Monday, February 18, 2008

tentang film dan rekayasa ingatan

saya kira, setiap orang mempunyai sesuatu sebagai penanda, yang menyimpan potongan - potongan kenangan untuk setiap peristiwa yang telah dilaluinya. entah itu berupa foto, baju, sebuah kota, perjalanan, senja yang memerah, hujan, terik matahari, langit biru, mendung, lagu, blablabla. bahkan terkadang, hanya dari gelak tawa dan lesung pipi pun, kita sudah terseret untuk kembali berkubang dengan kenangan. dipaksa untuk kembali mengingat tentang apa saja yang sudah lewat.

untuk ingatan yang carut marut seperti kepunyaan saya, hal tersebut tidak mudah. seringkali satu ingatan akan bercampur dnegan ingatan lainnya. antara kenyataan, atau hanya ingatan rekayasa belaka. rasanya tak jauh beda. sebagian mungkin adalah apa adanya, yang lain adalah hasil dari pengingkaran saya atas suatu peristiwa. karena memang saya tak pernah akrab dengan beberapa kenangan yang ingin dihapuskan. meski kata seorang teman, saat kau ingin melupakan, di waktu yang sama sesungguhnya kau sedang mengenang. saya belum ke tahap mampu memeta - metakan kenangan sehingga saya bisa menyimpannya untuk yang ingin saya simpan, dan memanggilnya kembali ketika saya ingin mengenangnya.

salah satu dari dua film yang seringkali membawa saya ke masa lalu adalah closer. mungkin karena itu, saya kembali menontonnya ketika jumat malam lalu film itu kembali diputar di salah satu stasiun tv lokal. ketidaksengajaan, ketika saya menghabiskan malammalam sendirian. ketidaksengajaan yang saya teruskan hingga akhir. meski tidak mengikuti keseluruhan, karena diselingi oleh percakapan panjang dengan lelaki saya yang berujung pada kata perpisahan. untuk malam itu saja. karena keesokan malamnya, kami kembali berbaikan. hal yang tak disadari adalah, kami mungkin memang saling membutuhkan. karena cinta yang entah artinya apa, atau karena sejenis perasaan ketika mungkin saya maupun dia mampu untuk berjalan sendirian, hanya saja kami tidak mau melakukannya. ketergantungan yang memabukkan.

karena film itu pulalah saya putuskan saat itu juga untuk membongkar tumpukan cd di bawah rak buku saya untuk menemukan cd soundtrack film tersebut. susah menemukannya, karena sedemikian berantakannya dan berdebunya tumpukan - tumpukan itu, terlebih lagi karena cd - cd itu bukan cd asli dengan sampul aslinya, melainkan kopian dan cd - cd kompilasi yang dibuat sendiri. saya memang lebih menyukai cd, daripada mp3, selain karena saya tak memiliki mp3 player, cd player saya memiliki remote control, jadi saya bisa mengendalikannya sambil saya tiduran di kamar kost ukuran 3 meter x 4 meter yang pengap itu. alasan utamanya karena saya pemalas. dan tidak berduit untuk membeli mp3 player.

sebenarya tak terlalu sulit untuk mengenali cd itu, karena dikepingannya saya sudah menuliskan sebuah nama. nama seseorang. lelaki, tentu saja. si pemberi cd. entah apa yang saya harapkan ketika memutuskan untuk memutar cd itu. saya sedang galau, tentu saja karena pertengkaran yang berujung perpisahan seperti yang saya katakan sebelumnya. mungkin dengan begitu, saya sedang ingin melarikan diri. bukan pada lelaki yang namanya saya tuliskan di kepingan cd itu, melainkan pada kenangan yang memapu memberi kehangatan. teori saya terpatahkan oleh kenyataan. saya yang selama ingin sekali melupakan, bahkan sampai membuat ingatan saya akhirnya carut marut, harus menelan ludah ketika menyadari mungkin saya memang mampu untuk menghapus, tetapi berhenti merasakannya adalah omong kosong. seperti tagline eternal sunshine of the spottless mind. dan mendengarkan damien rice dengan blower's daughter, atau 9 crimes, memberikan saya satu kenyamanan. hingga saya terlelap kemudian.

Did I say that I loathe you?
Did I say that I want to
Leave it all behind?


saat itu saya memang tak mengenang seseorang yang memberikan saya cd itu. saya hanya mengingat sebuah pertemuan, entah dengan siapa dimana. ketidaksengajaan yang akhirnya berlanjut dengan sebuah cerita panjang. lakon dan jalan cerita yang disetting seperti layaknya sebuah kebetulan. tapi benarkah kebetulan memang ada? sayangnya saya tak bisa seperti alice, natalie portman dalam closer, yang sepanjang cerita di panggung drama tidak menggunakan nama sebenarnya. mungkin bukan hanya nama, bisa saja alice memang tidak pernah ada. seperti kenangan, yang telah saya lupakan.

Dan: You'll hurt her. You'll never forgive her.
Larry: Of course I'll forgive her. I *have* forgiven her. Without forgiveness we're savages. You're drowning.

15 comments:

Anonymous said...

Mbak..
saya kadang benci sekali kenangan..kalo otak saya bisa diambil sedikit khusus yang bagian kenangan buruk..saya akan bersyukur sekali..
oh no..saya pertamax??

Anonymous said...

hm.. back to old blog style..?

Anonymous said...

dulu ada suatu masa pula ketika sayapun harus tak perlu mengingat lagi kenangan itu..
Karena kenangan menjadi platonis, and kita mendapatkan sebuah jalan baru.

Anonymous said...

saya menyukai kenangan, karena semuanya membuat saya tertawa.

Anonymous said...

ini bukan rekayasa ingatan.
kamu aja yang tak pernah terlalu peduli akan keadaan sehingga yang tersisa selalu potongan cerita dari kesatuan yang utuh.
Huh, kita memang kumpulan orang2 tak peduli.... hehehe.

Neng Keke said...

Kenangan-kenangan butut biasanya suka gue rekayasa jadi cerita pendek :p Ending-ny bisa dibikin sesuai maunya gue waktu itu. Hihihihi... Duh, ini komentar engga penting banget ya :P

Anonymous said...

baca postingan ini bikin saya senyum2 sendiri. persis omongan Remy Silado. kenangan bisa disimpan dengan rapi di sebuah tempat aman, lalu saat membutuhkannya, kita bisa menariknya. (lalu menuliskannya agar ia abadi, sambung saya dalam hati)

Anonymous said...

rasanya susah untuk tidak mengingat pemberi cd while mendengarkan cd itu :)

kw said...

kenangan, mungkin yang buruk yang terus teringat. sampai sekarang aku tak bisa mendengarkan lagunya melly dan arry lasso yg judulnya jika.
huhhhhhhhhhhhhh ...

lagu itu hanya kujadikan korban saja sebenarnya. peristiwanya yang lebih menyesakkan.

aku mending cepat lari menghindar kalau ada suaranya meli dan ari lasoo, sampai sekarang.

Anonymous said...

kenangan tak lebih dari penggalan nafas yang pernah kau lepaskan. sering sekali nafas yang terhembus itu tidak disadari pentingnya.
namun ada saat-saat tertentu, kita menjadi sadar betul tiap detik kita menghela dan menghembuskan nafas itu. seberapa lama kita menghelanya, seberapa banyak udara yang kita hirup, seberapa harum udara itu. dan bagaimana pula bulir-bulir udara itu kita lepaskan secara perlahan... dst. dst.

apapun yg sudah terlewatkan, itu bagian dari elemen struktur bangunan kedewasaan kita. disadari atau tidak. disukai atau tidak. dimengerti atau tidak.

Anonymous said...

satu yang ingin aku komentari...gila sejak kapan kamu nonton tv?

Anonymous said...

Forgiveness? cara balas dendam yang paling manjur...

Anonymous said...

kalo ajha ada "bank kenangan", mungkin akan lebih mudah untuk memilah
maklum wi, otak saya sudah mulai penuh ^^

Anonymous said...

wah ngenes sajaaan ne...

Anonymous said...

Quote:"saya sedang ingin melarikan diri. bukan pada lelaki yang namanya saya tuliskan di kepingan cd itu, melainkan pada kenangan yang memapu memberi kehangatan"

sering mengalami yang satu ini, menyimpan kenangan yang memberi kesan berarti mungkin akan diperlukan dan dapat bermanfaat dikemudian hari.