ada masanya, sekali dalam satu atau dua bulan saya ke kota ini. mungkin sekitar tahun 2003? atau 2004? entahlah, tepatnya saya lupa. saya hapal benar dimana gelael, dimana tunjungan plaza, dimana warung pojok yang enak sekali pastanya (kala itu). tempat-tempat yang harus dikunjungi sambil memakai masker karena polusi.
perjalanan yang ditempuh dari denpasar ke surabaya yang hanya berbatas malam dalam bus travel antar kota, membuat jarak yang sebenarnya jauh, plus dnegan menyebrang itu seperti tak terasa. semacam sore ini tidur di denpasar, eh besoknya sudah bangun di surabaya. ngga terasa.
tapi beda cerita ya kalau sudah tidak ada lagi yang dikunjungi di sana. hahaha. semenjak drama putus dari mantan pacar di kota itu, maka saya tak pernah lagi ke surabaya. kalaupun kesana, hanya lewat saja. mendarat di juanda, lalu lanjut bis ke kediri. dari kediri sampai purabaya, lalu lanjut ke jakarta. begitu saja, tak ada yang istimewa.
tapi awal bulan lalu, pekerjaan membuat saya harus beberapa kali ke surabaya. dua kali yang sudah dijalani, selanjutnya akan ada lagi. melakukan perjalanan sendiri memang penuh kejutan. dan itulah surabaya saat ini. ingatan tentang gelael, tunjungan plaza atau warung pojok hanya tinggal nama.
yang ada adalah jalan-jalan lebar dengan kendaraan berjejer rapi. mirip jakarta, hanya lebih mini. pohon-pohon rindang dan taman kota yang rimbun. udara yang lebih rama, dan warung kopi di setiap sudutnya.
|
jembatan di universitas airlangga |
|
saya selalu menyesal, kenapa tak lari saja? |
|
Oost Koffee & Thee |
|
Mandaling&Pofertjes @Oost Coffee & Thee |
|
Besak pada siang yang panas |
|
break the law. |
|
double espresso @Caturra Espresso |
|
Men behind the barista bar. |
|
gloomy gloomy day, don't go away. |
~surabaya, awal februari