana-mana, kita memilih untuk berfikir bahwa penyebab kesedihan atau kesedihan itu sendiri, tidak pernah ada.

Terlepas dari problem utama yakni pembunuhan gadis usia 7 tahun, saya kira apa yang dialami setiap tokohnya sangat lekat dengan kehidupan kita sehari-hari hari. Mungkin kita adalah si adik pembunuh, Futaba,  yang awalnya tidak bisa menerima tindakan sang kakak yang seorang kriminil dan tetap menganggap si pembunuh tetaplah kakak, mungkin kita adalah si kakak dan bapak korban, yang tinggal bersama - sama dan tetap tidak beranjak dari peristiwa 15 tahun lalu, menghadapi kesedihan dengan ambisi untuk balas dendam pada sang pembunuh. Mungkin kita si ibu korban, yang lari dari kesedihan dengan bercerai, kemudian menikah lagi. Mungkin kita adalah dia yang hingga 15 tahun kemudian akan mengatakan, "Daijobu desu. (saya baik-baik saja)" meskipun di dalam hatinya dia dipenuhi oleh kesedihan dan prasangka. Mungkin kita adalah sang bapak dan ibu pembunuh yang tidak pernah berani berhadapan langsung dengan keluarga korban dan meminta maaf, karena kita berfikir maaf tidak cukup. Hingga episode 6, belum banyak yg diceritakan mengenai Fumiya, pembunuh, sehingga saya tidak tahu bagaimana penokohannya.

Shit happens and some of us is feeling hard to deal with it. Even so, we'll be living on.


Dan Soredemo, Ikite Yuku , bercerita tentang bagaimana kedua keluarga tersebut akhirnya memilih untuk berhenti berlari dari kesedihan dan kenyataan, memberanikan diri untuk menghadapinya. Keluarga korban yang akhirnya berani untuk bertemu keluarga pembunuh, untuk menjawab semua prasangka dan pikiran mereka selama ini. Apakah keluarga pembunuh baik-baik saja? Apakah mereka tidak menderita seperti keluarga korban? Apakah mereka masih merayakan Natal yg selama 15 tahun menghilang dr keriaan keluarga korban? Apakah mereka berbahagia? Bukankah itu adalah pertanyaan-pertanyaan yang sama yang terkadang ingin kita tanyakan pada orang-orang yang pernah bersimpangan dengan kita dan kemudia menempuh jalan yang berbeda?

"Soredemo, Ikite Yuku" mempunyai alur yang sangat lambat, bahkan terkadang di satu episode tidak ada progress. Jika tidak sabar, maka menjadi sangat membosankan. Yuji Sakamoto, penulis yang sama dengan Saikou no Rikon, Woman dan Crying Out Love, in the Center of The World, sangat bisa mempermainkan emosi penonton, seolah-olah kita adalah tokoh-tokoh di drama itu. Dengan sinematografi yang ciamik, plot yang sangat jujur dan setting tempat yang seolah-olah tidak beranjak dari masa lalu, drama ini menjadi sangat realist. Eita, seperti di "Saikou No Rikon", total memerankan kakak korban dan emosinya. Dan Hikari Matsushima, akan menyeret emosi kita menjadi seorang adik yang takdirnya ditentukan oleh tindakan kriminal kakaknya, seperti kita ikut menanggung beban yang dia rasakan.

Overall, "Soredemo, Ikite Yuku" is worth to watch, maybe with a cup of coffee in a  dreary or cloudy day, something worthy to watch if you need to find your true feelings while counting the rain's pouring. 

Friday, February 14, 2014

memaknai persimpangan

image


: catatan tertinggal untuk usia yang makin menua dan kasih sayang yang jatuh pada hari ini.

seminggu, sebelum usia 30, tahun lalu. pada perjalanan pulang di jakarta yang gerah.

seharusnya hari itu aku berdiam di rumah, sebelum perjalanan dinas ke luar kota keesokan harinya. memeluk erat perasaan risau ketika memasuki usia 30 tahun, merasa tua, rendah diri, merasa tidak lagi menarik dan istimewa, merasa tak berguna dan kacau yang biasa-biasa saja. -tentu saja itu berlebihan, tapi mari kita anggap itu adalah lonjakan hormon yang membuat emosi meletup-letup dan segala pikiran berkecamuk.- tapi karena ada meeting yang harus didatangi, maka akupun ke jakarta dan pulang dengan tergesa-gesa. menumpang kereta ekonomi yang datang secepatnya. perempuan menjelang usia 30 tahun yang merasa tua, rendah diri, tidak menarik, tiba-tiba dipertemukan  dengan seorang lelaki yang tampannya hampir mustahil, di gerbong kereta ekonomi. Yang pada stasiun berikutnya, lelaki itu berdiri dengan sopan di belakangku, entah apa alasannya. awalnya kukira dia copet, tapi sepertinya dia terlalu tampan untuk itu. hingga pada stasiun-stasiun berikutnya, aku yakin dia disana untuk melindungi tubuh yang jauh dr kesan tak berdaya ini dari jejalan dan dorongan di gerbong kereta yang sangat padat. ternyata kami turun di stasiun yang sama, dan cerita berakhir begitu saja. karena, aku bahkan tak bisa mengingat siapa namanya. dan samar-sama melupakan wajahnya.

lelaki yang tampannya mustahil, berbaik hati untuk melindungi wanita yang usianya memasuki 30 tahun, merasa kucel, tidak menarik, rendah diri dan perasaan kacau lainnya. Untuk apa?

Lalu pada beberapa tahun sebelumnya. Di sebuah stasiun juga, di bandung. Ibu-ibu tua tiba-tiba bercerita panjang lebar tentang perjalanannya mengurus pensiunan sang suami. ke jakarta lalu tidak menyisakan uang sepeserpun. bertemu denganku yang di stasiun itu adalah sebagai pelancong, dengan membawa satu tas besar berisi belanjaan baju yang sebenarnya tak sungguh-sungguh aku perlu. lalu kuulurkan selembar lima puluh ribuan yang kukira akan cukup membantu. kemudian kereta datang, lalu kami terpisah oleh rel. lagi lagi entah siapa nama si ibu dan nama mendiang suaminya.

ibu-ibu janda yang mengurus pensiunan mendiang suaminya, kehabisan uang, bertemu dengan perempuan pelancong yang menenteng belanjaan barang-barang yang tak terlalu perlu. untuk apa?

beberapa tahun setelah itu, bulan lalu, ketika pulang ke kampung halaman bapak bercerita tentang bagaimana ribet dan susahnya mengurus pensiunan dan harus mengirim dokumen bolak balik ke jakarta. dan tiba-tiba aku teringat fragmen di stasiun itu. ingatan yang samar.

semesta memang istimewa, dia mengatur setiap persimpangan sesuai dengan porsinya. 40 menit, 10 menit, sebulan, 3 tahun, 10 tahun, dan ketika persimpangan itu berakhir, bukankah itu memang sudah selayaknya? karena kukira memang tidak ada yang sia - sia dari sebuah pertemuan ketika semua dimaknai.

10 menit untuk gambaran peristiwa yang mungkin akan kita alami, 40 menit untuk malaikat pelindung yang menjelma menjadi lelaki yang tampannya mustahil dan menjadi jawaban atas kerisauan kala itu, 3 atau 4 tahun untuk kebersamaan sebagai teman seperjalanan atau sahabat sebelum menjadi asing kemudian, 3 sampai 6 bulan untuk pasangan jiwa yang kekal di ingatan, atau sebuah pertemuan hingga entah kapan, untuk menjadi bagian dari yang lainnya.

masing - masing orang memaknai hidup orang lainnya. menjadi bagian dari cerita atau hanya memberi warna. Jika demikian, seharusnya tidak ada satu persimpangan yang harus disesali bukan? dan tidak ada waktu yang terbuang percuma untuk itu, sehingga ketika persimpangan itu berakhir pada jalan yang berbeda, cinta, kasih dan kebaikan, sesingkat apapun, tetaplah cinta, kasih dan kebaikan.

untuk orang-orang yang pernah berpapasan pada perjalanan kita, terima kasih. sesingkat apapun perismpangan kita di 31 tahun ini. terima kasih telah menjadi warna dan cerita. terima kasih telah menjadi ingatan. terima kasih untuk cinta dan kasih sayang kalian.

-gandaria, 14 februari 2014-

Monday, February 03, 2014

Semur Apa Saja

Jadi, pernah suatu hari kakak lagi main ke rumah dan ngobrol dengan si mbak di rumah. Kata kakak, di antara semua saudara,  saya adalah yang paling tidak bisa masak. Bisanya cari duit. Entah itu pujian atau celaan. Hahaha. 

Tapi memang, gaya saya memasak tidak masuk kriteria "bisa memasak" di keluarga. Ibu yang memang jago memasak, masih memakai pakem2 lama. Misal bumbu sebisa mungkin diuleg dan bukan diblender. Kemiri harus digoreng dulu, goreng tempe harus kering dengan api sedang hampir kecil, yada yada yada. Dan kakak2 saya, kebanyakan juga demikian.

Saya? Karena guru saya adalah pinterest, maka memasak itu kalau bisa sepraktis mungkin, toh hasil akhir yg penting rasa kan? :D Suka otak atik dan modifikasi resep berdasar bahan yg ada. Karena itu kakak dan ibu saya selalu bilang..saya tidak bisa memasak. Ha!

Contohnya semur ini nih..kalau di lemari es sedang banyak bahan2 sisa yg jumlahnya sedikit2, saya akan memasaknya menjadi semur atau brongkos. Resep aslinya semur entah apa, tapi resep modifikasi ini ngga mengecewakan kok.

Bahan - bahan :
- 7 siung bawang merah
- 5 siung bawang putih
- 1 cm jahe
- 1 sdm ketumbar bubuk
- 1/4 sdt merica bubuk
- 1 batang serai
- 2 lembar daun salam
- kecap manis
- saos teriyaki

Isi semur :
Ayam, telur, tahu, tempe, wortel, kentang (tergantung kesediaan bahan)

Cara membuat :
1. Blender semua bumbu ( bawang merah, putih, jahe, ketumbar, merica ) , lalu tumis dg daun salam dan serai.
2. Masukkan semua isi semur, tambah air dan kecap dan garam.
3. Rebus sampai berkurang airnya.

Demikian saja dan selamat makan siang.

Posted via Blogaway

Sunday, February 02, 2014

Choco Baileys Bread Pudding

Saya tipikal orang yang sayang untuk membuang makanan dan bahan2 makanan. Seringkali sengaja untuk membiarkan bahan makanan itu hingga lewat kadaluarsa, baru membuangnya.

Sebenarnya sih dimaksudkan untuk berjaga kalau iseng saya untuk membuat makanan kambuh, seperti hari ini. Apalagi ditambah musim hujan yang sepertinya menjadi alasan permisif untuk membuat camilan.

Maka jadilah keisengan saya dari mengaduk bahan2 yg sisa dan mumpung ada menjadi...Choco Baileys Bread Pudding!

Bahannya :
- 6 lembar roti tawar sisa
- 2 telur
- 1 cup susu UHT plain
- 2 sdm gula pasir
- 1/2 sdt garam
- 1/4 baking powder
- coklat blok dan kismis secukupnya
- 1/2 cup baileys

Cara :
- aduk telur, susu, baking powder, gula, garam sampai merata.
- masukkan roti tawar yg disobek asal, aduk hingga menyerupai bubur.
- masukkan kismis dan coklat blok yg diparut kasar, juga baileys. Aduk hibgga tercampur.
- kukus selama 25 menit. Oiya, saya kukus karena malas mengeluarkan oven. Kayaknya dioven akan lebih enak deh, dg modifikasi tambahkan 2 sdm mentega sebagai pengganti garam.

Dan voilaa...demikian hasilnya :D


Posted via Blogaway