Saya tidak pernah bosan untuk berulang kali menceritakan asal mula kami membeli rumah. So, here is the story...
"Pada suatu Minggu, di akhir tahun 2010, kurang lebih 1 tahun setelah kami menikah, seorang teman mengajak kami mencari rumah. Saya dan suami yang saat itu kondisi keuangannya pas - pasan, mengiyakan saja. Bukan karena kami juga ingin mencari rumah, tapi sekedar menghibur hati membayangkan punya rumah, sekaligus menimbang - nimbang berapa lama lagi kami harus menabung agar bisa membayar deposit.
Tapi ternyata, ada perumahan baru yang menawarkan Deposit yang terjangkau, senilai tabungan kami. Letakknya (kala itu) terasa sangat jauh, di pelosok desa yang sepi. Untuk mencapai warung terdekat, berjarak kira - kira 1 km. Kami baru 2 kali ke Depok, dan baru sekali ke daerah itu. Karena baru dibuka, belum ada bangunan yang berdiri, dan masih tanah urugan, semua mengawang - awang, kecuali jumlah Deposit yang (lagi-lagi) sangat murah.
Tanpa pikir panjang, akhirnya kami menutup mata untuk membelinya. Selasa berikutnya kami sudah membayar Booking Fee dan sekitar sebulan kemudian, kami sudah menandatangani perjanjian kredit. Kemudian, barulah kami berfikir bagaimana membayar angsuran dll.. Hahaha.
Saat ini, sudah hampir 1,5 tahun kami menghuni rumah baru tersebut. Rumah yang kami beli tanpa rencana dan hanya bermodal nyali. Rumah yang setelah kami huni, tak lagi terasa jauh. 1 hingga 2 jam ke kantor (bukankah ini jarak normal untuk masyarakat urban Jakarta? :D), kurang dari 500 meter ke Sekolah International Global Jaya Depok & Rumah Sakit Citra Medika, dan sekitar 2 km ke imigrasi Depok.
Buat kami, rumah kecil ini sangatlah cukup. Cukup untuk kami sekeluarga menjejak tanah dan tumbuh bersama."
"Pada suatu Minggu, di akhir tahun 2010, kurang lebih 1 tahun setelah kami menikah, seorang teman mengajak kami mencari rumah. Saya dan suami yang saat itu kondisi keuangannya pas - pasan, mengiyakan saja. Bukan karena kami juga ingin mencari rumah, tapi sekedar menghibur hati membayangkan punya rumah, sekaligus menimbang - nimbang berapa lama lagi kami harus menabung agar bisa membayar deposit.
Tapi ternyata, ada perumahan baru yang menawarkan Deposit yang terjangkau, senilai tabungan kami. Letakknya (kala itu) terasa sangat jauh, di pelosok desa yang sepi. Untuk mencapai warung terdekat, berjarak kira - kira 1 km. Kami baru 2 kali ke Depok, dan baru sekali ke daerah itu. Karena baru dibuka, belum ada bangunan yang berdiri, dan masih tanah urugan, semua mengawang - awang, kecuali jumlah Deposit yang (lagi-lagi) sangat murah.
Tanpa pikir panjang, akhirnya kami menutup mata untuk membelinya. Selasa berikutnya kami sudah membayar Booking Fee dan sekitar sebulan kemudian, kami sudah menandatangani perjanjian kredit. Kemudian, barulah kami berfikir bagaimana membayar angsuran dll.. Hahaha.
Saat ini, sudah hampir 1,5 tahun kami menghuni rumah baru tersebut. Rumah yang kami beli tanpa rencana dan hanya bermodal nyali. Rumah yang setelah kami huni, tak lagi terasa jauh. 1 hingga 2 jam ke kantor (bukankah ini jarak normal untuk masyarakat urban Jakarta? :D), kurang dari 500 meter ke Sekolah International Global Jaya Depok & Rumah Sakit Citra Medika, dan sekitar 2 km ke imigrasi Depok.
Buat kami, rumah kecil ini sangatlah cukup. Cukup untuk kami sekeluarga menjejak tanah dan tumbuh bersama."
We may not build a big house, but we build a big love!
PS : If you're around Depok, please dropping by just for a cup of coffee, or tea, and bunch of conversations. We're pleased to welcoming you ;")
PS : If you're around Depok, please dropping by just for a cup of coffee, or tea, and bunch of conversations. We're pleased to welcoming you ;")
No comments:
Post a Comment