apalah hidup jika tidak mengalami.
sebuah pesan masuk ke telepon genggam saya pagi ini, bahkan bisa dibilang terlalu pagi untuk kabar yang tidak menyenangkan. seorang teman baik mengabarkan bahwa perempuannya -yang juga teman baik saya-, baru saja mendarat di pulau seberang, dan mulai hari ini akan menetap disana, entah sampai kapan.
dan tiba - tiba ada perasaan aneh menyelinap dalam hati, antara sedih kehilangan dan kecemburuan. bagaimana tidak cemburu, jika tempat yang dituju adalah "rumah" yang harus saya tinggalkan.
kenapa dia pergi, tanya saya pada si lelaki.
karena pada saat aku seumur dia, aku pergi dari jogja ke jakarta. jadi sekarang waktunya dia meninggalkan jakarta, katanya.
jawaban yang membuat saya terhenyak dan seketika menghapuskan kecemburuan saya. tak ada alasan lain, selain harus pergi. menemukan sesuatu yang tidak dicari. atau mencari sesuatu yang tidak dimengerti. pergi untuk entah.
belakangan ini, seringkali perasaan rindu akan sebuah perjalanan menghinggapi pikiran saya. saya merindukan pikiran impulsif untuk pergi ke suatu tempat, kenekadan untuk bisa sampai kesana, bau asap kendaraan, lalu lalang. perjalanan yang lebih banyak saya lakukan untuk melarikan diri.
saya tak sadar, bahwa sekarangpun saya sedang melakukan sebuah perjalanan, seperti yang dilakukan teman saya tersebut. menuju sebuah fase baru dalam hidup saya, seperti 14 tahun lalu ketika memutuskan meninggalkan kota kelahiran. perjalanan yang sesungguhnya bukanlah berapa kota yang telah disinggahi, melainkan sampai sejauh mana hati bisa dibawa pergi. tidak melulu untuk menghindari, melainkan menyongsong apa yang akan ditemui.
kota baru, status baru, pekerjaan baru. sudah agak basi untuk mengatakan baru, ketika saya sudah menjalaninya lebih dari setahun. tapi memang begitulah buat saya, semua masih terasa baru. saya masih gamang, bahkan seringkali saya tergagap. sepertinya saya terlalu lama berkutat di zona nyaman. apa yang saya songsong, dan apa yang saya tinggalkan tarik menarik menimbulkan kebimbangan. saya lupa, hidup itu maju, dan masa lalu tertinggal jauh di belakang.
seperti teman saya, -saya atau orang - orang lain-, memang tak bisa selamanya diam, stagnan. semua bergerak, berjalan. jika ditanya apa lagi yang saya cari, saya pun tak yakin bisa menjawabnya. apa yang dari dulu saya impikan, telah saya dapatkan. tapi tak ada yang abadi selain perubahan, bukan? dan perjalanan membuatnya demikian.
dua puluh delapan tahun. sekian cerita dan masih tidak berhenti. hingga nanti.
P.S. "genggam tanganku erat, dan kuatkan. pada diamku kamu tau, aku mencintaimu.."