mungkin benar seperti yang kamu katakan, maaf terkadang hanya seperti es krim untuk anak kecil. (**)
manisnya terjilati perlahan, sambil menahan tangis yang belum terempaskan. karena tidak baik menikmati makanan sambil menangis bukan? seperti tak mensyukuri rejeki. itulah merananya air mata, yang selalu bergandeng erat dengan duka, padahal bisa jadi itu karena bahagia. tapi bagaimanapun juga, tangguhkan sebentar, ini mungkin tak akan lama. biarkan sejenak kau diterbangkan, oleh manis yang tak bertahan.
seperti es krim pula, harganya tak seberapa. murah, dan bisa ditemukan dimana - mana. pada pertengkaran sepasang pemuda yang lagi dimabuk cinta, pada tukang sampah yang lalai mengerjakan tugasnya, pada pejabat yang mengingkari janjinya, pada papan pengumuman yang tertempel di seantero bandara. maaf, katanya. maaf dimana-mana. ada disini, ada disana. untuk mendapatkannya, tak lebih dari seribu rupiah saja. tergantung dari kesalahan, seandainya bisa diuangkan, pastilah kita kaya.
seperti es krim. nikmatilah, sampai jilatan terakhir, sebelum air putih menggantikan. karena setelahnya, kamu harus kembali tersadarkan. manis itu tiba - tiba menghilang, dan kamu akan temukan dirimu yang kehausan. lalu kamu akan kembali merengek - rengek, entah menangisi manis yang terlewat, atau sedih yang semakin menguat. seperti itulah kembali pada kenyataan. perih memang, karena luka masih menganga.
dan maaf tak juga membuat semuanya usai.
catatan :
* masih tentang hal yang sama, pada tulisan sebelumnya
** quoted by devari
8 comments:
mau I will Survive-nya Cake?
yuk nyanyi bareng :)
Ada waktu ( sekian lama ) saya begitu susah memberikan maaf yang ikhlas...
* bersyukur sudah lewat
jadi, maaf itu ga perlu ya?
es krim enak itu mahal banget harganya, dan itu ketauan deh dari rasa dan juga kecepatan meleleh (yang terakhir tergantung suhu ya). tidak bikin haus dan malah memberi kepuasan tidak terhingga. aduh jadi ngiler deh :)
barangkali, maaf juga ada kelasnya, dan itu tergantung hati. kalau kelas es krim seribu perak, ya gitu deh
maap bagiku saat ini adalah untuk sesuatu yang tak bisa kujelaskan yang sempat menyeretku menjadi antisosial
kenapa harus minta maaf untuk sesuatu yang tak usai? bukankah tak semuanya harus ada usai?
bukankah ketika sudah tiada berkeinginan
maka tiada pula kekecewaan dan kepedihan
dan kata maaf/memaafkan pun tak perlu ada
#nyambung nga sih?#
hehe...
sebenernya yang paling penting itu bukan terletak pada permintaan maaf-nya sendiri, tapi justru pada apa yang akan dilakukan setelah permintaan maaf itu diucapkan?
banyak orang yang lupa bertanya, "jadi, gimana caranya aku bisa memperbaiki kesalahanku?" -- bahkan terkadang, banyak juga orang yang minta maaf tanpa tahu dengan jelas apa kesalahannya.
nah, kalau dia tidak tahu apa kesalahannya, ya bagaimana dia bisa memperbaikinya? :)
Post a Comment