Friday, May 11, 2007

tentang mencatat kenangan

nanti, jika ke solo, jangan nginep dimanamana, nduk. langsung saja ke belakang sma kristen, satu satunya di kota solo. ini alamat rumah saya, nanti tanya saja, bu astutik. tapi di rumah saya dikenal sebagai bu bla bla bla. jangan sungkan, saya tinggal sendirian, dengan keponakan yang masih bayi. bla bla bla...


sekian jam di stasiun gadobangkong, bandung.

mungkin jika saja saya memilih untuk naek angkot, tak akan lama hingga sampai di cimahi. tapi tidak, kereta buat saya seperti media eksklusive. banyak hal tak tergantikan. entah gerbongnya yang karatan dan menandakan ketuaan. atau orangorang yang berlalu lalang. sering saya berfikir, bertanyatanya, tempat duduk itu, siapa yang pernah mendudukinya. apakah sepasang remaja yang sedang berkencan, atau anak kecil yang kelaparan. lalu, coretancoretan yang ada disitu, seperti usaha untuk mencatatkan kenangan. ah, konyol memang. tapi begitulah segala cara yang pernah dilakukan untuk melawan lupa. dan orangorang itu, serta macammacam ekspresi. mungkin sebuah gambaran kehidupan, lengkap dengan palsu dan tipu. itulah yang membuat saya rela menunggu, sekian jam berdiam seperti gelandangan. tidak, untuk kali ini saja. ijinkan saya ingin terlepas dari tuntutan. saya tidak ingin mengejar waktu, saya tidak ingin terburu2. pada waktu yang tak lama, saya ingin merdeka.

sengaja saya duduk pada tempat yang terbuka. saya rindu romansa. untuk mengamati mukamuka dan lorong gelap sepanjang rel kereta. lalu entah darimana asalnya, seorang wanita tua mendekati saya. meminta ijin untuk duduk di lantai sebelah saya. tentu saja tak apa, toh disinipun saya hanya pejalan yang kebetulan lewat untuk sementara. lalu dia mulai cerita, tentang apa saja. tentang pagi yang tak ramah, tentang suaminya, sang pahlawan keluarga yang lalu tinggal nama. dan tentang hilangnya tas yang berisi kehidupannya. tidak, dia sedang tidak mencoba meyakinkan saya untuk mengasihaninya. dan apa yang saya lakukan pun tidak atas dasar saya kasihan padanya. jika akhirnya saya mengatarkannya ke stasiun lain, untuk mendapatkan kereta laen menuju solo, itu adalah atas dasar empati. tak pernah terbayang sebelumnya saya akan berada di posisi itu. terkatung katung di kota asing tak sepeserpun uang. kata seorang teman, saya naif. bisa saja itu cuman karangan untuk sebuah cerita drama. yah, bisa saja. tapi, tak bisakah melakukan sesuatu tanpa sebuah prasangka?

dan dengan demikian saya pun telah mencatatkan kenangan. tidak pada rangkaian huruf yang ditorehkan pada logam tua gerbong kereta. tapi pada ingatan seorang nenek tua. atau pada stasiun bisu yang kelak jika saya melewatinya, mungkin akan teringat akan sesuatu. disini, saya pernah ada, lengkap dengan rangkaian cerita.

memang, sebuah perjalanan seperti pintu yang menghubungkan saya dengan kotak diluar daerah aman. seperti membenturkan idealisme dengan realita.

9 comments:

Anonymous said...

kenangan tetap tertulis dalam ingatan akan jalan yang terlewat, manusia yang ditemui, debu yang menempel, kelucuan yang tertoteh...

naek kereta...sumtime juga ga mengenakkan..tapi cerita sejuta realita ada di sana..

mana oleh2nya?

Han said...

awas nek kereta'e ngguling, kan dinas perhubungan lagi digoyang-kerawang sama sabotase-sabotase nakal oknum... :D

Anonymous said...

Wah, pas kopdaran kemaren anda ternyata juga sedang di bandung toh..kok ya ndak ketemu ?

dewi pras said...

oiya... kalo emang mau ke solo nginep di rumah eyang ku juga boleh :p
jadi... gimana kesannya di bandung????

Anonymous said...

beautiful as ever...

Anonymous said...

tulisannya bagus lagi, kapan aku menag dari kamu kalo gini?
*hukz*

betewe, gak kerja hari ini non?

Anonymous said...

wow...kereennn. dikau naek kereta dengan ibu tua laksana awan putih bertemu dengan awan hitam, dalam satu arah dan si awan hitam menangis karena tubuhnya menghitam karena polusi-polusi hidup.

Anonymous said...

sayang yah buw..kita tdk jd menyusur jalanan itu bersama2, sorry

IRAWAN said...

DEWI AKU BOLEH KENAL NAMA KAMU DAK KARENA AKU GI MAU CURHAT AMAKAMU AKU GI PUTUS AMA CEWEK AKU GIMANA