Mungkin inilah yang membedakan saya dulu dan sekarang. Kalau dulu kadang kegembiraan saya menyambut sebuah perjalanan lebih besar daripada menghawatirkan hal - hal lainnya. Sekarang, porsi keduanya diputar balikkan.
Dan semakin besar pula kekhawatiran saya menjelang perjalanan ke Jayapura. Jika sebelumnya ke Aceh yang memakan 3 jam perjalanan saja membuat saya deg-degan, kali ini dua kali lipatnya.
Baiklah, mari saya ceritakan saja.
Perjalanan saya ke Jayapura sebenarnya sangat singkat, hanya 3 hari saja. Itupun untuk bekerja. Berangkat pada Kamis malam (23 Mei), dan setelah transit masing-masing 45 menit di Makassar dan Biak, akhirnya saya sampai di Jayapura jam 7 pagi waktu setempat. Perbedaan waktunya hanya 2 jam saja, tapi kondisi geografisnya sangat jauh berbeda. Jam 7 pagi wkatu Jayapura seperti pukul 9 pagi waktu Jakarta. bertiga ( saya, Dita dan Bang Enda ) menginap di Aston Jayapura. Perjalanan bandara ke kota Jayapura sendiri memakan waktu 1,5 jam, jarak yang benar-benar jauh. Karena kedatangan kami yang terlalu pagi dan kamar belum siap ditempati, kami menunggu kurang lebih 1 jam di lobby sebelum akhirya bisa check in dan istirahat.
Jayapura sendiri jauh dari bayangan saya sebelum sampai disana. Kota ini ternyata jauh dari kata primitif. Meskipun belum ada bioskop, tapi sudah ada Mall Jayapura disana. Penduduknya pun banyak yang transmigran, dari berbagai daerah di Indonesia. Dibandingkan dengan Makassar, pekerja di bidang jasanya jauh lebih bisa melayani.
Setelah istirahat, kamipun kelaparan dan mencari makan. Berkat rekomendasi seorang teman, Ziipy, siang itu kami makan di restaurant seafood , Cirita Seafood , yang terletak di RUko Sentra Bisnis, dan langsung menghadap ke teluk. Untuk makanan, mirip -mirip dengan masakan Manado atau Bali. Bumbu Kuning yang mirip ayam betutu, dan sambal Rica-Rica yang mirip dengan sambal matah. Jadi semua saya suka! Saya pun sempat mencicipi Papeda, yakni makanan pengganti Nasi yang terbuat dari sagu. Untuk ini saya hanya bisa bilang...yucks!
Makanan lain yang saya coba adalah Ikan Mujair di RM Nusantara. Ada 2 rumah makan Nusantara di Jayapura, satu di belakang Mall Jayapura (yakni di tengah kota) dan satunya lagi di Sentani, tidak terlalu jauh dari Bandara Sentani. Jika ingin membuat janji, pastikan di RM Nusantara yang mana, karena Jayapura ke Sentani sendiri seperti saya bilang tadi, 1,5 jam :D
bang @enda , @_dita, @dewikr dan @ziipy |
Cukup mengenai makanan. Kali ini mari kembali ke kotanya. Jayapura yang dibangun dengan memotong/meratakan bukit, memiliki area sangat terbatas untuk dikembangkan. Selain itu, akses kota ini dengan kota-kota di luarnya pun sangat minim. Jalan yang berbukit-bukit membuat kotanya sulit diakses dari kota lainnya. Pemandangannya pun standard, dengan teluk dan danau Sentani yang hanya bisa dinikmati dari ketinggian. Jika ingin bermain di pasir, maka harus menyetir setidaknya 1 - 2 jam sebelum akhirnya tiba di Harlem atau Base-G Beach. Sayangnya, lagi-lagi kami tak sempat kesana.
Object wisata lain yang bisa dikunjungi disini adalah Douglas McArthur Hill. Yakni base-camp militer di jayapura. Untuk ke McArthur ini, harus menempuh perjalanan kurang lebih 1 jam ke arah Sentani, jadi bisa dikunjungi ketika perjalanan ke Bandara Sentani. Pemandangan dari bukit ini adalah pemandangan Danau Sentani dan Bandara, memukau! Foto disamping adalah buktinya, sangat indah bukan?
Di Jayapura, sangat jarang ditemui kedai kopi. Jika di kota-kota lain saya menyempatkan ngopi di warung kopi, di Jayapura saya ngopi di Coffee Shop. Mungkin orang - ornag jayapura tidak punya tradisi ngopi kali ya?
Terlepas dari kekecewaan saya karena tidak adanya warung kopi, Jayapura sangat istimewa. Dan saya merasa beruntung pernah mengunjunginya. Mungkin nanti, saya akan kembali.