tegalwangi II, gang kubusaba. setelah senja usai.
pada rumah setengah jadi. 2 gelas teh madu dengan jeruk nipis.
+ how's life?
- it's just like another roller coaster.
lalu ditemani dengan setoples keripik ubi, kami mulai berbagi. dia tampak masih sama. senyum yang selalu terkembang, dan mata yang nanar menampung semangat yang telah lelah dipermainkan waktu. tapi tak pernah padam, dia masih berjuang.
- what about you?
+ still the same.
sudah lama kami tak bersua. pada pagi harinya, ketika tiba2 bayangnya melintas di kepala saya, tak ragu akhirnya saya beranikan diri menghubunginya.
- where're you?
+ i'm at serangan beach.
- ha? what are u doing there?
+ i'm missing the beach, that's why i come to this place. wanna join? just come!
- oh, no..thanks, i'm at my office. may i come to your house this evening?
dan disinilah kami, ditemani keripik ubi. dia tampak masih sama. senyum yang selalu terkembang, dan mata yang nanar menampung semangat yang telah lelah dipermainkan waktu. tapi tak pernah padam, dia masih berjuang. tak sulit memulai pembicaraan dengannya, dia orang yang menyenangkan. apa saja bisa jadi bahan. dimulai dari teh dan madu, lalu pada kecelakaan lebaran silam, merembet pada filem-filem dan buku-buku, sedikit diselingi cerita lucu. lalu kami sama2 tergelak, betapa jaman sudah berubah ya?! kita hanya melewatkan 5 taon, HANYA. lalu dia mulai menertawakan bahasa inggris saya, yang katanya, terrible.
+ do you practice your english at your work?
- nope, just sometimes. i'm work in travel agency which is the main market is japanese.
+ your english was good before. then, can u speak japanese?
- no, i can't.
+ after i finish my study, and got 1 year to rest, i'd lost 50% of my english.
kami terhenti berbagi, seorang bocah, yang memanggil saya "kakak", sibuk merecoki, bergelayut manja. ah, waktu memang terbang ya. saya kira dia masih bocah berseragam merah putih yang selalu bersepeda mengikutimu pulang setiap kali sore menjelang. tapi liat dia kini, hampir setinggi aku. hanya 5 tahun lalu, mungkin kurang.
pandangan saya berputar. ternyata dia mengamati saya yang sibuk memperhatikan keadaannya. konstruksi rumah setengah jadi, seekor anjing pudel lucu, dan sepeda motor shougun 125cc baru yang bertengger manis. ada suatu rasa, entah itu syukur, atau bahagia, melihat dia dan hidupnya sekarang. oya, tentu saja, saya juga sempat melirik bingkai poto itu. dia, seseorang, dan bocah itu. ah, kamu tentu masih sangat mencintainya.
+ it's enough for me.
- hah?!
dia mengangetkan saya yang tengah berkelana dengan pikiran2 yang entah ujungnya kemana.
+ iyah, semua ini, sudah cukup buatku. punya rumah untuk berteduh, tak kelaparan, that's enough. lagipula, aku sudah memilikinya. dia segalanya buatku.
dia masih bercerita, sambil melirik bocah tampan itu.
+ apalagi yang musti dicari, toh tak akan dibawa jika mati. kata orang2 yang pernah mati suri, aku baca dari buku, disana itu kita tak lagi perlu apapun. disana sudah ada tempat yang paling indah, perasaan paling nyaman, dan cinta yang melimpah ruah. berjuang pada saat kita hidup itu perlu, asal inget ajah, kita matipun tak membawa secuilpun darinya.
saya mulai gelisah mendengarnya. dia menyadari kegelisahan saya, dan berhenti berbicara. sudah hampir tengah malam, dia pasti lelah. lalu saya berpamitan, beranjak dari rumah mungil setengah jadi yang penuh cinta. meninggalkannya dan bocah itu, berharap sesegera mungkin kami bisa bertemu lagi.
ya, dia, Titin Wahyuni. seorang wanita menjelang 40 tahun, single parent. suami nya meninggal akibat kanker, bersamaan dengan kelahiran si bocah, Robby, 13 tahun silam. dia tahu akan begitu, dia tahu. tapi dia tetap disana, melangkah maju. ketika kamu mencintai seseorang, tak ada syarat untuk itu, bahkan tidak juga syarat untuk memintanya terus berada bersamamu, itu yang dia katakan pada saya, muridnya, kala 5 tahun lalu.
No comments:
Post a Comment