Keputusan untuk tingal dan menetap di Jakarta bukanlah keputusan yang dibuat semalam. Ketika saya memutuskan untuk jatuh cinta pada seorang lelaki yang kini menjadi partner perjalanan dalam hidup saya, saya sudah mulai memikirkan tentang kemungkinan tersebut. Memang pada selanjutnya semua tak semudah memilih hitam atau putih, tetapi ketika kaki saya sudah mulai melangkah meninggalkan Bali, keputusan itu sudah bulat, iming – iming tentang senja dan keindahan lainnya tak menggoyahkan niat saya untuk melangkah.
kini, disinilah saya. Hamper tiga minggu dan saya memang masih bertahan. Sesekali muncul kerinduan pada zona sebelumnya, tapi itu tak lebih dari godaan kenangan yang seringkali menyelinap diam – diam ketika kita sedang berusaha menikmati kekinian, dan mau tak mau kembali menyeret kita ke masa yang telah lewat, menghadirkan perasaan hangat sekaligus nyeri menyadari semua tak lagi sama.
Menikmati Jakarta buat saya seperti ketika sedang menyantap sepotong choco cheese cake di sebuah café di pinggir jalan raya seputaran Sanur. Saya tak suka menjadikannya hidangan penutup, karena pasti akan membuat saya kekenyangan, bahkan terkadang sampai mual. Seperti itulah Jakarta, yang bisa dinikmati ketika masih mempunyai ruang untuk memaklumi apa yang nanti ditemui di jalan. Kemacetan, ketidaknyamanan, polusi, pengemis jalanan, asap kendaraan, apa saja.
Hal yang dulu sering saya lakukan adalah menimati choco cheese tersebut dengan segelas teh, buku atau tanpa melakukan apapun hanya dengan mengamati lalu lalang pejalan kaki di trotoar. begitu pulalah Jakarta menurut saya, sesekali menyenangkan berjalan – jalan dengan beberapa teman, tapi terkadang yang diperlukan adalah kesendirian. Karena dengan kesendirian, saya menjadi bisa lebih memberi makna terhadap apa yang saya temui, tanpa adanya campur tangan opini yang terkadang justru membuat absurd makna sebenarnya. Seorang teman pernah berkata, it’s you that give the meaning of something. Karena itulah keterasingan di hiruk pikuk Jakarta tak selalu mengerikan, dengan kembali pada diri sendiri, saya merasa utuh, apapun yang terjadi.
Dan seperti choco cheese yang hanya nikmat dinikmati sesendok demi sesendok tanpa harus terburu menghabiskannya, seperti itu pulalah Jakarta. Selayak satu potong penuh, Jakarta hanya nikmat ketika dinikmati sesendok demi sesendok tanpa harus terburu menghabiskannya. Dan Jakarta hanya akan menjadi neraka ketika menikmatinya dengan tergesa. disini, alam semesta berada diatas kehendak manusia. wajar saja untuk mempunyai keinginan berkendara dengan nyaman, berangkat dari satu tempat ke tempat lainnya tanpa harus mengalokasikan sekian jam perjalanan, tetapi di jalan, kemacetan dan orang - orang yang sedemikian banyaknya belum tentu mengijinkan saya untuk melakukan apapun yang saya inginkan.
mengeluh? percuma, toh tak ada yang mampu dilakukan.
lalu apakah saya telah memutuskan untuk jatuh cinta pada ibukota? saya belum mampu menjawab pertanyaan itu. seperti analogi terakhir, saya mungkin masi baru merasakan sekian sendok dari sepotong choco cheese cake yang tersisa. dan sepertinya, saya masih punya banyak waktu untuk menikmati sendok - sendok berikutnya.
hanyalah barisan coretan yang membentuk kata, lalu berakhir pada cerita, tentang seseorang yang belajar untuk dewasa dalam dunia kekanak-kanakannya.
Tuesday, December 22, 2009
Wednesday, November 18, 2009
melankolia perjalanan
ternyata tidak mudah untuk mengepak 11 tahun hidup saya dan membawanya pergi.
ada rasa gamang yang sangat, setiap kali dia memasukkan buku - buku itu ke dalam kardus. seperti sedang melihat album tua, dengan gambar - gambar di dalamnya. sekian detik terdiam, berusaha mengulang kejadian yang menyertainya. buku, seperti kopi, senja, hujan baginya. setiap potongannya membawa kisahnya masing - masing.
sebelas tahun lalu dia datang ke kota ini, dan semenjak itu dia sudah jatuh cinta. pada pantainya, bau dupa, bunga - bunga yang disematkan di telinga, suara gamelan dan lagu - lagu pujian. dan terlebih dia jatuh cinta pada langit sore ketika matahari hampir tenggelam. berjam - jam telah dihabiskan hanya untuk memandangi langit, hingga pada satu kesimpulan bahwa senja tak pernah sama, masing-masing datang dengan cerita yang berbeda. semakin dia memahami bahwa beberapa hal memang tak bisa dibandingkan, mereka begitu indah dengan segala yang ada.
dia juga jatuh cinta pada kesemrawutan kuta, sekaligus ketenangan dan sunyinya ubud. pada sawah yang masih terhampar menghijau, hingga akhirnya menjelma menjadi bangunan - bangunan angkuh. dia tumbuh bersama segala perubahan yang ada. dia ada disana.
di tempat ini pula dia untuk pertama kalinya jatuh cinta pada seorang lelaki. lalu berkali - kali. patah hati, berseri - seri, lalu jatuh, dan bangun lagi. dan dia tak pernah jera untuk terus mencoba. sekali pernah disakiti, atau menyakiti. meninggalkan pergi, atau ditinggalkan pergi. semua punya cerita. dan pelajaran di dalamnya.
sudah lama dia berdamai dengan kenangan, yang pada akhirnya terlihat seperti potongan cerita, tak lagi indah atau menyedihkan. karena sesekali membangkitkan masa lalu, yang dia rasakan adalah lucu. menggelikan ketika ditengoknya melalui kacamata yang lebih dewasa. mungkin hari inipun nanti juga akan begitu.
namun, mengemasi setiap potongan yang mengingatkan dirinya akan semua itu, dan bayang - bayang akan tempat yang nanti dia tuju, mau tak mau menciutkan hatinya. nanti, nanti dia akan memulai semua lagi. sama seperti ketika sebelas tahun lalu dia memutuskan pergi untuk ke tempat ini. yang berbeda adalah, dia tak lagi sendiri.
Monday, November 09, 2009
selamat ulang tahun, ya..
dari pertama saya melihatnya, saya merasa tidak aman. saya takut jatuh cinta.
karena pada saat itu, cinta buat saya adalah sesuatu yang penuh dengan segala tanggung jawab dan konsekuensi. hadir sepaket dengan kecemburuan, sakit hati, dan pada akhirnya, kerelaan untuk melepaskan ketika ditinggal pergi. bukan hanya soalan patah hati, tapi menumbuhkan harapan ternyata sama sulitnya. dan kala itu, saya belum siap untuk semuanya.
saya masih ingat jelas pertemuan pertama dengannya. lelaki tak banyak bicara kecuali matanya yang terus-terusan bergerak ketika ada makhluk cantik berseliweran di depannya. dengan kemeja lengan panjang yang lengannya terlipat, kemeja yang kelak saya sadari sangat saya tidak suka, dan terus - terusan protes ketika dia memakainya. pertemuan dengan segelas cappuchino, dan pembicaraan yang tak banyak, kecuali lagilagi, mengomentari wanita - wanita cantik yang ada disana. saya? tak masuk hitungannya kali itu. atau entah kalau hanya dirasa dalam hati saja, karena selanjutnya saya tau, dia adalah lelaki yang sedikit angkuh untuk memuji.
dan pertemuan esoknya pun masih tak jauh beda. masih saja saya yang banyak berbicara, tentang apa saja. lagi-lagi dengan segelas kopi. dia bukan orang yang suka membicarakan dirinya, hidupnya. maka sampai saat itupun saya tak tau banyak, yang saya tau, saya menyukai berada bersamanya. perasaan yang jarang saya rasakan, ketika pertama kali berkenalan dengan seseorang.
mungkin karena perkenalan kami tanpa ekspektasi. meskipun kami berdua berada pada lingkungan yang sama, tapi kami memang tak pernah bersentuhan. saya hanya tau namanya, dan kukira diapun sama. sampai malam ketika seorang teman memperkenalkan kami berdua. dan saya bersyukur dengan ketidaktahuan saya akannya, karena terkadang apa yang ditampilkan dunia maya adalah semu belaka.
sekian lama dari pertemuan itu dan ternyata saya masih bersamanya. lelaki yang semakin saya mengenalnya, semakin membuat saya terpesona. tak hanya hadir dengan kesabaran yang sungguh luas untuk menghadapi saya yang sungguh keras kepala, melainkan juga ketidakromantisan yang terkadang begitu menyebalkan, meski pada akhirnya menyadarkan bahwa hidup memang bukan penggalan dongeng dimana semuanya sempurna. lelaki dengan kejutan - kejutan yang mengagumkan, bukan hanya soal masa lalu dimana akhirnya hanya akan menjadi pelajaran, tapi juga dengan masa depan yang telah dia usahakan.
lelaki yang ternyata tidak hanya mampu membuat saya jatuh cinta pada perkenalan pertama, melainkan juga ketika pertemuan-pertemuan berikutnya. lelaki yang hari ini menggenapkan usianya, dan juga menggenapkan hidup saya.
lalu adalah lelaki, berhati seluas samudra dengan garis kesabaran seperti fatamorgana. yang datang selepas hujan ketika bau tanah basah masih tersisa. menikmati kopi tanpa gula, tanpa sebuah penghianatan. pejalan dari pulau ke pulau, sebelum akhirnya menetap di ibukota. hidup baginya adalah malam, ketika segala topeng telah ditanggalkan, dan kota lebih manusiawi dari biasanya.
Saturday, November 07, 2009
merindukan nanti
ada satu moment dimana aku begitu merindukan saat-saat itu.
berjinjit - jinjit menahan sakit pada telapak kaki ketika menyentuh batu karang, dan duduk bersimpuh beralaskan butiran pasir kasar, sambil kita bercengkerama. saling berpandangan ketika kita melihat kelucuan, lalu terbahak - bahak setelahnya. mengabadikan setiap potongan menjadi gambar di kamera, meskipun tentu saja lebih banyak gambarmu -karena kamu penderita narsis yang sudah mencapai taraf menghawatirkan-. belajar mengambang telentang sambil melihat langit biru, dan ketika berhasil melakukannya tak sadar kita teriak kegirangan, yang justru akhirnya menenggelamkan badan kita lagi. lalu kita akan menjerit - jerit bahagia, mencoba lagi, tenggelam lagi, dan kita mengambang!!! -meski sebelumnya kita sudah sempat sakit tenggorokan karena banyak sekali menelan air laut- melihat matahari tenggelam dengan tenangnya diujung sana, lalu kita menghayalkan, seandainya saja kita tinggal di negeri senja.
dan moment itu adalah saat ini. ketika mungkin hal - hal seperti itu menjadi mewah sekali.
berjinjit - jinjit menahan sakit pada telapak kaki ketika menyentuh batu karang, dan duduk bersimpuh beralaskan butiran pasir kasar, sambil kita bercengkerama. saling berpandangan ketika kita melihat kelucuan, lalu terbahak - bahak setelahnya. mengabadikan setiap potongan menjadi gambar di kamera, meskipun tentu saja lebih banyak gambarmu -karena kamu penderita narsis yang sudah mencapai taraf menghawatirkan-. belajar mengambang telentang sambil melihat langit biru, dan ketika berhasil melakukannya tak sadar kita teriak kegirangan, yang justru akhirnya menenggelamkan badan kita lagi. lalu kita akan menjerit - jerit bahagia, mencoba lagi, tenggelam lagi, dan kita mengambang!!! -meski sebelumnya kita sudah sempat sakit tenggorokan karena banyak sekali menelan air laut- melihat matahari tenggelam dengan tenangnya diujung sana, lalu kita menghayalkan, seandainya saja kita tinggal di negeri senja.
dan moment itu adalah saat ini. ketika mungkin hal - hal seperti itu menjadi mewah sekali.
Tuesday, November 03, 2009
society
purnama kedua untuk kita, seharusnya bersama.
tapi malam ini aku disini, sendiri. ah, sesungguhnya tidak benar-benar sendiri. ada puluhan orang di lapangan ini, sambil menikmati makan malam. diterangi lampu taman yang temaram, yang semakin tenggelam oleh purnama ketika mendekati sempurna.
gelas - gelas wine, beer dan tawatawa tak berjeda, dunia begitu bahagia, bukan?
tidakkah ini seperti cerita lama, ketika keriangan justru membuat kita asing, sayangku? gelak tawa dan segala sendau gurau itu terasa palsu, tidakkah kamu merasa begitu? bahwa terkadang tawa bukan berarti lucu, apalagi jika topeng - topeng cantik dan tampan itu tersibakkan dan menyisakan wajah - wajah busuk mengerikan. ketika borok tertutupi oleh senyum - senyum penuh kemunafikan. dan keakraban tak lebih dari basa - basi usang, ketika kita tahu, sayangku.. bahwa dibelakang semua adalah tikaman menyakitkan.
sekumpulan orang - orang ini menyesakkanku. seperti drakula yang menghisap habis darah mangsanya, mereka seakan tak ingin menyisakan satu molekul udarapun untukku bernapas. kemunafikan mereka begitu melelahkanku. bertahan tanpa melakukan apapun ternyata begitu menguras tenaga. bukannya tak bisa, tapi buat apa? karena kita tak seperti mereka. pesakitan.
dan seharusnya kamu disini, inginku begitu. karena ketika denganmu, peduli setan dengan semua itu.
tapi malam ini aku disini, sendiri. ah, sesungguhnya tidak benar-benar sendiri. ada puluhan orang di lapangan ini, sambil menikmati makan malam. diterangi lampu taman yang temaram, yang semakin tenggelam oleh purnama ketika mendekati sempurna.
gelas - gelas wine, beer dan tawatawa tak berjeda, dunia begitu bahagia, bukan?
tidakkah ini seperti cerita lama, ketika keriangan justru membuat kita asing, sayangku? gelak tawa dan segala sendau gurau itu terasa palsu, tidakkah kamu merasa begitu? bahwa terkadang tawa bukan berarti lucu, apalagi jika topeng - topeng cantik dan tampan itu tersibakkan dan menyisakan wajah - wajah busuk mengerikan. ketika borok tertutupi oleh senyum - senyum penuh kemunafikan. dan keakraban tak lebih dari basa - basi usang, ketika kita tahu, sayangku.. bahwa dibelakang semua adalah tikaman menyakitkan.
sekumpulan orang - orang ini menyesakkanku. seperti drakula yang menghisap habis darah mangsanya, mereka seakan tak ingin menyisakan satu molekul udarapun untukku bernapas. kemunafikan mereka begitu melelahkanku. bertahan tanpa melakukan apapun ternyata begitu menguras tenaga. bukannya tak bisa, tapi buat apa? karena kita tak seperti mereka. pesakitan.
dan seharusnya kamu disini, inginku begitu. karena ketika denganmu, peduli setan dengan semua itu.
sometimes, those people take so much of our life. and rest nothing, or less.
Friday, October 30, 2009
menulis, lagi.
adalah perjalanan, yang kembali membangkitkan keinginan untuk menuliskan cerita, kembali mengusik ketenangan yang selama ini tanpa sadar telah menghadirkan kenyamanan yang melenakan, dan menggelitik untuk melakukan petualangan - petualangan selanjutnya.
pertemuan dengan seorang teman, perbincangan pendek di sela kesibukannya untuk menyanyi malam itu, terbawa hingga sampai hari ini. menulislah lagi, katanya. permintaan yang singkat dan sederhana. tapi tak begitu dengan sejuta alasan yang saya punya. dari males, sibuk dan tak ada waktu.
hingga akhirnya saya tau, semua itu adalah alasan untuk menyembunyikan yang sebenarnya. lelah. iya, saya lelah untuk menulis. karena menulis membuat saya berfikir, dan berfikir itu melelahkan. menulis membuat saya menjadi lebih sensitif, menjadi lebih perasa, dan itu terkadang juga melelahkan. saya melihat daun terlepas dari dahan dan terjatuh ke tanah, lalu saya tidak bisa melepaskan pikiran tentang kefanaan, betapa semua yang ada adalah sementara. lalu saya akan teringat orang - orang terkasih di sekeliling saya, lalu sayapun merasakan kelelahan yang sangat.
atau pada sore hari dan saya berpapasan dengan guratan merah pada langit senja, maka tak bisa dihentikan pikiran saya akan malam, akan bintang, akan hal yang begitu indah jika dilihat dari kejauhan, dengan jarak. lalu saya teringat akan beberapa hal yang selama ini hanya indah jika diangankan. dan pikiran tak berhenti disitu, lalu sayapun kelelahan.
hal - hal seperti itulah yang membuat saya begitu merasakan kelelahan yang sangat, dan akhirnya sayapun memilih untuk tidak menulis. karena dengan begitu saya tidak berfikir, melainkan memilih untuk menikmati apa yang tersajikan di depan saya, saat itu, begitu saja. tanpa lagi berusaha untuk mempertanyakan lebih jauh tentang kemungkinan atau ketidakmungkinan yang ada di belakangnya.
namun sepertinya saya lupa, atau lebih tepatnya mengabaikan, bahwa menulis juga mampu membuat saya "hidup". karena hidup bukan hanya tentang berapa banyak udara yang telah saya hirup hari ini, melainkan juga tentang pergerakan. bukan hanya fisik, tapi juga hati dan pikiran. dan menulis membuat hati dan pikiran saya bergerak, lalu tumbuh. dan wajar jika pergerakan itu terkadang begitu melelahkan. saya lupa jika menulis adalah sebuah perjalanan, yang akan memperkaya saya akan pengalaman.
saya lupa, menulis bukan hanya soal usaha mengingkari kefanaan dan keputusasaan melawan lupa.
pertemuan dengan seorang teman, perbincangan pendek di sela kesibukannya untuk menyanyi malam itu, terbawa hingga sampai hari ini. menulislah lagi, katanya. permintaan yang singkat dan sederhana. tapi tak begitu dengan sejuta alasan yang saya punya. dari males, sibuk dan tak ada waktu.
hingga akhirnya saya tau, semua itu adalah alasan untuk menyembunyikan yang sebenarnya. lelah. iya, saya lelah untuk menulis. karena menulis membuat saya berfikir, dan berfikir itu melelahkan. menulis membuat saya menjadi lebih sensitif, menjadi lebih perasa, dan itu terkadang juga melelahkan. saya melihat daun terlepas dari dahan dan terjatuh ke tanah, lalu saya tidak bisa melepaskan pikiran tentang kefanaan, betapa semua yang ada adalah sementara. lalu saya akan teringat orang - orang terkasih di sekeliling saya, lalu sayapun merasakan kelelahan yang sangat.
atau pada sore hari dan saya berpapasan dengan guratan merah pada langit senja, maka tak bisa dihentikan pikiran saya akan malam, akan bintang, akan hal yang begitu indah jika dilihat dari kejauhan, dengan jarak. lalu saya teringat akan beberapa hal yang selama ini hanya indah jika diangankan. dan pikiran tak berhenti disitu, lalu sayapun kelelahan.
hal - hal seperti itulah yang membuat saya begitu merasakan kelelahan yang sangat, dan akhirnya sayapun memilih untuk tidak menulis. karena dengan begitu saya tidak berfikir, melainkan memilih untuk menikmati apa yang tersajikan di depan saya, saat itu, begitu saja. tanpa lagi berusaha untuk mempertanyakan lebih jauh tentang kemungkinan atau ketidakmungkinan yang ada di belakangnya.
namun sepertinya saya lupa, atau lebih tepatnya mengabaikan, bahwa menulis juga mampu membuat saya "hidup". karena hidup bukan hanya tentang berapa banyak udara yang telah saya hirup hari ini, melainkan juga tentang pergerakan. bukan hanya fisik, tapi juga hati dan pikiran. dan menulis membuat hati dan pikiran saya bergerak, lalu tumbuh. dan wajar jika pergerakan itu terkadang begitu melelahkan. saya lupa jika menulis adalah sebuah perjalanan, yang akan memperkaya saya akan pengalaman.
saya lupa, menulis bukan hanya soal usaha mengingkari kefanaan dan keputusasaan melawan lupa.
Thursday, July 02, 2009
unconditional life
what's wrong for being nobody?
pembicaraan pagi ini denganmu. pada persimpangan ritme kita. ketika kesadaranku belum sepenuhnya pulih, dan kesadaranmu yang mulai menipis terampas oleh lelah dan gelas-gelas wine setelah makan malam.
ya, apa salahnya untuk menjadi tidak tahu? apa salahnya untuk menjadi tidak cantik? apa salahnya untuk menjadi tidak penting? apa salahnya untuk menjadi tidak pintar? apa salahnya menjadi antitesis dari segala standard yang dipatok oleh publik , atau beberapa orang?
karena ada pada satu waktu, semua itu membuatku muak. mungkin jika hanya sebuah tuntutan, aku masih bisa menerima. toh urusan aku penuhi atau tidak, adalah hal lainnya bukan? tetapi ketika tak terpenuhi dan mulai berbuntut judgements, aku semakin muak.
tapi, kita tak pernah bisa mengontrol apa yang orang lain pikirkan bukan? dan menghawatirkannya, membuatku seakan kembali ke titik nol. sia - sia.
karena memang tak salah untuk menjadi bodoh, norak, jelek, apapun namanya, selama tak ada orang lain yang dirugikan bukan? dan pencitraan yang ingin ditampilkan, pada akhirnya tak lebih dari label harga baju di swalayan yang dibuang di tempat sampah, ketika harga sesungguhnya adalah kenyamanan ketika memakainya.
apa artinya zara, apa artinya rotelli, apa artinya guess, apa artinya kenzo, apa artinya kepura-puraan mengerti padahal sebenarnya tidak peduli.
so, dear.. put off any kind of expectations on me. i could be everybody, or nobody.
dan bukankah lebih indah jika kita bisa bersama tanpa harus ada salah satu memakai topeng karena yang lain menginginkan demikian? karena mungkin pada satu waktu, kamu akan menemukanku duduk manis pada fine dining di restaurant dengan menu seharga gajiku, atau pada kaki lima di emperan toko baju. atau dimanapun. bagaimanapun. karena hidup buatku bukanlah konsep kondisonal. tidak ada kesempatan untuk ketidakmungkinan.
Monday, June 29, 2009
kenang - kenangan
kali ini catatan kutulis untuk mengenangmu. yang mungkin sebentar lagi akan terlupa. lelaki yang duduk pada bangku taman ketika gerimis menyambangi sore sesaat sebelum sang surya kembali ke peraduannya.
selalu seperti itu. titiktitik hujan telah begitu akrab denganmu. jatuhnya air pada telapak tangan, serupa barisan pesan kerinduan yang ingin kamu sampaikan. pesan yang tak terkatakan, tapi gigilnya terasakan dalam diam.
sampai kapan kamu menyerah? pernah kutanyakan hal itu padamu, tapi hanya terjawab oleh sebuah senyuman. mungkin kamu berharap aku mengerti bahasa yang demikian, tapi tak pernah sungguh kupahami hujan. kamu.
dan menunggu buatku tak pernah semenyenangkan itu. tapi melihatmu tetap berada disitu, mengirimkan pesan setiap kal gerimis datang, seperti menamparku dengan segala ketergesaan. cinta buatku adalah tindakan, sedangkan untukmu adalah sebuah pemujaan diamdiam. rentetan huruf yang terangkaikan oleh perasaan.
tapi lihat, angin kemarau telah bertiup dari barat, mengabarkan tentang hujan yang sebentar lagi akan tertinggal jauh di belakang. dan perlu satu musim lagi, sebelum akhirnya kerinduanmu karatan. masihkah sanggup menunggu?
sedangkan mungkin saja dia telah berlalu. seperti pelangi, ketika hujan telah usai. dan kamu masih saja disitu, memandangi wajahnya dari balik jendela, sambil diam - diam menuliskan kata cinta. mungkin diantara wajah itu adalah aku, yang beranjak menguburmu pada sesuatu bernama masa lalu. bergegas, sambil kucatatkan pesan..
i've decided to give a chance for my self. for being loved.
selalu seperti itu. titiktitik hujan telah begitu akrab denganmu. jatuhnya air pada telapak tangan, serupa barisan pesan kerinduan yang ingin kamu sampaikan. pesan yang tak terkatakan, tapi gigilnya terasakan dalam diam.
sampai kapan kamu menyerah? pernah kutanyakan hal itu padamu, tapi hanya terjawab oleh sebuah senyuman. mungkin kamu berharap aku mengerti bahasa yang demikian, tapi tak pernah sungguh kupahami hujan. kamu.
dan menunggu buatku tak pernah semenyenangkan itu. tapi melihatmu tetap berada disitu, mengirimkan pesan setiap kal gerimis datang, seperti menamparku dengan segala ketergesaan. cinta buatku adalah tindakan, sedangkan untukmu adalah sebuah pemujaan diamdiam. rentetan huruf yang terangkaikan oleh perasaan.
tapi lihat, angin kemarau telah bertiup dari barat, mengabarkan tentang hujan yang sebentar lagi akan tertinggal jauh di belakang. dan perlu satu musim lagi, sebelum akhirnya kerinduanmu karatan. masihkah sanggup menunggu?
sedangkan mungkin saja dia telah berlalu. seperti pelangi, ketika hujan telah usai. dan kamu masih saja disitu, memandangi wajahnya dari balik jendela, sambil diam - diam menuliskan kata cinta. mungkin diantara wajah itu adalah aku, yang beranjak menguburmu pada sesuatu bernama masa lalu. bergegas, sambil kucatatkan pesan..
i've decided to give a chance for my self. for being loved.
Thursday, June 25, 2009
fase berikutnya
ternyata itu bukan hanya soalan mengeratkan hati yang telah patah.
karena luka sudah tersembuhkan dari beberapa waktu yang lalu. setidaknya itulah yang aku lihat, entah sebagai bentuk kepura-puraan bahwa semua sudah menjadi baik - baik saja, atau karena dia enggan menunduk untuk menutupi ketidakberdayaannya.
tapi senyumnya kembali menegaskan hal itu. menyingkirkan keragu-raguan yang beberapa waktu sebelumnya menghinggapiku.
tak usahlah kamu khawatirkan, aku bisa jaga diri.
lalu dia beranjak, dan berjalan lagi. dan aku hanya bisa memandangi punggungnya, berlalu sebelum riuh menelannya. berusaha untuk mengabadikan bayangnya, sebelum lupa menghapus ingatan tentangnya.
kami bertemu lagi setelah sekian kali sibuk dengan kehidupan sendiri. masa lalu ternyata bisa berubah menjadi sesuatu yang menakutkan, dan berusaha untuk dihindari. menjadi momok, seakan pusaran magnet yang menarik - narik dan membebani langkah kaki. melihatku, mungkin seperti ketika dia melihat bayangnya sendiri. pada sebuah saat dimana kisah lalu seperti terefleksikan dan berhadap - hadapan.
aku sangat paham, itu tak gampang.
lalu keputusannya untuk kembali melangkah setelah terlahirpun masih harus tersendat pada kepercayaan yang belum sepenuhnya kembali terangkai. sedikit saja ketidakepatan sudah berbuah kecurigaan. padanya aku melihat, ternyata proses patah hati tidak terhenti ketika kepingan itu telah bersatu kembali, melainkan masih berlanjut, mengatasi ketakutan untuk patah lagi.
dan menjaga, ternyata lebih sulit daripada ketika menyatukannya.
karena luka sudah tersembuhkan dari beberapa waktu yang lalu. setidaknya itulah yang aku lihat, entah sebagai bentuk kepura-puraan bahwa semua sudah menjadi baik - baik saja, atau karena dia enggan menunduk untuk menutupi ketidakberdayaannya.
tapi senyumnya kembali menegaskan hal itu. menyingkirkan keragu-raguan yang beberapa waktu sebelumnya menghinggapiku.
tak usahlah kamu khawatirkan, aku bisa jaga diri.
lalu dia beranjak, dan berjalan lagi. dan aku hanya bisa memandangi punggungnya, berlalu sebelum riuh menelannya. berusaha untuk mengabadikan bayangnya, sebelum lupa menghapus ingatan tentangnya.
kami bertemu lagi setelah sekian kali sibuk dengan kehidupan sendiri. masa lalu ternyata bisa berubah menjadi sesuatu yang menakutkan, dan berusaha untuk dihindari. menjadi momok, seakan pusaran magnet yang menarik - narik dan membebani langkah kaki. melihatku, mungkin seperti ketika dia melihat bayangnya sendiri. pada sebuah saat dimana kisah lalu seperti terefleksikan dan berhadap - hadapan.
aku sangat paham, itu tak gampang.
lalu keputusannya untuk kembali melangkah setelah terlahirpun masih harus tersendat pada kepercayaan yang belum sepenuhnya kembali terangkai. sedikit saja ketidakepatan sudah berbuah kecurigaan. padanya aku melihat, ternyata proses patah hati tidak terhenti ketika kepingan itu telah bersatu kembali, melainkan masih berlanjut, mengatasi ketakutan untuk patah lagi.
dan menjaga, ternyata lebih sulit daripada ketika menyatukannya.
Friday, May 29, 2009
setelah sekian lama
acara ulang tahun seorang teman membuat saya datang terlambat malam itu. lagu kedua sedang dikumandangkan ketika saya memutuskan untuk melangkahkan kaki ke dalam. mahadewi. seketika gumpalan asap rokok menyambut, dan tak lama kemudian, mata saya sudah basah berlinangan air mata. kali ini bukan karena menangisi nostalgi, saya terlalu baik - baik saja untuk bisa menangis.
bergerombol manusia dengan segala gaya. wanita - wanita cantik dengan stiletto dan parfum yang menyeruak hidung. lalu tak sadar saya melihat diri sendiri. celana jins, kaos oblong, postman bag. hahaha, betapa jauhnya dunia kami berbeda.
lalu saya melirik pada seorang teman, dan tanpa kami berbicara, kami berdua lalu tertawa. mungkin dia menertawakan keadaan kami, seperti yang saya lakukan. mungkin dia menertawakan hal lainnya. entahlah.
satu hal yang saya syukuri sepanjang hidup, saya tidak pernah ingin menjadi orang lain. saya cukup nyaman dengan diri saya, saya nyaman menjadi apa adanya saya. celana jins, kaos oblong, postman bag. rambut dikuncir. saya tak sedang mengadili cewek - cewek sexy berstiletto itu tidak menjadi dirinya sendiri, mungkin mereka cukup nyaman dengan sendal tinggi yang selalu sukses membuat kaki saya kram setelah sepuluh menit memakainya. dan saya kagum melihat mereka. yang masih punya keinginan berusaha untuk tampil cantik dengan punggu terbuka melawan dinginnya kuta.
i'am as plain as you see.
itu yang saya katakan pada seorang teman di kotak maya pagi ini. i don't play drama. take me as i am, or just leave me alone. terdengar egois bukan? tapi saya kira memang manusia mempunyai hak mutlak atas pilihannya. untuk stay, atau moving on. dan tidak ada yang salah untuk itu, kecuali adanya kepura-puraan.
dan kembali ke malam itu, saya mendapati saya dan partner in crime sedang tertawa - tawa sambil jumping around. meski setelahnya, saya terduduk lemas. ini adalah kali pertama setelah sekian lama saya tak pernah menonton konser dan bergabung dengan keriuhannya.
celana jins, kaos oblong, postman bag, sepatu belel. beberapa hal masih sama. saya.
bergerombol manusia dengan segala gaya. wanita - wanita cantik dengan stiletto dan parfum yang menyeruak hidung. lalu tak sadar saya melihat diri sendiri. celana jins, kaos oblong, postman bag. hahaha, betapa jauhnya dunia kami berbeda.
lalu saya melirik pada seorang teman, dan tanpa kami berbicara, kami berdua lalu tertawa. mungkin dia menertawakan keadaan kami, seperti yang saya lakukan. mungkin dia menertawakan hal lainnya. entahlah.
satu hal yang saya syukuri sepanjang hidup, saya tidak pernah ingin menjadi orang lain. saya cukup nyaman dengan diri saya, saya nyaman menjadi apa adanya saya. celana jins, kaos oblong, postman bag. rambut dikuncir. saya tak sedang mengadili cewek - cewek sexy berstiletto itu tidak menjadi dirinya sendiri, mungkin mereka cukup nyaman dengan sendal tinggi yang selalu sukses membuat kaki saya kram setelah sepuluh menit memakainya. dan saya kagum melihat mereka. yang masih punya keinginan berusaha untuk tampil cantik dengan punggu terbuka melawan dinginnya kuta.
i'am as plain as you see.
itu yang saya katakan pada seorang teman di kotak maya pagi ini. i don't play drama. take me as i am, or just leave me alone. terdengar egois bukan? tapi saya kira memang manusia mempunyai hak mutlak atas pilihannya. untuk stay, atau moving on. dan tidak ada yang salah untuk itu, kecuali adanya kepura-puraan.
dan kembali ke malam itu, saya mendapati saya dan partner in crime sedang tertawa - tawa sambil jumping around. meski setelahnya, saya terduduk lemas. ini adalah kali pertama setelah sekian lama saya tak pernah menonton konser dan bergabung dengan keriuhannya.
celana jins, kaos oblong, postman bag, sepatu belel. beberapa hal masih sama. saya.
Sunday, May 24, 2009
memanggil nostalgi
terkadang untuk bisa merasakan hidup, manusia perlu merasakan sakit. seperti yin dan yang. prinsip keseimbangan.
kepergiaan ke jakarta memanglah seperti yang saya duga, dengan kejutan - kejutan yang akhirnya membuat saya semakin terhenyak, begitu banyak cerita yang tak bisa dirasa hanya melalui permukaannya saja.
hidup bukan hanya tentang cerita soal cinderella dan sepatu kacanya. bukan deretan film hollywood yang seringkali diakhiri dengan ciuman panjang dan ending bahagia. soalan film, kukira jepang atau perancis lebih realistis. hidup tak selalu berakhir bahagia.
perjalanan yang tak sengaja menjadi sebuah nostalgia akan cerita lama. ketika bertemu dnegan orang - orang dimana cerita berkaitan satu sama lainnya, dan pada satu hari, saya dihadapkan pada kesadaran, kekuatan yang saya miliki terkoyak, hancur lebur dan saya menemukan diri saya sedang berdiam sambil menangis. pada satu malam, di kamar seorang teman, saya menangisi kenangan.
saya biarkan airmata menelanjangi kesedihan yang selama ini saya sampaikan dengan diam. entahlah, mungkin memang lebih menyedihkan mengingat kenangan daripada ketika menjalaninya.
kepergiaan ke jakarta memanglah seperti yang saya duga, dengan kejutan - kejutan yang akhirnya membuat saya semakin terhenyak, begitu banyak cerita yang tak bisa dirasa hanya melalui permukaannya saja.
hidup bukan hanya tentang cerita soal cinderella dan sepatu kacanya. bukan deretan film hollywood yang seringkali diakhiri dengan ciuman panjang dan ending bahagia. soalan film, kukira jepang atau perancis lebih realistis. hidup tak selalu berakhir bahagia.
perjalanan yang tak sengaja menjadi sebuah nostalgia akan cerita lama. ketika bertemu dnegan orang - orang dimana cerita berkaitan satu sama lainnya, dan pada satu hari, saya dihadapkan pada kesadaran, kekuatan yang saya miliki terkoyak, hancur lebur dan saya menemukan diri saya sedang berdiam sambil menangis. pada satu malam, di kamar seorang teman, saya menangisi kenangan.
saya biarkan airmata menelanjangi kesedihan yang selama ini saya sampaikan dengan diam. entahlah, mungkin memang lebih menyedihkan mengingat kenangan daripada ketika menjalaninya.
Monday, May 18, 2009
mendatangi jogja
ingatan tentang kota itu belakangan memang semakin menjadi - jadi, seakan panggilan yang enggan terganti oleh kesibukan tak jelas yang menenggelamkanku tanpa sisa. dan pembicaraan dengan seorang teman, pada perjalanan dari pantai kuta menuju pantai emperan satu mall sambil bertelanjang kaki, sesekali mengusir pasir yang membuat gatal di kaki.
bagaimana kalau kita ke jogja saja?
ah, ya. kenapa tidak?
maka perjalanan impulsif dan tanpa rencana jadilah sudah.
mendatangi jogja, buatku seakan sebuah nostalgia dengan kekasih lama. terakhir tiga tahun lalu aku kesana, tepat bulan mei. tiga tahun. aku semakin mengamini jika waktu tidak berjalan, melainkan terbang. wuzz.. dan tiba - tiba kami semua sudah ada disini. dan cerita tentang tiga tahun lalu tak ubahnya seperti mimpi, terpotong beberapa bagian, bahkan seperti tidak pernah terjadi.
dan memang begitulah jogja. ingatan tentang angkringan tak lagi sesederhana dulu. bukan tentang sekian ribu perak yang membuat kenyang, kenyataan lebih banyak kutemukan kesombongan. ini soalan gaya hidup, keangkuhan seakan menjadi yang berpunya.
keramahan tamahan pun adalah komoditi dagang, bisa diperjualbelikan. sedikit kecewa dengan bapak - bapak tua penarik becak, kami sengaja tak menawarnya, menyetujui seharga yang dia tawarkan. tapi pada akhir perjalanan, dengan dalih tak ada kembalian (padahal sebelumnya sudah jelas kami serahkan senominal itu), dia sengaja meninggikan bayaran.
oh, jogja. kamu kemanakan kota dalam kenangan?
tapi mungkin semua memang berevolusi. tak ada yang abadi. seperti perasaan pada kekasih lama yang entah sudah terselip dimana. rasa hangat hanya menggelitik kadang - kadang, karena selanjutnya masing - masing akan tersadar, bahwa kami hidup pada kenyataan, dimana perubahan tidak terelakkann.
bagaimana kalau kita ke jogja saja?
ah, ya. kenapa tidak?
maka perjalanan impulsif dan tanpa rencana jadilah sudah.
mendatangi jogja, buatku seakan sebuah nostalgia dengan kekasih lama. terakhir tiga tahun lalu aku kesana, tepat bulan mei. tiga tahun. aku semakin mengamini jika waktu tidak berjalan, melainkan terbang. wuzz.. dan tiba - tiba kami semua sudah ada disini. dan cerita tentang tiga tahun lalu tak ubahnya seperti mimpi, terpotong beberapa bagian, bahkan seperti tidak pernah terjadi.
dan memang begitulah jogja. ingatan tentang angkringan tak lagi sesederhana dulu. bukan tentang sekian ribu perak yang membuat kenyang, kenyataan lebih banyak kutemukan kesombongan. ini soalan gaya hidup, keangkuhan seakan menjadi yang berpunya.
keramahan tamahan pun adalah komoditi dagang, bisa diperjualbelikan. sedikit kecewa dengan bapak - bapak tua penarik becak, kami sengaja tak menawarnya, menyetujui seharga yang dia tawarkan. tapi pada akhir perjalanan, dengan dalih tak ada kembalian (padahal sebelumnya sudah jelas kami serahkan senominal itu), dia sengaja meninggikan bayaran.
oh, jogja. kamu kemanakan kota dalam kenangan?
tapi mungkin semua memang berevolusi. tak ada yang abadi. seperti perasaan pada kekasih lama yang entah sudah terselip dimana. rasa hangat hanya menggelitik kadang - kadang, karena selanjutnya masing - masing akan tersadar, bahwa kami hidup pada kenyataan, dimana perubahan tidak terelakkann.
Thursday, May 07, 2009
vacation series
tidakkah hidup terlalu singkat untuk terlalu banyak diisi dengan pertimbangan haruskan kita bersenang2 dan berpetualang?
mungkin semakin saya tua, semakin saya tidak peduli tentang banyak hal. semakin saya malas untuk berfikir dan membuat pertimbangan. semakin saya memilih untuk menikmati hidup sebagai detik ini saja.
lembongan, jogja, jakarta, ubud.
hidup adalah perjalanan tanpa kata pulang. mungkin saya bisa berputar kembali ke tempat dimana saya pernah berada, tapi bukankah semua tak lagi sama?
Saturday, April 25, 2009
satu paket tanggungjawab
keputusan untuk mengambil tanggung jawab akan seorang keponakan dari dua tahun lalu sepertinya tidak benar - benar dijalankan. selain mencukupi kebutuhan sekolah dan memastikan semua baik - baik saja, tidak ada lainnya yang dilakukan.
pembicaraan semalam, berkutat soal ebtanas, mata pelajaran dan keinginan untuk masuk smp yang sama dengan saya dulunya. terjadi beberapa kesalahpahaman, tepatnya ketidakpahaman gaya bahasa yang kami gunakan. empat belas tahun selisih masa diantara saya dan dia, semuanya telah berbeda. ebtanas telah berganti nama menjadi uasbn (dan kali ini saya setuju dengan seorang teman, indonesia tergila-gila dengan akronim), jumlah mata pelajaranpun sudah berbeda, dan mungkin standard untuk masuk ke sekolah lanjutan pun tak sama.
satu gap generasi, dan akhirnya membuat saya sedikit frustasi. bukan karena dia tidak memahami saya, tapi lebih karena saya tak memahami dunianya. saya yang tak melakukan apapun untuk tahu tentang dunianya, mengharapkan dia untuk bisa seperti saya. saya memaksa dia dengan dalih, dulu saya begitu.
dulu. saya. begitu.
berlebihan rasanya untuk meminta padanya melakukan hal yang saya lakukan, sesuatu yang bahkan dia lahirpun belum. jaman berubah. dan saya tidak pernah memelankan langkah hanya untuk menengok jamannya. bahkan ketika segala informasi dengan begitu mudahnya saya bisa dapatkan, tak pernah sekalipun saya mencoba mencari informasi untuknya.
ternyata ini semua memang bukan hanya soalan mencukupi kebutuhannya, menyekolahkannya pada sekolah yang layak, dan memastikan dia tak kekurangan apapun. tanggungjawab tak semudah apa yang telah saya ucapkan. bebarapa hal, bukan karena senilai uang.
pembicaraan semalam, berkutat soal ebtanas, mata pelajaran dan keinginan untuk masuk smp yang sama dengan saya dulunya. terjadi beberapa kesalahpahaman, tepatnya ketidakpahaman gaya bahasa yang kami gunakan. empat belas tahun selisih masa diantara saya dan dia, semuanya telah berbeda. ebtanas telah berganti nama menjadi uasbn (dan kali ini saya setuju dengan seorang teman, indonesia tergila-gila dengan akronim), jumlah mata pelajaranpun sudah berbeda, dan mungkin standard untuk masuk ke sekolah lanjutan pun tak sama.
satu gap generasi, dan akhirnya membuat saya sedikit frustasi. bukan karena dia tidak memahami saya, tapi lebih karena saya tak memahami dunianya. saya yang tak melakukan apapun untuk tahu tentang dunianya, mengharapkan dia untuk bisa seperti saya. saya memaksa dia dengan dalih, dulu saya begitu.
dulu. saya. begitu.
berlebihan rasanya untuk meminta padanya melakukan hal yang saya lakukan, sesuatu yang bahkan dia lahirpun belum. jaman berubah. dan saya tidak pernah memelankan langkah hanya untuk menengok jamannya. bahkan ketika segala informasi dengan begitu mudahnya saya bisa dapatkan, tak pernah sekalipun saya mencoba mencari informasi untuknya.
ternyata ini semua memang bukan hanya soalan mencukupi kebutuhannya, menyekolahkannya pada sekolah yang layak, dan memastikan dia tak kekurangan apapun. tanggungjawab tak semudah apa yang telah saya ucapkan. bebarapa hal, bukan karena senilai uang.
Tuesday, April 21, 2009
mengekalkan ingatan
kukira memang manusia mempunyai kecenderungan untuk mengekalkan ingatan pada sesuatu.
buku misalnya.
maka ketika beberapa hari lalu kurapikan rak buku di kamar, itu serasa bernostalgia dengan rentetan potongan peristiwa yang tak terkait satu dan lainnya. ya, itu semacam bentuk hubungan eksklusive anatara aku dengan beberapa orang yang ingatan tentangnya tersimpan dalam bentuk sebuah buku.
mungkin serupa teresa dalam unbearable lightness-nya milan kundera, dimana dia selalu membawa buku anna karenina kemana - mana, sebagai sebuah pintu untuk berkomunikasi dengan individu lainnya. begitulah buku buatku. sedikit perbedaan dengan teresa, aku tak menggambarkan buku serupa gengsi atas status intelektual, meski pada akhirnya seleksi alam mengelompokkan manusia - manusia pecinta buku dalam satu komunitas.
dan untuk kedua kalinya, aku merasa begitu kehilangan ketika tak kutemukan satu buku pada deretan buku - buku lainnya. sajak lengkap goenawan mohamad 1961 - 2001. bukan buku yang menarik untuk dipinjam, bahkan kukira hanya aku saja yang menggemarinya. dan seringkali menjadi pilihan untuk teman perjalanan. kuhubungi beberapa teman hanya untuk meyakinkan tak ada seorangpun yang meminjamnya, dan memang begitu. buku itu raib begitu saja.
ini kehilangan kedua setelah sekian tahun yang lalu aku kehilangan buku berjudul hidup ini. tak banyak yang tau buku itu, pengarangnya seorang dosen universitas di surabaya. jangan tanya apa yang sudah kulakukan untuk mendapatkannya lagi, mulai dengan searching di internet, menghubungi penerbit dan mencoba mendapatkan kontak untuk pengarangnya sendiri. dan hasilnya nol. buku lama dan tidak mengalami cetak ulang. pemberinya adalah pacar pertama, teman sekelas waktu sma. sekarang sudah menikah, dan sudah punya anak yang berulang tahun sama denganku (kukira itu kutukan buatnya, hahaha).
untuk buku yang terakhir sepertinya lebih gampang untuk mencari penggantinya. aku sudah pesan ke salah satu toko buku online dan sedang dalam proses pencarian. semoga saja ada, kupikir penerbit tak mengeluarkan cetakan kedua untuk buku ini. semoga ada. pemberinya? seorang lelaki tentu saja, pacar kesekian entah aku lupa. *hai, hein! maap!* mungkin jika buku pengganti itu datang, tak kan sama dengan sebelumnya, tak ada lagi coretan tangan "jika aku masih disini", tapi setidaknya buku itu akan sedikit banyak mengekalkan ingatanku akannya.
mungkin sia - sia aku jika aku menepis kata - kata goenawan mohamad dalam salah satu puisinya yang kutuliskan disini. tapi, bukankah hidup adalah rangkaian percobaan yang mungkin diantaranya merupakan kesia-siaan.
waktu adalah mesin hitung, cintaku
jam berkeloneng dingin (seperti gaung)
di kota itu. angka-angka telah lama tahu:
bayangku akan hilang sebelum salju
sementara kau akan tetap jalan
(seperti kenyataan). sampai pada giliran.
mengaku, tiap kali daun jatuh di rambutmu:
"ternyata kenangan hanya perkara yang lucu"
tentu. tidak apa. kita tak memilih acara.
pada angin runcing dan warna musim kau juga
akan terbiasa. nasib telah begitu tertib.
pada lupa kita juga akan jadi karib.
buku misalnya.
maka ketika beberapa hari lalu kurapikan rak buku di kamar, itu serasa bernostalgia dengan rentetan potongan peristiwa yang tak terkait satu dan lainnya. ya, itu semacam bentuk hubungan eksklusive anatara aku dengan beberapa orang yang ingatan tentangnya tersimpan dalam bentuk sebuah buku.
mungkin serupa teresa dalam unbearable lightness-nya milan kundera, dimana dia selalu membawa buku anna karenina kemana - mana, sebagai sebuah pintu untuk berkomunikasi dengan individu lainnya. begitulah buku buatku. sedikit perbedaan dengan teresa, aku tak menggambarkan buku serupa gengsi atas status intelektual, meski pada akhirnya seleksi alam mengelompokkan manusia - manusia pecinta buku dalam satu komunitas.
dan untuk kedua kalinya, aku merasa begitu kehilangan ketika tak kutemukan satu buku pada deretan buku - buku lainnya. sajak lengkap goenawan mohamad 1961 - 2001. bukan buku yang menarik untuk dipinjam, bahkan kukira hanya aku saja yang menggemarinya. dan seringkali menjadi pilihan untuk teman perjalanan. kuhubungi beberapa teman hanya untuk meyakinkan tak ada seorangpun yang meminjamnya, dan memang begitu. buku itu raib begitu saja.
ini kehilangan kedua setelah sekian tahun yang lalu aku kehilangan buku berjudul hidup ini. tak banyak yang tau buku itu, pengarangnya seorang dosen universitas di surabaya. jangan tanya apa yang sudah kulakukan untuk mendapatkannya lagi, mulai dengan searching di internet, menghubungi penerbit dan mencoba mendapatkan kontak untuk pengarangnya sendiri. dan hasilnya nol. buku lama dan tidak mengalami cetak ulang. pemberinya adalah pacar pertama, teman sekelas waktu sma. sekarang sudah menikah, dan sudah punya anak yang berulang tahun sama denganku (kukira itu kutukan buatnya, hahaha).
untuk buku yang terakhir sepertinya lebih gampang untuk mencari penggantinya. aku sudah pesan ke salah satu toko buku online dan sedang dalam proses pencarian. semoga saja ada, kupikir penerbit tak mengeluarkan cetakan kedua untuk buku ini. semoga ada. pemberinya? seorang lelaki tentu saja, pacar kesekian entah aku lupa. *hai, hein! maap!* mungkin jika buku pengganti itu datang, tak kan sama dengan sebelumnya, tak ada lagi coretan tangan "jika aku masih disini", tapi setidaknya buku itu akan sedikit banyak mengekalkan ingatanku akannya.
mungkin sia - sia aku jika aku menepis kata - kata goenawan mohamad dalam salah satu puisinya yang kutuliskan disini. tapi, bukankah hidup adalah rangkaian percobaan yang mungkin diantaranya merupakan kesia-siaan.
waktu adalah mesin hitung, cintaku
jam berkeloneng dingin (seperti gaung)
di kota itu. angka-angka telah lama tahu:
bayangku akan hilang sebelum salju
sementara kau akan tetap jalan
(seperti kenyataan). sampai pada giliran.
mengaku, tiap kali daun jatuh di rambutmu:
"ternyata kenangan hanya perkara yang lucu"
tentu. tidak apa. kita tak memilih acara.
pada angin runcing dan warna musim kau juga
akan terbiasa. nasib telah begitu tertib.
pada lupa kita juga akan jadi karib.
Wednesday, April 15, 2009
teman seperjalanan
kukira relationship yang ideal adalah serupa teman seperjalanan. tentu bukan yang satu di depan dan yang lain di belakang, melainkan bersisi-sisian. bergandengan tangan tanpa ada yang memaksa yang satu turut dengan lainnya. masing - masing akan bertanggung jawab dengan dirinya, membantu yang lain ketika jatuh untuk kembali berjalan. menikmati setiap titik tanpa tergesa untuk segera sampai pada tujuan. toh pada akhirnya, pencapaian adalah bukan yang utama kan?
tapi lagi-lagi, ideal hanya ada di pikiran..
Tuesday, April 14, 2009
negeri asing satu malam
dan siapa kamu ketika tak seorangpun mengenalmu?
kamu akan terasing, sekaligus menyatu dengan keterasingan itu. karena kota dimana kamu pijakkan kaki bukanlah kota besar, dimana manusia - manusianya sudah menjadi asing untuk menyadari bahwa mereka terasing satu sama lainnya.
di kota ini, semua mata masih saja akan memandangmu, ada yang memeolototimu, dan yang lainnya mencuri pandang malu - malu. beberapa diantaranya berani untuk mempertanyakan maksud keberadaanmu, sedang lainnya mungkin hanya mencuri dengar sambil berlalu.
disini, pada perjalanan ini, kamu bisa menjadi siapa saja, toh kebenaran jawabanmu tak mempengaruhi apapun bukan? kamu bisa pura - pura menjadi mahasiswa, atau kamu bisa menjadi seorang musafir, hanya orang yang kebetulan mampir.
atau kamu menjadi bukan siapa - siapa.
ingatan tentangmu akan segera tersingkir. dengan waktu yang singkat, orang - orang tersebut belum sempat membuat ekspektasi - ekspektasi apapun padamu, dan kamu sudah menghilang dari kehidupan mereka. tanpa menyisakan sebuah pengulangan, sesuatu hanya terjadi sekali, maka tak akan ada kebosanan.
mereka mungkin bahkan belum sempat berfikir tentang keberadaanmu. lalu apa pedulimu?
toh pada akhirnya kamu tetap beranjak meninggalkan tempat itu, sebelum garam dan kiloan ikan menenggelamkanmu. membawa bau anyir lautan, dan ingatan, akan janji yang sudah terbayarkan.
*panarukan, perubahan memang tak terelakkan..
Thursday, April 09, 2009
perjalanan impulsif
apa yang akan kamu lakukan disana?
pertanyaan yang tidak selalu saya bisa jawab. kalaupun saya jawab, maka jawaban yang saya berikanpun berbeda - beda. mungkin saya menyepelekan lawan bicara saya, karena saya berpikir tidak semua memahami alasan saya kesana. dan saya malas untuk menjelaskan panjang lebar, apalagi saya sendiri tidak bisa benar - benar menjelaskan apa yang saya rasakan.
perasaan yang melompat - lompat setiap kali saya mendengar namanya.
yang saya tau pasti, saya memang harus kesana. katakanlah ini perjalanan yang impulsive, tanpa peta tanpa sebuah kematangan. bahkan mungkin, saya sendiri memang masih belum tahu pasti apa yang akan saya lakukan disana.
mungkin saya akan duduk - duduk di pelabuhan sambil memandang mercusuar yang teronggokkan, menunggu hingga matahari tenggelam. ditemani segelas kopi tubruk pedesaan. mungkin saya akan menenggelamkan kaki saya di pasir putihnya, hanya memandang ke depan dimana lautan luas terbentang, hal yang sebenarnya saya bisa lakukan disini. mungkin saya akan menyusuri setiap jalannya, mencoba menggoreskan keberadaan saya disitu, melawan arus bernama lupa. mungkin saya akan ke savannahnya, merebahkan badan disana, atau menari. merentangkan tangan selebar - lebarnya seakan saya sudah siap menyambut langit yang akan runtuh menimpa saya.
atau mungkin saya tidak akan melakukan apa - apa.
entah, saya tidak tahu apa yang menanti saya disana. tidak menutup kemungkinkan ekspektasi saya berlebihan. mungkin kenyataan yang akhirnya saya dapatkan berbeda sama sekali dengan apa yang saya bayangkan. mungkin saya tidak mendapatkan apapun. tapi, saya tak pernah mengetahuinya jika saya tak melangkahkan kaki kesana, bukan?
seorang teman berkata, mungkin perjalananmu adalah sebuah pelarian.
saya tak ingin membenarkan kata - katanya, sekaligus tak ingin menyangkal kepengecutan saya. yang saya tau, saya memang harus melakukan perjalanan ini. entah karena saya memang pengecut dengan melarikan diri, atau justru karena saya terlalu congkak untuk menantang sebuah ketidakpastian yang telah menanti saya.
pertanyaan yang tidak selalu saya bisa jawab. kalaupun saya jawab, maka jawaban yang saya berikanpun berbeda - beda. mungkin saya menyepelekan lawan bicara saya, karena saya berpikir tidak semua memahami alasan saya kesana. dan saya malas untuk menjelaskan panjang lebar, apalagi saya sendiri tidak bisa benar - benar menjelaskan apa yang saya rasakan.
perasaan yang melompat - lompat setiap kali saya mendengar namanya.
yang saya tau pasti, saya memang harus kesana. katakanlah ini perjalanan yang impulsive, tanpa peta tanpa sebuah kematangan. bahkan mungkin, saya sendiri memang masih belum tahu pasti apa yang akan saya lakukan disana.
mungkin saya akan duduk - duduk di pelabuhan sambil memandang mercusuar yang teronggokkan, menunggu hingga matahari tenggelam. ditemani segelas kopi tubruk pedesaan. mungkin saya akan menenggelamkan kaki saya di pasir putihnya, hanya memandang ke depan dimana lautan luas terbentang, hal yang sebenarnya saya bisa lakukan disini. mungkin saya akan menyusuri setiap jalannya, mencoba menggoreskan keberadaan saya disitu, melawan arus bernama lupa. mungkin saya akan ke savannahnya, merebahkan badan disana, atau menari. merentangkan tangan selebar - lebarnya seakan saya sudah siap menyambut langit yang akan runtuh menimpa saya.
atau mungkin saya tidak akan melakukan apa - apa.
entah, saya tidak tahu apa yang menanti saya disana. tidak menutup kemungkinkan ekspektasi saya berlebihan. mungkin kenyataan yang akhirnya saya dapatkan berbeda sama sekali dengan apa yang saya bayangkan. mungkin saya tidak mendapatkan apapun. tapi, saya tak pernah mengetahuinya jika saya tak melangkahkan kaki kesana, bukan?
seorang teman berkata, mungkin perjalananmu adalah sebuah pelarian.
saya tak ingin membenarkan kata - katanya, sekaligus tak ingin menyangkal kepengecutan saya. yang saya tau, saya memang harus melakukan perjalanan ini. entah karena saya memang pengecut dengan melarikan diri, atau justru karena saya terlalu congkak untuk menantang sebuah ketidakpastian yang telah menanti saya.
Thursday, April 02, 2009
catatan untuk mengenang
a relationship still can be good even though it does not last forever. an expectation for a long term or even lifetime future could only ruin the good memories we have.
a dear friend of mine.
dan saya mengamininya.
menjadi bahagia, dan membuat catatan tentang apa yang ingin kita ingat adalah sebuah pilihan. saya kehilangan dan saya menjadi sedih, atau saya kehilangan dan saya memilih untuk merelakannya.
delapan bulan dan itu salah satu yang tertinggal untuk saya. membentuk saya yang mungkin berbeda dari sebelumnya.
saya tidak punya ekspektasi atas sebuah hubungan. katakanlah saya pesimis, tetapi ekspektasi hanya akan berujung kekecewaan. apa yang saya lakukan saat ini adalah menikmati apa yang ada. itu saja.
pertemuan, perpisahan, lahir, mati. hal - hal itu tak ubahnya hujan, bisa datang kapan saja, dan sering. meratapi sebuah kehilangan tak pernah bisa membuat hilang itu kembali, bukan? sedih memang bukan hal yang terlarang, tapi lagilai menjadi bahagia adalah sebuah pilihan.
maka disini saya, sedang menikmati semua kesenangan yang ada, memaksimalkan waktu yang saya punya, sebelum hal itu direnggut dari saya. tidak ada yang berlangsung selamanya, tidak ada. dan saya ingin mencatatkan kenangan yang kelak akan membuat saya tersenyum jika mengingatnya.
Wednesday, April 01, 2009
hanya soal deretan angka
kenapa orang - orang disini terlihat lebih muda dari umurnya?
karena disini kami bahagia.
penggalan percakapan semalam, sambil aku berkutat dengan kwitansi dan laporan keuangan yang seharusnya kamu selesaikan.
begitukah?, tanyamu.
iyah, memang begitu. karena kami bahagia.
mungkin kamu lupa, beberapa malam sebelumnya, sambil kita bercakap - cakap di tengah bisingnya legian, pada pertemuan pertama. kukatakan padamu,
disini kebahagiaan itu murah. setidaknya buatku.
seperti malam itu, kita berjalan kaki menyusuri pantai. mampir ke toko 24 jam untuk sebotol bir. berhenti sejenak melihat ombak dan berpasang pemudi yang sedang kencan. hampir tengah malam, tapi kuta memang tak pernah padam. selalu saja ada yang terjaga, entah hanya untuk sebotol bir seperti kita, atau menenggelamkan diri di tengah musik yang hingar bingarnya memekakkan telinga.
bergabung untuk segelas tequila slammer atau segelas arak murahan adalah sebuah pilihan.
sama halnya dengan tempat - tempat hiburan yang berceceran di sepanjang jalan dan gang - gang sempit berbau comberan. lengkap dnegan wanita - wanita bergaun malam dan lelaki - lelaki yang hanya bercelana pendek atau malah justru bertelanjang dada. toko 24 jam yang terasnya tak pernah sepi, oleh pemuda-pemuda yang cekikikan.
dan berada di antara hingar bingar klub malam yang menguras uang, atau hanya duduk - duduk bermodal uang lima ribuan pun adalah sebuah pilihan.
juga tentang pantai yang bertebaran dimana - mana. tentang gunung. hujan. atau sekedar bangku panjang untuk melepas lelah dari sebuah perjalanan. dan disini waktu berjalan lebih lambat dibanding kotamu.
kami masih sempat sekedar duduk - duduk menikmati segelas kopi sepulang kerja, atau rujakan di pantai kuta membaur dengan bergerombol orang disana. kami masih sempat untuk berkumpul makan pizza sambil bercakap tentang apa saja. dan kami punya banyak sekali waktu untuk bertemu orang - orang menyenangkan dan tertawa - tawa.
disini kami masih menjadi manusia.
karena disini kami bahagia.
penggalan percakapan semalam, sambil aku berkutat dengan kwitansi dan laporan keuangan yang seharusnya kamu selesaikan.
begitukah?, tanyamu.
iyah, memang begitu. karena kami bahagia.
mungkin kamu lupa, beberapa malam sebelumnya, sambil kita bercakap - cakap di tengah bisingnya legian, pada pertemuan pertama. kukatakan padamu,
disini kebahagiaan itu murah. setidaknya buatku.
seperti malam itu, kita berjalan kaki menyusuri pantai. mampir ke toko 24 jam untuk sebotol bir. berhenti sejenak melihat ombak dan berpasang pemudi yang sedang kencan. hampir tengah malam, tapi kuta memang tak pernah padam. selalu saja ada yang terjaga, entah hanya untuk sebotol bir seperti kita, atau menenggelamkan diri di tengah musik yang hingar bingarnya memekakkan telinga.
bergabung untuk segelas tequila slammer atau segelas arak murahan adalah sebuah pilihan.
sama halnya dengan tempat - tempat hiburan yang berceceran di sepanjang jalan dan gang - gang sempit berbau comberan. lengkap dnegan wanita - wanita bergaun malam dan lelaki - lelaki yang hanya bercelana pendek atau malah justru bertelanjang dada. toko 24 jam yang terasnya tak pernah sepi, oleh pemuda-pemuda yang cekikikan.
dan berada di antara hingar bingar klub malam yang menguras uang, atau hanya duduk - duduk bermodal uang lima ribuan pun adalah sebuah pilihan.
juga tentang pantai yang bertebaran dimana - mana. tentang gunung. hujan. atau sekedar bangku panjang untuk melepas lelah dari sebuah perjalanan. dan disini waktu berjalan lebih lambat dibanding kotamu.
kami masih sempat sekedar duduk - duduk menikmati segelas kopi sepulang kerja, atau rujakan di pantai kuta membaur dengan bergerombol orang disana. kami masih sempat untuk berkumpul makan pizza sambil bercakap tentang apa saja. dan kami punya banyak sekali waktu untuk bertemu orang - orang menyenangkan dan tertawa - tawa.
disini kami masih menjadi manusia.
Tuesday, March 31, 2009
seakan terbang
.. apa yang terjadi 2 minggu ini seakan serupa potongan - potongan cerita yang tidak lengkap. bahkan terkadang kupikir aku tak sungguh - sungguh berada disitu. satu peristiwa berlalu, yang lain datang memburu.
aku kira aku bahkan tidak sempat bernafas. menjejakkan kaki. atau merebahkan badan. bahkan kukira otakkupun belum sempat beristirahat, berhenti sejenak dari melompat - lompat dari satu ingatan ke yang lain.
aku kira aku bahkan tidak sempat bernafas. menjejakkan kaki. atau merebahkan badan. bahkan kukira otakkupun belum sempat beristirahat, berhenti sejenak dari melompat - lompat dari satu ingatan ke yang lain.
Friday, March 27, 2009
hate to the bone
have you ever hated someone to the bone?
tiba - tiba seseorang menanyakan itu ke saya. pada perbincangan di hari yang panas ditemani segelas es teh. pertanyaan yang sama yang ingin saya tanyakan ke dia, teman saya, dan teman saya yang lain.
tidak, setidaknya sampe saat ini tidak pernah.
lalu saya ingat beberapa tahun lalu, saya pernah begitu marah ke seorang teman, satu - satunya orang yang dekat dengan saya. saya marah padanya karena satu hal. dia juga marah ke saya karena menurutnya, saya terlalu ikut campur. lalu kami tidak berbicara sama sekali. tidak pernah saling sapa. selama bertahun - tahun. hingga suatu hari dia menelepon saya, mengenalkan saya pada anaknya. saya minta maaf, dia juga. lalu kami tertawa - tawa.
saya juga ingat dengan teman lainnya. kali ini tanpa alasan yang jelas dia marah ke saya. dan tanpa saya tau salah saya apa, saya terus meminta maaf padanya, just to makes everything right. tapi saya salah. untuk sesuatu yang tidak bisa diperbaiki, lebih baik dibiarkan saja. terus mencoba memperbaikinya hanya akan membuatnya menjadi lebih buruk. mungkin itu adalah klimaks dimana saya sudah lelah untuk meminta maaf untuk sesuatu yang saya tidak pahami. saya tidak membencinya. hanya saya sampai pada titik bahwa saya tidak peduli. lalu kami tidak lagi pernah bersapa. sampai saat ini.
dan jika ingatan saya putar kembali ke belakang, hanya memang tidak menyimpan kebencian pada siapapun sampai saat ini. saya pernah bergitu marah karena seorang teman membohongi saya, tapi ketika kemudian kami bertemu, maka kami akan tertawatawa bahagia. saya bukan malaikat yang tak pernah marah. saya marah. saya pernah sangat marah. lalu selanjutnya, itu berlalu begitu saja. beberapa akhirnya kami saling bersapa, selebihnya mungkin tak saling bicara.
bukan karena saya membencinya, tapi lebih karena saya sudah tidak lagi mempedulikannya.
Wednesday, March 25, 2009
tidak stagnan
life is all about choices and possibilities, lies and being hurt, freedom and all the consequences, love and faith.
facebook's status.
dan memang begitulah hidup buat saya. pilihan dan kemungkinannya. masa depan adalah lorong gelap yang panjang, sesekali nampak kilauan sinar di ujung, terkadang bahkan hanya ada pekat. tapi, bukankah hidup adalah pertaruhan? ajang berjudi, karena mungkin kita bisa mengangankan apa yang ada di depan. sedangkan perkara angan - angan dan kenyataan yang mungkin tak sama adalah urusan lainnya.
saya ingat perkataan seorang teman yang saya artikan sebagai pujian, katanya saya adalah orang yang tahu apa yang saya inginkan. tidak selalu, bahkan seringkali saya tidak tau apa yang saya inginkan dan hanya bergerak maju.
karena diam adalah stagnan. dan dunia terus akan berputar, jadi kenapa saya tidak ikut berputar bersamanya?
Friday, March 20, 2009
kesenangan tersembunyi
saya ingat pertama kali kita bertemu,
"kukira karena kamu datang makan MU kalah telak. sudah kubilang kesini saja 45 menit lagi. kamu sih kesini sekarang, MU kalah dan aku sudah tidak berminat untuk menonton pertandingan selanjutnya. kamu tau khan kalau satu dan lain hal itu berhubungan?
hahaha. awal pertemuan yang aneh. justru kupikir, karena dari awal memang MU digariskan untuk kalah, maka semesta mengirim signal ke saya untuk datang lebih awal, sehingga ada teman yang menemanimu ketika kamu sudah tak ingin lagi menyaksikan pertandingan itu. berbincang sambil menikmati sebotol bir, menyusuri gang - gang sempit di sepanjang poppies sampe kaki berasa gempor, dan bergabung di hingar bingar ground zero yang sama sekali tak menyimpan kesedihan itu.
menyenangkan. mungkin karena kamu. mungkin karena keadaan. atau mungkin karena memang aku sedang senang, tanpa harus mempersulitnya dengan mencari alasan.
bukankah tetap saja ada yang bisa dinikmati dari sesuatu yang sebenarnya tidak dikehendaki?
"kukira karena kamu datang makan MU kalah telak. sudah kubilang kesini saja 45 menit lagi. kamu sih kesini sekarang, MU kalah dan aku sudah tidak berminat untuk menonton pertandingan selanjutnya. kamu tau khan kalau satu dan lain hal itu berhubungan?
hahaha. awal pertemuan yang aneh. justru kupikir, karena dari awal memang MU digariskan untuk kalah, maka semesta mengirim signal ke saya untuk datang lebih awal, sehingga ada teman yang menemanimu ketika kamu sudah tak ingin lagi menyaksikan pertandingan itu. berbincang sambil menikmati sebotol bir, menyusuri gang - gang sempit di sepanjang poppies sampe kaki berasa gempor, dan bergabung di hingar bingar ground zero yang sama sekali tak menyimpan kesedihan itu.
menyenangkan. mungkin karena kamu. mungkin karena keadaan. atau mungkin karena memang aku sedang senang, tanpa harus mempersulitnya dengan mencari alasan.
bukankah tetap saja ada yang bisa dinikmati dari sesuatu yang sebenarnya tidak dikehendaki?
sahabat
nusa dua.
tengah malam dan saya masih terjaga. malam ini sepertinya semesta sedang berbaik hati dengan saya. seorang teman baik yang saya kenal dari beberapa tahun lalu dan belum pernah ketemu, akhirnya ketemu juga.
persahabatan itu lucu. ketika saya begitu mengusahakannya, justru itu menjadi susah saya jangkau. namun tanpa saya sadari, saya telah memulai persahabatan lainnya. dan benar yang dikata seorang teman,
dan disinilah kami. berboincang lewat tengah malam dan mata belum terpejam. setelah makan malam dan perjalanan gila. malam ini saya merasa begitu free, careless, dan bahagia.
akhir pekan yang datang terlalu awal. hari - hari yang panjang saya bayangkan akan datang beberapa waktu ke depan. terkadang saya heran, bagaimana baiknya semesta kepada saya, dengan menghadirkan orang - orang yang menyenangkan di sekeliling saya. dan bintang malam ini membuatnya semakin mendekati sempurna..
tengah malam dan saya masih terjaga. malam ini sepertinya semesta sedang berbaik hati dengan saya. seorang teman baik yang saya kenal dari beberapa tahun lalu dan belum pernah ketemu, akhirnya ketemu juga.
persahabatan itu lucu. ketika saya begitu mengusahakannya, justru itu menjadi susah saya jangkau. namun tanpa saya sadari, saya telah memulai persahabatan lainnya. dan benar yang dikata seorang teman,
ujian sebuah persahabatan adalah jarak, waktu dan pasangan.
dan disinilah kami. berboincang lewat tengah malam dan mata belum terpejam. setelah makan malam dan perjalanan gila. malam ini saya merasa begitu free, careless, dan bahagia.
akhir pekan yang datang terlalu awal. hari - hari yang panjang saya bayangkan akan datang beberapa waktu ke depan. terkadang saya heran, bagaimana baiknya semesta kepada saya, dengan menghadirkan orang - orang yang menyenangkan di sekeliling saya. dan bintang malam ini membuatnya semakin mendekati sempurna..
Thursday, March 19, 2009
reborn
mungkin ini waktu dimana saya sebaiknya menyerah untuk menulis. tepatnya, menulis seperti yang dulu biasa saya lakukan. mencoba membangkitkan kenangan, lalu menuliskannya. mencoba membangkitkan khayalan, lalu menuliskannya. atau mencoba untuk meresapi semua hal, lalu menuangkannya.
hal - hal yang sebelumnya menjadi inspirasi saya untuk menulis. hal yang ternyata sekarang tak lagi saya rasakan. dan sia - sia saya memaksa diri untuk menuliskan hal yang sama.
karena memang segala sesuatu berubah, berevolusi. termasuk saya dan ingatan. termasuk saya dan keadaan. termasuk apa yang saya rasakan.
jika dihitung, genap 8 bulan sedari terakhir saya menulis. bukan waktu yang pendek untuk saya yang mengaku sangat gemar menulis, yang seringkali menuliskan apa saja untuk sekedar pengingat, hal remeh temeh yang mungkin tidak penting. agak ironis memang, postingan terakhir saya sebelum saya berhenti menulis justru berjudul usaha melawan lupa. dan setelah itu, saya justru berhenti menulis. membiarkan semua kejadian lewat begitu saja, tanpa sedikitpun mencatatkannya. saya hidup hanya untuk detik itu saja. selebihnya, apa yang lewat seperti mimpi, dan apa yang akan terjadi tak ubahnya khayalan yang sekali tepuk akan menghilang.
delapan bulan memang waktu yang saya perlukan untuk terpuruk dan akhirnya bangkit. jika ada orang yang setelah terjatuh dia akan buru - buru bangkit, meski dengan luka disana - sini, berharap luka akan smebuh seiring perjalanan. maka saya bukan tipikal seperti itu. saya lebih suka bermalas-malasan, tidur-tiduran dan membiarkan luka itu sembuh. atau jika perlu, saya akan memerosokkan diri saya sampe ke jatuh yang paling paling, sehingga saya tak akan merasakan kesakitan yang lebih lagi.
dalam waktu itu saya mati suri. jika menulis buat saya adalah nafas, maka sangat sedikit udara yang saya hirup dan hembuskan. dan saya menikmati kematian itu. sesekali iming-iming tentang kehidupan menggelitik saya, tapi saya sadar, saya belum siap untuk hidup lagi, untuk menghirup udara lebih banyak dan menghembuskannya. paru - paru saya masih berlubang disana - sini, lutut saya maish lecet, dan tergesa - gesa tak akan membantunya.
lalu, jika kali ini saya menulis, apakah itu berarti saya sudah bangkit dari kematian? hmmm..seperti yang pernah dikatakan seorang teman,
itulah yang saya rasakan. reborn, and getting stronger. sesuatu yang membuat saya menjadi orang yang berbeda dari sebelum delapan bulan lalu. sesuatu yang hentakannya tak lagi sama dengan delapan bulan lalu. dan karena itu saya sadar, sia - sia saya mencoba menulis seperti sebelumnya, menghayalkan kenangan dan jaman dimana saya bisa menulis tentang apa saja. karena saya adalah seseornag yang baru, yang sudha terevolusi, maka sebaiknya saya menerima keadaan ini, menjalani masa kini. bukan mengais - ngais masa lalu.
dan apa yang tersisa dari delapan bulan ini. saya hanya menemukan potongan peristiwa - peristiwa pendek yang sempat tercatat di blog saya yang laen, tentunya tanpa efek dramatis seperti yang biasa saya lakukan, hahaha. selebihnya hanya menguap begitu saja. dan saya tak lagi menyesalinya, setiap peristiwa mempunya cara sendiri untuk diingat, seperti setiap orang mempunyai cara sendiri - sendiri untuk menyembuhkan lukanya...
hal - hal yang sebelumnya menjadi inspirasi saya untuk menulis. hal yang ternyata sekarang tak lagi saya rasakan. dan sia - sia saya memaksa diri untuk menuliskan hal yang sama.
karena memang segala sesuatu berubah, berevolusi. termasuk saya dan ingatan. termasuk saya dan keadaan. termasuk apa yang saya rasakan.
jika dihitung, genap 8 bulan sedari terakhir saya menulis. bukan waktu yang pendek untuk saya yang mengaku sangat gemar menulis, yang seringkali menuliskan apa saja untuk sekedar pengingat, hal remeh temeh yang mungkin tidak penting. agak ironis memang, postingan terakhir saya sebelum saya berhenti menulis justru berjudul usaha melawan lupa. dan setelah itu, saya justru berhenti menulis. membiarkan semua kejadian lewat begitu saja, tanpa sedikitpun mencatatkannya. saya hidup hanya untuk detik itu saja. selebihnya, apa yang lewat seperti mimpi, dan apa yang akan terjadi tak ubahnya khayalan yang sekali tepuk akan menghilang.
delapan bulan memang waktu yang saya perlukan untuk terpuruk dan akhirnya bangkit. jika ada orang yang setelah terjatuh dia akan buru - buru bangkit, meski dengan luka disana - sini, berharap luka akan smebuh seiring perjalanan. maka saya bukan tipikal seperti itu. saya lebih suka bermalas-malasan, tidur-tiduran dan membiarkan luka itu sembuh. atau jika perlu, saya akan memerosokkan diri saya sampe ke jatuh yang paling paling, sehingga saya tak akan merasakan kesakitan yang lebih lagi.
dalam waktu itu saya mati suri. jika menulis buat saya adalah nafas, maka sangat sedikit udara yang saya hirup dan hembuskan. dan saya menikmati kematian itu. sesekali iming-iming tentang kehidupan menggelitik saya, tapi saya sadar, saya belum siap untuk hidup lagi, untuk menghirup udara lebih banyak dan menghembuskannya. paru - paru saya masih berlubang disana - sini, lutut saya maish lecet, dan tergesa - gesa tak akan membantunya.
lalu, jika kali ini saya menulis, apakah itu berarti saya sudah bangkit dari kematian? hmmm..seperti yang pernah dikatakan seorang teman,
you know, when you got pain at the most, and you still alive instead of dead, after you get through this pain, all you can feel is reborn. you feel like have a new life, getting fresh, stronger, and all the pain afterward is..nothing.
itulah yang saya rasakan. reborn, and getting stronger. sesuatu yang membuat saya menjadi orang yang berbeda dari sebelum delapan bulan lalu. sesuatu yang hentakannya tak lagi sama dengan delapan bulan lalu. dan karena itu saya sadar, sia - sia saya mencoba menulis seperti sebelumnya, menghayalkan kenangan dan jaman dimana saya bisa menulis tentang apa saja. karena saya adalah seseornag yang baru, yang sudha terevolusi, maka sebaiknya saya menerima keadaan ini, menjalani masa kini. bukan mengais - ngais masa lalu.
dan apa yang tersisa dari delapan bulan ini. saya hanya menemukan potongan peristiwa - peristiwa pendek yang sempat tercatat di blog saya yang laen, tentunya tanpa efek dramatis seperti yang biasa saya lakukan, hahaha. selebihnya hanya menguap begitu saja. dan saya tak lagi menyesalinya, setiap peristiwa mempunya cara sendiri untuk diingat, seperti setiap orang mempunyai cara sendiri - sendiri untuk menyembuhkan lukanya...
Monday, February 23, 2009
tentang membangkitkan inspirasi
simpang enam. malam hari.
aku mencoba untuk kembali menulisi. mengais - ngais inspirasi. entah pada sepotong malam. dimana aku dan kamu duduk di tempat yang sama untuk kesekian kalinya. berbicara tentang apa saja. tidak ada sentuhan, bahkan genggaman tangan. karena tanpa itupun kita telah tau, mata telah berbicara tentang rasa yang tersimpan disana.
tapi kali ini aku sendiri, ditemani secangkir kopi.
di depanku duduk sepasang pemudi. tidak berhadapan seperti kita, melainkan bersebelahan. mungkin dengan begitu jarak yang ada semakin tidak ada, dan kulihat mereka bercengkerama manja. aku iri, tentu saja. kapan terakhir kali kita melakukannya?
mengingatmu tak pernah melelahkanku. karena kamulah energi itu. jika pada akhirnya kita tak bersama, aku tak pernah menyesali perkenalan yang pernah ada. tak pernah menggrutu tentang akhir yang tak sempurna. bukankan memang begitu, semua tak selalu terjadi seperti yang kumau. dan ingatan tentangmu, biarlah hanya sampei segitu.
nostalgia kali ini membuatku merasa sepi. sendiri.
*kuperas rasaku untukmu, hidup...
aku mencoba untuk kembali menulisi. mengais - ngais inspirasi. entah pada sepotong malam. dimana aku dan kamu duduk di tempat yang sama untuk kesekian kalinya. berbicara tentang apa saja. tidak ada sentuhan, bahkan genggaman tangan. karena tanpa itupun kita telah tau, mata telah berbicara tentang rasa yang tersimpan disana.
tapi kali ini aku sendiri, ditemani secangkir kopi.
di depanku duduk sepasang pemudi. tidak berhadapan seperti kita, melainkan bersebelahan. mungkin dengan begitu jarak yang ada semakin tidak ada, dan kulihat mereka bercengkerama manja. aku iri, tentu saja. kapan terakhir kali kita melakukannya?
mengingatmu tak pernah melelahkanku. karena kamulah energi itu. jika pada akhirnya kita tak bersama, aku tak pernah menyesali perkenalan yang pernah ada. tak pernah menggrutu tentang akhir yang tak sempurna. bukankan memang begitu, semua tak selalu terjadi seperti yang kumau. dan ingatan tentangmu, biarlah hanya sampei segitu.
nostalgia kali ini membuatku merasa sepi. sendiri.
*kuperas rasaku untukmu, hidup...
Subscribe to:
Posts (Atom)