rasanya baru sebentar mata terpejam. baru sepersekian detik ingatan mengabur dan berkelana dalam malam. hingga bunyi telepon genggam mengacaukan semuanya.
nduk, ade nya mbak rina nggak ada. menurutmu indri gimana?
kabar duka selalu saja hadir seperti kejutan. tak dinyana. dan menyakitkan. masih dengan pikiran yang belum sepenuhnya "penuh", konsentrasi saya terpecah menjadi dua. ade dan indri.
ade meninggal. dan indri harus ke lombok.
bagaimana?
saya tak bisa menjawab pertanyaan ibu. saya hanya bisa berucap, "bentar bu. bentar. saya ingin mencerna keduanya."
lalu telepon saya tutup. saya terdiam. tak bisa juga berfikir.
apa? ade meninggal. bagaimana? indri akan ke lombok.
dan ingatan pun melayang ke kedua gadis kecil tersebut. ade dan indri adalah anak gadis kakak perempuan di atas saya persis. mungkin karena jarak saya dan kakak yang unda - undi, ponakan - ponakan itu pun dekat dengan saya meskipun dari kecil mereka di lombok.
ada dan indri adalah gambaran 2 gadis kecil yang sangat bertolak belakang. ade, si sulung, dari postur tubuh mewarisi keluarga bapaknya, kecil, berambut keriting, sorot mata yang tajam, bermuka galak dan mimik muka yang tidak ramah. sedangkan indri, adeknya, dari segi fisik lebih mewarisi keluarga kami. berpipi chubby, berambut ikal, bermata besar. dengan mimik muka yang sangat jawa. kalem. peringainyapun begitu, dia tak meletup - letup seperti kakaknya. cenderung pemalu, jika tak dikatakan penurut. begitulah gambaran mereka ketika kecil.
atas alasan itu pula lah, ketika kakak saya pada suatu hari meminta tolong untuk membantu menyekolahkan anaknya karena keadaan ekonomi yang sulit, tanpa berfikir panjang saya meminta si kecil, indri, untuk dipindahkan ke kediri, menemani kedua orang tua saya. alasannya, indri akan lebih bisa diatur aripada ade. dan kakak sayapun menyetujuinya.
sejak saat itu sekolah dan kebutuhan indri menjadi tanggung jawab saya. saya berusaha mencukupi apa yang dia perlukan agar sekolahnya lancar. dalam asuhan kakek - neneknya, orangtua saya, semua kebutuhannya dicukupi. meskipun tentunya tak bisa seperti anak - anak dari keluarga berkecukupan, tapi keadaan indri jauh berbeda dengan saudaranya, ade.
beberapa kali ade menelpon saya, menanyakan kabar, meminta tas, sepatu, pulsa dan entah apalagi yang dia minta. namun sebagian besar tak saya penuhi. entahlah, saya tak suka ketika seseorang terlalu demanding. semakin demanding, semakin tak saya penuhi. saya merasa, ade sangat menjengkelkan. mungkin karena dia dibesarkan di lombok, dengan kultur yang sangat berbeda dengan jawa, dia lebih terbuka mengungkapkan apa yang dia inginkan, dimana hal itu terasa tidak sopan.
dan kabar buruk pagi itu, menyelipkan penyesalan yang sangat. ade sudah meninggal senin kemarin, setelah kecelakaan motor yang dialaminya sebulan lalu, dia tak pernah membaik setelah itu. kecelakaan motor ketika dia bepergian dengan teman - temannya. ibunya pernah mengeluhkan ini, bagaimana ade sangat nakal, susah diatur.
kesedihan saya campur aduk dengan penyesalan. terlebih lagi, betapa banyak rejection yang lontarkan padanya. saat ini ade, tapi mungkin banyak anak lainnya yang saya perlakukan tidak adil. tidak dicintai dan diabaikan. perasaan ini menusuk - nusuk saya hingga hari ini. ketika di satu sisi saya begitu gembargemborkan cinta, di siss lainnya, saya tak memberikan cinta pada keponakan saya.
maaf ya, ade. dan damai selalu disana...
No comments:
Post a Comment