hanyalah barisan coretan yang membentuk kata, lalu berakhir pada cerita, tentang seseorang yang belajar untuk dewasa dalam dunia kekanak-kanakannya.
Monday, December 12, 2011
merindukan perjalanan
:untuk hanny
aku selalu bergetar setiap kali membaca catatanmu. pada kota - kota, pada benda - benda, juga pada orang - orang yang bahkan namanyapun mungkin tak pernah kamu tahu. semuanya begitu runut, semuanya berurut. seperti rangkaian puzzle dan permainan rubik yang dimainkan seorang teman di malam ketika aku berada di teras kantor kehujanan.
manis. melarutkan. hingga akhirnya aku tanpa sadar telah terjerat di pusaran perasaan yang teraduk - aduk menyakitkan. antara perasaan iri, dan melankolia yang begitu menyesakkan dada.
perjalanan. ya, perjalanan tak pernah gagal untuk menyeretku beranjak dari tempat dimana aku sedang berada. pun hanya ketika membaca ceritamu.
bau aspal, secangkir kopi di tempat asing, dan sepatu butut yang telah lama bertengger di raknya. catatan akan kota- kota, flaneur, dan imajinasi yang tak pernah mati. yang lebih lagi, kerinduan untuk menyatu dengan diri sendiri ketika disitu tak ada siapapun, atau apapun yang dimiliki.
lalu perlahan aku akan menggoreskan pena, mengabadikan kenangan seperti yang kamu punya. cerita untuk setiap kota. segaris wajah yang mungkin segera kita lupa, hanya saja hangat senyumnya selalu tertinggal di dada. selalu saja begitu. tak pernah ada yang benar - benar berhenti, tapi ada saja yang tertinggal ya? mungkin seperti itu pula kenangan, bukan gambaran yang bisa kita kenang kemudian. tapi ingatan akan sebuah peristiwa, menghadirkan perasaan hangat dan mungkin juga kerinduan.
dan perjalanan selalu saja menggoda dan menarik - narik untuk kita berturut serta bukan?
Friday, November 04, 2011
selanjutnya apa?
satu gelas dengan ampas kopi, gelas lain berisi air putih yang hampir tandas, dan satu piring menyisakan tiramisu yang (lagilagi) kukira sudah hampir kering.
sesekali melihat layar ponsel. sama saja, riuh dimana -mana. manusia berkicauan, tanpa tahu siapa yang akan mendengarkan. dan akupun terkadang demikian. hanya untuk memuntahkan lompatan pikiran, ide, sarkasme dan kadang tak lebih hanya ingin menarik perhatian.
jadi ingat perkataan seorang teman beberapa waktu yang lalu, "kamu tau...kamu tak cocok melakukan apa yang kamu lakukan sekarang."
dan demi hari aku makin paham apa yang dia katakan. dunia terlalu riuh, dan seringkali kukira aku tak ada disitu. pesan seperti deretan iklan yang muncul sesekali lalu tenggelam. pikiran tak ubahnya sebuah celethukan tanpa pikir panjang. emosi menguap seiring dengan kata yang ditumpahkan di linamasa. lalu selanjutnya menghilang.
tak ada lagi sepi, tak ada lagi ruang untuk bermain dengan kata - kata. semua menjadi begitu tergesa. persis seperti apa yang terjadi dijalanan di luaran sana.
selanjutnya apa?
aku seruput kopi, tegukan terakhir. satu jam tanpa deadline, satu jam yang begitu sunyi. dan kembali, aku meragukan diriku lagi..
Friday, August 12, 2011
home, not just a house
bagaimana tidak, jika hampir 2 tahun lalu ketika kami menikah, tak pernah terbayangkan kami akan memiliki rumah, dalam waktu yang cepat. yaks, meskipun bagi beberapa orang 2 tahun bukan wkatu yang cepat, bahkan ada yg justru mempersiapkan rumah sebelum menikah, tidak berlaku bagi kami.
saya dan suami terbiasa hidup mandiri dari kami masih sama - sama lajang. besar kecil penghasilan tak pernah jadi masalah, toh pada akhirnya akan habis begitu akhir bulan. rencana menikah yang hanya sekian bulan, tetap membuat kami keras kepala tak menerima uluran dana dari orang tua. dengan tabungan kami berdua, toh akhirnya upacara pernikahan terselenggara juga, dengan pesta kecil tapi kami selalu bisa berbangga bahwa kami menikah memakai uang sendiri. :D
jangan bayangkan kehidupan keluarga kecil penuh rencana pada awal2 pernikahan kami. dengan tabungan yang habis untuk pernikahan, toh pada akhirnya saya tetap bisa melahirkan si anak lanang, dan membesarkannya dengan jerih payah sendiri.
dan sampailah kami disini...
minggu lalu pihak developer memberitahukan bahwa rumah kami sudah selesai dibangun. bukan rumah yang besar, tapi kukira akan cukup untuk kami bertiga, atau berempat jika kelak akan ada adik si anak lanang.*wink*
toh dari yang saya baca, rumah kecil justru akan membuat hubungan kami semakin dekat, bukan? :D
dan hari ini, geli rasanya ketika kami memilih -milih akan seperti apa desain dapur nanti, warna tembok kami, dan mau dibuat seperti apa kamar si kecil kelak. tak pernah terbayangkan bahwa semua ini begitu menyenangkan, terlepas dari harganya yang tentu akan menguras tabungan kami kemudian. hahaha. kami hanya ingin menjadikannya rumah, tempat dimana hati kami berada dan tujuan untuk pulang.
Friday, August 05, 2011
menulis perasaan
Menulislah segera, tidak nanti atau besok. Menulislah dengan jujur, apa yang kamu alami, apa yang kamu rasakan, apa yang kamu cium baunya.
Demikianlah yang dibilang @zenrs sore itu. Panjang lebar dia bercerita tentang pengalamannya menulis, menuliskan hal - hal sehari - hari dengan cara yang biasa.
Bagaimana membedakan sebuah proses menulis dan menyunting. Bagaimana ketika seorang penulis menuliskan emosinya tanpa sebuah jeda, tanpa sebuah keinginan untuk menoleh ke belakang, tanpa sebuah pretensi apakah tulisannya akan bagus atau tidak.
Sesederhana itu.
Hanya saja dalam prosesnya ternyata tak sesimpel menuliskan apa yang dirasakan. Permasalahannya adalah, bagaimana jika tidak merasa? Bahkan suatu hal yang kita kira membuat bahagia, berdebar-debar, sedih atau bahkan telah membuat kita menangispun, ketika sampai pada suatu akhir, ternyata tak menyisakan apapun. Bahkan tidak juga emosi menghentak yang sebelumnya dirasakan demikian hebatnya.
Saya masih bisa mengingat jelas, ada waktu dimana saya begitu intens menulis. Setiap hari satu tulisan, bahkan beberapa kali lebih. Menulis dari hal - hal yang begitu sederhana, tapi meninggalkan kesan yang mendalam dalam ingatan saya hari itu ketika saya berniat menuliskannya. Tentang pasir, laut, tentang rindu, bahkan..tentang bunga jatuh di pinggir jalan.
Saya paham yang dimaksud @zenrs ketika mengatakan "menulislah apa yang kamu rasakan."
Hanya saja saya tak paham ketika dia berkata, "dan jakarta adalah kota dengan banyak cerita. Banyak hal yang bisa dimaki, banyak hal yang bisa dikritik."
Saya tahu itu, tapi bagaimana jika saya bahkan tak bisa merasakan hal itu? Saya tak lagi bisa merasakan macet di mampang prapatan, pengemis di pinggir jalan, bahkan tak juga bisa merasakan emosi marah pada seorang ibu yang rela mengajak bayinya mengemis di perempatan yang terik. Saya tak lagi menemukan "rasa" itu, ketika saya mencoba menuliskannya.
Dan hari ini, kembali saya berusaha untuk mencari tahu, kemana perginya kepekaan yang dl saya miliki? Dimulai dari perjalanan dari rumah menuju kantor, bertemu dengan seorang teman, berbicara dengan beberapa teman lainnya, dan ketika saya menuliskan ini, saya sedang menunggu beeberapa teman lain untuk buka puasa, di tempat yang berbeda. Saya berusaha untuk membawa emosi saya dalam setiap hal yang saya lakukan, bahkan ketika saya berjabat tangan dengan seorang kolega.
Saya akhirnya sedikit paham, kenapa saya semakin susah merasakan sesuatu di Jakarta. Atau lebih tepatnya semakin tidak ingin merasakan. Karena merasakan itu melelahkan. Ada secuil emosi, pikiran, atau hati saya yang berkurang setiap kali saya mengalami hal yang tak menyenangkan. Meskipun tetap saja, ada tambahan cuilan di setiap kesenangan yang datang.
Tapi melihat anak - anak mengemis dan tidur di jembatan penyeberangan tanpa alas, membuat ibu - ibu tak bertanggungjawab yang membawa bayi entah siapa meminta-minta di lampu merah, melihat seorang pengendara yang mengebut dan menyebabkan musibah untuk yang lainnya, benar - benar membuat energi saya berkurang jauh, bahkan saya menjadi begitu sedih.
Sangat sedih.
Saya membayangkan bayi-bayi itu adalah anak saya, lalu membayangkan ibu-ibu itu adalah ibu saya, dan orang - orang tak dikenal itu adalah saudara saya.
Lalu saya merasa begitu dekat dengan apa yang mereka lakukan, apa yang mereka raakan. Dan itu perih rasanya.
Mungkin ini alasan kenapa saya memilih untuk menafikkan perasaan, yang pada akhirnya membuat saya tak lagi menulis.
Karena saya tak lagi emosi, karena saya tak lagi melihat sesuatu dan berempati, dan karena saya tak ubahnya sebuah robot, berjalan tanpa memori.
Mungkin karena itulah saya memang perlu menulis lagi. Ini seperti menuangkan sampah pada sebuah pembuangan, lalu selanjutnya akan dibawa pergi oleh mobil pengangkut sampah.
Hidup di jakarta memang melelahkan, terlalu banyak hal untuk dicacimaki, terlalu banyak hal untuk dibenci, dan menulis saya kira adalah sebuah terapi untuk menyeimbangkan apa yang saya "makan" dengan cara "membuangnya" pada tulisan.
Thanks, zen! Untuk sore di kelas yang menyenangkan.
Tuesday, July 12, 2011
jarum jam
dulu, ada kalanya aku ingin melawan kekuatan semesta. dengan kesombongan dan dada yang dibusungkan, aku ingin tahu, apa jadinya jika aku tak turut serta dalam rencana maha sempurna yang disusunnya untuk hidupku.
kala itu, diam kukira adalah aksi paling heroik yang bisa aku lakukan. aku tak bergerak, tak berinteraksi dan tak melakukan satu hal pun. aku ingin melihat bagiamana dunia akan berevolusi tanpa aku ada di dalamnya. sudah cukup, kataku. aku tak ingin semesta bersenang-senang dan mempermainkan hidupku.
dan lagilagi, kukira diam adalah jawaban dari dunia yang tak mengenal kata stagnan.
hingga beberapa saat kemudian aku mulai berfikir, bagaimana jika justru semesta sedang tertawa terbahak-bahak melihat aksi heroik konyolku itu?
bagaimana jika semesta justru berkata, emang kamu siapa? sok-sokan melawan kosmik, belawan rotasi, melawan waktu?
waktu.
jadi itulah masalahnya. kosmik, rotasi dan waktu. dan aku cuman partikel kecil yang tersentil lalu ditinggalkan ketika aku sok protes dengan diam. karena pada kenyataannya, semua tetap berjalan sesuai rencana. semua bergerak dengan ada atau tidaknya aku. lalu diam tak ubahnya kekonyolan belaka. aku hanya seperti gadis kecil yang merajuk hanya karena tak kebagian topi pesta dengan mengunci pintu kamar ketika semua orang berpesta di luaran.
konyol bukan?
tapi lagilagi aku terlalu gengsi untuk mengakui betapa konyol rencana heroik yang telah kususun rapi itu. aku tak ingin mengakui bahwa aku telak kalah, bahkan sebelum rencana kudetaku dieksekusi.jadi kuputuskan saja untuk mengacuhkan waktu.
hal pertama yang kulakukan adalah melepas jam tanganku. lalu, aku mengganti jam dinding di kamar kost dengan jam dinding tanpa angka, hanya jarum2 yang bergerak samar. aku menyapih mataku dari ketergantungan untuk melihat jam, dan membiasakannya tak melihat pergelangan tangan dimana biasanya ada jam disitu.
tak mungkin aku terbebas dari waktu, tapi setidaknya aku tak terpenjara, kupikir begitu.
dan aku bersyukur jam kesayanganku telah rusak sebelumnya, ketika kubawa snorkeling di daerah nusa dua, sehingga tak ada rasa berat untuk melepas jam tangan murahan yang kubeli di pinggir jalan.
delapan tahun sudah kira-kira aku tak pernah memakai jam tangan. dan tak ingin memiliki jam tangan. hingga sabtu malam lalu, lelakiku tanpa rencana terlebih dahulu mengajakku setengah terpaksa ke gerai jam di sebuah mall daerah jakarta selatan. dengan perasaan terpaksa dan girang, akhirnya aku memilih sebuah jam tangan merah marun bergaya tomboi untuk kupakai.
seperti sebuah perkenalan baru, hari ini betapa canggung pagiku. di tengah meeting yang hening, aku terhenyak kaget mendengar suara detik yang kukira adalah detak jantungku. sempat jeda, sebelum kusadari itu adalah bunyi detik dari jarum jam tangan yang bergerak pasti.
jeg. jeg. jeg. jeg. jeg. jeg.
lalu tanpa sadar, kukira begitu juga detak nadi di tanganku, lalu di dadaku. lalu suara itu berputar-putar di kepalaku. beruntung suara rekan kerjaku memecah hening, mengaburkan suara jarum jam dan membebaskanku dari intimidasi waktu.
lalu kembali kusadari sesuatu. sialan!
Tiba2 waktu menjadi begitu akrab, detik sudah menjadi soundtrack, sedekat jantung berdetak. Aku terjebak.
Thursday, June 09, 2011
kotakhitam
#kotakhitam-nya bang @rahung, tentang tempat dan kenangan, kamukah diantara catatan2 acak tak beraturan?
KALIBATA. Bahkan mayatpun direkayasa, bagaimana kalau mereka teriak tak ingin disana?
PRAPANCA. Berapa lama menghitung pohon sebelum beton menggantikannya? Ha!
DIHATIMU. Seandainya cinta semudah check in di foursquare. :))
SEMAWANG. Aku berlomba memperebutkan pagi dg matahari, mencoba mengingkari waktu yg berlari.
BANTAL. Ketika kantuk menyeret paksa kepala dengan mata terbuka menatap linimasa. :))
CILINCING. Laut sialan! Mereka mendesakku hingga jauh ke daratan, menenggelamkan kapal2 karatan.
JAKARTA. Seperti sepotong cheese cake di Batujimbar, hanya enak jika dinikmati pelan-pelan.
BESAKIH. Siapa bilang di hadapan tuhan manusia itu sama? Bahkan matipun berbekal kasta.
BANDUNG. Di sebuah taman kita berbagi makanan, perantara dari si kaya dan si papa. Betapa hebat masa muda!
ITALIA. Passion tak hanya ketika bercinta, bahkan ada dalam sepiring ravioli dan secangkir kopi.
ALASKA. Alexander mati ketika mencarinya, padahal Virginia sendiri adalah rimba. Where's yours?
BUNDERANHI. Satir sekali orang2 ini, mau mengencingi ibukota dg seni rasa rindu kampung yg kian mati, mas @bunderanhi ?
PALASARI. Pasek Xaverius, Koming Josephine, dan Made Lukas. Agama dan adat bertoleransi dalam sebuah gereja di Bali.
MENDUT. Pada dupa aku membakar dhamma, berharap angin membawa kebaikan kemana saja.
BOROBUDUR. Ada harapan dalam lubang kotak stupa. Diantara kita berusaha menggapainya.
LEUWIPANJANG. Tuhan benar2 garing bercandanya, masa ibu2 tua kecopetan pas ngurus pensiun suaminya?
CIMAHI. Pabrik susu tapi tak terbeli, uang habis untuk air bersih buat mandi.
KAMARMANDI. Bau ketek sudah menyengat sejak tadi, tapi apa daya pantat masih menempel di kursi :))
CENTERSTAGE. Ada chivas menggoda, ada yg berpelukan di sudut sofa. Ada aku disini, kamu disana. Berjaga unt tidak jatuh cinta.
MAMPANG. Harapan dan putus asa datang silih berganti, seperti kerak telor dan macet di pagi hari. KUDETA. Pantai diprivatisasi dg gelas2 margarita yang kita beli hari ini. Dan kamu bicara ttg buruknya reklamasi? Cih!
PURA DALEM. Kamu tau bagaimana manusia berkencan dg tuhannya? Datang saja pada sasih ke dasa, disana ada perempuan2 dg bija.
LEGIAN. Ketika kematian dirayakan. Kamu, aku, untuk apa disini? Mengingat yang pergi dg segelas martini?
ORCHARD. Brakkkk! Mimpi dibenturkan pada kaca mall bernama kenyataan. Angka2 tak terjangkau, gembel tp banyak mau.
TIMELINE. Dunia terperangkap dlm 140 karakter saja. Seluas jempol yang mengeras dengan tiba-tiba.
SITUBONDO. Sepatu belel dan alun2 keemasan. Betapa kemewahan digilai, meski imitasi.
ULUWATU. Beberapa hal hanya indah jika dilihat dengan jarak, dari kejauhan.
PASARMINGGU. Bohong! Macet tak mengenal hari libur, sayangku!
BENGKULU. Ada sumur tua untuk cuci muka, katanya para pejabat pada kesana. Katanya beragama, tapi tetap tahayul dipercaya.
SERANGAN. Matahari, bintang, padang pasir yang memanjang. Ada rindu di ujung, seperti banten yang siap dilarung.
LEMPUYANG. Kamu mengeluh jembatan Dukuh atas yg panjang? Sesekali cobalah mendaki ribuan tangga, dengan kain membebat sempurna.
DOUBLESIX. Ombak-ombak menyerbu, orang-orang lewat meliuk2 lucu. Tertawa, ada jamur tai sapi disana :))
BEDUGUL. Ada malam ketika gigil bukan karena kabut yg pekat, tapi patah hati yang demikian hebat.
KUROTIDUR. Menggebrak ibukota, uang tak bisa menggantikan terimakasih disana.
DREAMLAND. Mimpi yang benar2 mimpi, tak lagi ada keindahan disana kini.
PANARUKAN. Kamu tau rasanya sia-sia? Ketika kamu memaksa nostalgia dg masa lalu yang cuma ada di buku.
CORK&SCREW. Fetish pada kaki kodok. Lagipula, bahagia dan tawa itu lebih memabukkan, teman! TUTMAK. Secangkir kapucino unt teman yang galau, sebotol bir unt lelaki yg labil. Seteguk wine unt kenangan yg tiba2 mampir.
PADANGPADANG. Aku telentang, menantang langit dan matahri dengan telanjang.
BERAWA. Aku perempuan pasir, kamu lelaki laut. Kita dipertemukan ombak, dan perpisahan selalu menyesak.
RAMBUTSIWI. Selintas hanyalah nama, tp selalu ada airmata tercecer disana.
GILIMANUK. Shift malam? Apa pulak itu! Disini hanya ada penumpang kedinginan, pilihan cuma kopi atau pelukan.
KEDIRI. Beban berat sebuah perjalanan, memanggul restu ibu. Dan rindu untuk dipanggil "anakku"
Jkt, 8June2011
Saturday, May 28, 2011
jarak masa
sebenarnya, apa yang membuat kenangan itu berjarak? waktu? atau hati?
seorang perempuan berlari kecil membuka pintu kaca sebuah kedai kopi. pandangannya beredar, sambil sesekali melihat telepon genggam di tangannya. lalu, bibirnya mengerucut,matanya menyipit, mempertajam pencarian. tak lama kemudian, kerucut itu sudah menghilang, tergantikan senyuman serupa bulan sabit. langkahnya dipercepat, tak ingin menyia-nyiakan sedetikpun hanya untuk berjalan. seorang lelaki berdiri menyongsongnya, dengan tangan terkembang. si lelaki mencium pipi perempuan itu, lalu mereka berpelukan.
a huge hug.
pelukan yang hangat. sedetik, dua detik, sepuluh detik. mereka masih berpelukan.
kira-kira, berapa lama mereka tidak bertemu? sehari, seminggu, setahun, sepuluh tahun?
kini mereka sudah duduk berhadap-hadapan, si lelaki menyorongkan piring yang ada di hadapannya ke perempuan, yang perlahan mengiris potongan kecil, dan memasukkan ke mulutnya, masih sambil berkata- kata, dan tentunya dengan tawa diantaranya. mereka berbicara, lama. dengan mata yang terus tersenyum bahagia.
kira - kira, apa yang mereka bicarakan? kabar terbaru? masa lalu? kenangan? membicarakan ingatan?
kira - kira, dimana mereka sebelumnya bertemu? di kedai kopi ini? di suatu tempat lain di kota ini? atau di suatu tempat lain di kota lain?
pertanyaan-pertanyaan tak penting menjadi lebih tak penting. mungkin mereka memang menghadirkan masa lalu. menyeret cerita lama untuk dinikmati sambil bernostalgi. mungkin juga mereka sedang membicarakan masa depan, toh siapa yang mengerti. atau mereka tak membicarakan kenangan ataupun angan-angan, selain hanya menikmati kekinian?
pemandangan ini sungguh sempurna. mereka, dua orang dengan mata yang berbinar, dua gelas cappuchino, sepiring waffle -setidaknya kukira begitu-, dan percakapan yang hangat.
world is changing, so do people. but hey, the love of persons around you will stay the same. you're gonna find your friends, still. your old time. no matter how long you've gone.
Friday, May 27, 2011
motherhood
nobody ever told me that being mom is tiring, and exhausting.
sudah setahun lewat, si nang pun sudah tak bisa dikatakan bayi. tapi tetap, menjadi ibu adalah pembelajaran tanpa henti. tidak ada kata cukup pandai, cukup mahir, karena selalu ada hal baru setiap hari.
dulu saya pikir pada usia tertentu, mungkin saya tak akan kerepotan lagi. tapi tidak, seiring dengan bertambahnya usia si nang, semakin repot pula saya. si nang memang belum bisa berjalan kecuali 3 - 4 langkah, tapi keinginannya yang besar melebihi kemampuannya. tak henti2 kami orang tuanya berdegup kencang ketika dia memanjat2 tempat tidur, dan tangga.
tak jarang dia terjatuh, tak jarang pula dia menangis. tapi selalu kami katakan, tak apa..jatuh itu wajar, sakit dan menangis itu sudah biasa, tapi sudah mari kita lalui.
tak banyak ekspektasi yg kami bebankan ke si nang. saya dan ayahnya memang ingin dia tumbuh dan menikmati setiap momennya. mengabadikan jika bisa. ayahnyapun selalu berpesan, boleh nakal..tp jangan menyakiti orang lain ya, nang.
awalnya agak geli saya mendengarnya, tapi memang begitulah si ayah. realistis. hahaha, dan karena itu saya jatuh cinta padanya.
termasuk ketikakamerin kami memutuskan untuk mengajak si nang jalan2, dengan kondisi cuaca yang sungguh menghawatirkan. awalnya saya ragu, tapi lagi2 si ayah bilang, jika nanti sakit..mari kita hadapi bersama.
dan memang si nang pada akhirnya sakit, pilek dan demam tinggi. beberapa malam kami tidak tidur, beberapa malam dia terbangun dan menangis. melelahkan sangat. tapi melihat senyumnya pagi2 membangunkan kami, segala lelah itu sirna sudah.
kalau dipikir, seperti itulah kami menjalani setahun kehadiran si nang. jam tidur yang berkurang, kehidupan sosial yang kadang2, dan tentu saja tanggung jawab yang membuat kami menahan napas kadang-kadang. tapi semua terbayarkan, ketika tangan mungil menepuk2 pipi untuk membangunkan kami keesokan hari.
saya tak pernah mempunyai gambaran, bagaimana akan membesarkan si nang kelak. tidak juga ada pencapaian2 yang ingin saya bebankan ke dia. saya, dia dan ayahnya belajar dari mengalami. dan begitulah kami bisa berjalan hingga sejauh ini.
cepat sehat ya, jagoan! nanti kita jalan2 lagi...
Thursday, May 26, 2011
recall the memory
seorang teman tiba-tiba bertanya. terkaget-kaget, sekian menit kemudian saya menjawabnya, "barista."
lalu saya ingat beberapa waktu lalu, ketika itu saya masih muda, jauh lebih muda dari saat ini tentunya. masih sangat perkasa untuk menjelajahi setiap sudut denpasar dengan motor butut merah, berhenti dimanapun ingin berhenti. entah hanya untuk meminum secangkir kopi, membaca buku, atau hanya untuk duduk terbengong-bengong dengan pikiran kosong.
saat itu istilah ababil belum ngetrend seperti sekarang. jika saja dulu sudah ngetrend, saya adalah salah satunya. dari kelabilan itulah saya akhirnya melamar pekerjaan di sebuah kedai kopi di daerah renon. sore hari, sepulang saya dari kantor. hanya untuk memenuhi ambisi absurd, dan naif. saya ingin menghadirkan kopi dengan sesendok perasaan.
kenangan saya dengan kopi seperti sebuah rak dengan partikel-partikel di setiap lacinya, yang menyimpan ingatan dengan orang-orang yang berbeda. setiap orang datang dengan cerita yang tak sama, menjadi manusia-manusia yang istimewa. yang membuatnya berkesan, pertemuan saya dengan mereka tak pernah terlewat dari segelas kopi. entah kopi tubruk, cappuchino, espresso atau, segelas kopi krim sachetan.
saya membayangkan, akan sungguh menakjubkan bisa menghadirkan apa yang saya rasakan ke dalam sebuah kopi, seperti membagikan perasaan. membagikan kenangan, membagikan ingatan.
lantas, apakah akhirnya saya bisa melakukannya?
beberapa hal terkadang tak berjalan sesuai apa yang kita inginkan. dan begitupula saya dan proses untuk menjadi barista. jangankan untuk membagi perasaan, pemilik kedai kopi tempat saya bekerja sekian hari itu tak mengijinkan saya memegang mesin kopinya. terlalu mahal untuk hanya dirusakkan oleh pegawe trainning spt saya. mungkin karena dia tak melihat betapa besar cita-cita saya. :D
lalu, sekian hari dan saya mulai bosan. saya tak cukup gigih untuk memperjuangkan apa yang saya ingin lakukan. saya mengundurkan diri. tapi saya tetap membuat kopi, tetap bereksperimen dengan peralatan barista sederhana, panci atau coffee press. tapi saya tetap mencoba idealis, saya mencampurkan sesendok rasa.
apa rasa kopimu hari ini?
Wednesday, May 04, 2011
membelah diri
sembilan bulan berjalan wuzzz...begitu cepat! segala sesuatu seperti berlari. yang saya lakukan hanya bepergian, berpindah dari satu tempat ke yang lain, dan itu yang membuat waktu seperti kilatan , hanya sekejap mata. hari-hari hanya dipenuhi oleh berkemas, sekian bulan denpasar, lalu kediri, denpasar lagi, jakarta, dan menginjak usia kehamilan hampir 8 bulan, saya ke bengkulu. semua proses migrasi tak semudah mengepak baju ke dalam koper. hal yang tersulit dari kehidupan nomaden adalah mengemas perasaan saya menuju tempat baru.
jadi saya memaklumi dan memaafkan diri sendiri atas minimnya ingatan tentang kehamilan. dengan sedikit permakluman, tanpa mencatatpun saya tetap mengingatnya, mengalami momen2 penuh keajaiban.
saya kadang masih terheran-heran, bagaimana saya bisa melakukan begitu banyak hal ketika itu. kekuatan dari mana yang membuat saya bisa melakukannya?
karena setelah melahirkan, banyak sekali hal yg berubah dalam hidup saya. saya tak lagi sepemberani (baca : nekad) seperti dulu. untuk sebuah perjalanan, banyak sekali hal yg jadi pertimbangan, terutama anak lanang. saya tak lagi ingin egois, meski kadang2 masih :D.
awal-awal mengalaminya saya sempat merasakan frustasi. ketika terbiasa melakukan hal sendiri, tanpa orang lain, tiba2 ada dua orang lelaki yang menjadi bagian hidup saya.
hingga akhirnya saya menyadari, kehamilan dan melahirkan itu selain sebuah proses membelah diri, juga berbagi energi. membelah diri bukan gambaran yg pas, tetapi begitulah..saya tak lagi seperti dulu. melahirkan membuat saya seperti terlahir kembali, dengan sedikit energi.
Thursday, April 21, 2011
satu tahun
Friday, April 15, 2011
way of life
dan karena twitter adalah ruang diskusi terbuka dimana semua orang bisa melihat apa yang diperbincangkan, -kecuali jika accountnya diprotect-, saya pun mau tak mau menyimak diskusi yang mulai memanas itu. sebenarnya bukan mau tak mau, tapi beberapa hal memang menarik buat saya, termasuk ketika orang memperdebatkan keyakinan. lucu saja ketika sebuah atau beberapa keyakinan diperdebatkan, karena itu toh percuma. namanya juga sebuah keyakinan, mana ada orang yang meyakini sesuatu yang dia anggap salah?
dan kembali ke diskusi di ranah twitter tadi, saya akhirnya mengetahui jika ternyata arti kata din bukanlah semata-mata agama, melainkan jalan hidup. the way of life. saya sendiri tidak tahu apakah itu mutlak benar, tapi menurut saya itu yang paling masuk akal.
saya dilahirkan dari keluarga yang bisa dibilang tidak relijius-religius sangat. Kedua orang tua saya memang sembahyang, tapi mereka tidak pernah mengukur sesuatu atau seseorang dengan takaran agama, dengan dosa atau pahala. bapak adalah seorang pensiunan angkatan laut, dan pakdhe saya dulu sempat menjadi buronan ketika pecah pemberontakan 30 Sept 65. orang tua saya membekali kami anak-anaknya dengan belajar mengaji, tapi kakak perempuan saya hingga kini penganut kristiani. bisa dibayangkan betapa berwarnanya keluarga saya bukan?
dan saya besar di lingkungan dimana Islam bukanlah mayoritas. saya masih ingat sekian kilometer yang harus ditempuh ketika hendak shalat teraweh. atau ketika suara kakak ipar saya melantunkan ayat-ayat quran, silih berganti dengan suara kidung dari pura desa yang berjarak sekian meter dari kontrakan tempat kami tinggal. sayapun pada akhirnya mulai terbiasa berkebaya, metirta, dan mebija jika ada piodalan di rumah tempat saya tinggal. bahkan tak jarang saya membantu ibu kost membuat canang, meracik bunga. yah, kalau sekedar bikin canang ceper, saya sudah mahir :D
bertahun - tahun saya menjalani kehidupan sebagai minoritas, membuat saya sadar akan banyak hal. saya beruntung berada di lingkungan dimana mayoritasnya tidak bersikap arogan dan bisa hidup berdampingan. saya belajar banyak hal, terutama tentang they way of life-nya. bagaimana agama tak dipandang sebagai sesuatu yang ekslusif, melainkan seperti baju keseharian, menempel pada apapun yang dilakukan.
agama tak hanya dipandang sebagai satu garis vertikal antara manusia dengan pencipta, melainkan juga dengan alam semesta dan sesamanya. jika kita melukai tumbuhan, maka sesungguh kita sedang mencederai agama kita, atau lebih tepatnya..the way of life. agama juga tak digambarkan dengan cerita - cerita tentang surga, neraka, azab, dan hal-hal tak tersentuh, tapi disitu juga ada karma, sesuatu yang lebih mudah diterima logika. sederhananya, jika kamu melakukan hal yang buruk, melukai orang/sesuatu yg lain, maka kamu akan mendapat balasannya. begitu pula sebaliknya, agama diterjemahkan ke dalam segala yang kita lakukan.
sekian tahun saya menjalani kehidupan seperti itu, sehingga saya tak pernah memahami bagaimana bisa terjadi kekerasan atas nama agama? bagaimana suatu kebaikan tanpa mencederai yang lainnya bisa dikatakan sesat? bagaimana seseorang atau sekelompok manusia menodai ..the way of life-nya? bagaimana kita merasa berhak untuk mengadili keyakinan lainnya?w
Thursday, April 14, 2011
kamu kerja apa, nduk?
Tahun 2003, kala itu saya sudah tinggal di Denpasar dan sudah bekerja di sebuah biro perjalanan. Tidak seperti kantor yang libur pada musim liburan, bekerja di biro perjalanan yang mengurusi orang liburan justru kebalikannya, kami akan super sibuk jika liburan tiba. Naas jika hari raya, mau tak mau kami karyawannya harus rela diganggu dengan telepon yang berdering membicarakan pekerjaan. Dan pada tahun itu ketika saya mudik lebaran, belum ada signal telepon seluler di daerah saya. Bisa dibayangkan betapa tertinggalnya untuk daerah di Jawa bukan?
Itu baru gambaran kecil betapa lambannya kota kelahiran saya berkembang. Sudah hampir 14 tahun saya meninggalkan kota itu, berpindah dari Denpasar hingga Jakarta. dan saya merasakan kesenjangan teknologi yang sangat dengan kota kelahiran, terutama dengan keluarga dan orang tua yang memang tak pernah meninggalkan kota tersebut.
Sekian tahun dan saya berganti pekerjaan dari satu bidang ke bidang lainnya. Dari menjadi karyawan di sebuah biro perjalanan, menjadi seorang sekretaris di sebuah PMA, mengundurkan diri dan menjadi ibu rumah tangga, hingga akhirnya saya kembali bekerja di sebuah perusahaan yang berkonsentrasi pada social media.
Seperti umumnya orang tua, setiap kali saya berganti pekerjaan, ibu saya selalu bertanya, kerja apa kamu sekarang, nduk?
Dan hari itu ketika ibu telepon, saya kebingungan menjelaskan ke beliau tentang pekerjaan saya yang terakhir ini, yang baru saya jalani selama beberapa bulan. Ibu saya bukan orang yang paham komputer, apalagi internet. Jadi bagaimana saya bisa menjelaskan ke beliau tentang apa itu internet, social media, marketing dan sebagainya. Untuk mempermudah penjelasan, saya katakan saya kerja dari rumah memakai komputer, tidak harus pergi ke kantor setiap hari, bisa sambil mengasuh anak, saya hanya perlu koneksi internet ada di rumah, setor kerjaan melalui email, dsb dsb.
Untuk menutupi kebingungannya, ibu lalu bertanya, berapa orang yang kerja di kantor kamu? Saya bilang, kami kurang lebih 15 orang, kebanyakan wanita dan hampir sebagian besar menjalani peran ganda sebagai ibu dan juga pekerja. Lalu saya ceritakan ke ibu, bagaimana perempuan-perempuan hebat itu bekerja, dari mencari klien bisnis, mengolah data, jasa konsultasi, dan menjalankan semua pekerjaannya. Dari suara ibu di telepon, saya bisa menangkap rasa takjub sekaligus bingung, mungkin karena ibu mungkin tidak benar-benar paham apa yang saya katakan. Hingga di akhir pembicaraan hari itu, beliau bilang..wah, anak2 perempuan sekarang hebat-hebat ya, tidak terbayang kalau bisa bekerja seperti itu.
Sebenarnya ini adalah keheranan ibu yang kesekian akan kemajuan teknologi. Sebelumnya terjadi ketika saya memutuskan untuk mengasuh bayi lelaki saya tanpa bantuan orang tua maupun baby sitter. Berkali - kali ibu khawatir, kalau saya tidak bisa mengganti popok, tidak paham jadwal imunisasi, bagaimana menangani perut kembung pada bayi, kapan bayi boleh disuapi, dan hal-hal lainnya. Berkali-kali pula saya meyakinkan ibu, bahwa semua informasi tersebut sekarang mudah untuk didapat di internet. Dan memang begitulah, saya berhasil mengasuh anak lelaki saya hingga hari ini, dengan bantuan internet. Dari internet saya paham apa itu kolik, bagaimana menanggulanginya, belajar cara memerah ASI dan segala macam informasi tentang tumbuh kembang. Saya bergabung dengan beberapa milis dan forum yang berkaitan dengan keluarga dan buah hati. Jika informasi tak saya dapatkan dari forum, saya mulai googling dan...voila!! Tinggal menyortir mana informasi yang kiranya bisa dimanfaatkan.
Ibu dan saya adalah dua wanita yang lahir dari generasi yang berbeda. Dulu standard wanita sempurna pada jaman ibu adalah bisa mengurusi rumah tangga, suami dan anak-anaknya. Dan itu cukup. Saya bisa memahami jika ibu merasa takjub dan bangga dengan apa yang saya lakukan sekarang. Padahal, menurut saya sendiri, menjalani profesi ibu rumah tangga murni pun tidak mudah, bukan?
Kartini mungkin tidak pernah benar- benar menuntut kesamaan gender, karena bagaimanapun lelaki dan perempuan lahir dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Saya dan perempuan yang lahir "masa kini" merasa lebih diuntungkan dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat, memudahkan kami untuk berkarya tanpa mengabaikan kewajiban kami sebagai seorang wanita.
Tanpa bekerja kantoran apalagi memahami internet, menurut saya ibu tetaplah Kartini pada masanya. Dan saya bersama wanita-wanita lainnya adalah Kartini pada masa kami.
Wednesday, April 13, 2011
kurotidur
Sebenarnya nama Kkrotidur tinggal nilai sejarah saja, karena daerah itu sendiri telah dibagi menjadi 2 kecamatan yakni Padang Jaya dan Giri Mulya. Tapi entah karena sudah bertahun-tahun menggunakan nama kurotidur, hingga sekarang orang mengenal kedua kecamatan tersebut berada di daerah kurotidur.
berjarak kurang lebih 70kilometer dari Kota Bengkulu, sekitar 3 jam perjalanan dari Bandara Fatmawati. Perjalanan yang panjang, mengingat medannya bukan jalan lurus seperti di Jawa, melainkan harus melewati beberapa bukit dengan keadaan jalan yang memprihatinkan. Maklum, jalan yang seharusnya hanya bisa menampung kendaraan2 kecil, dipaksa untuk menampun truk2 pengangkut sawit.
beberapa bulan saya menghabiskan waktu disana. seperti sebuah istirahat yang panjang dari hiruk pikuknya jakarta dan bali. jangan bayangkan sebuah kota kecil di pulau jawa, daerah ini jauh lebih kecil dari apa yang bisa dibayangkan. saya seperti terseret sekian tahun ke masa lalu.
tapi justru disinilah sisi kemanusiaan manusia masih bisa ditemukan. di tempat ini saya menemukan kehangatan meskipun jarak rumah orang tua dan tetangga paling dekat adalah 20 meter. disini juga saya masih bisa menemukan apa yang disebut sebagai semangat gotong royong. masih bisa menemukan banyak senyum setiap kali saya dan penduduk desa berpapasan, atau paling tidak anggukan kepala.
disini saya masih tergagap dan kadang seperti diingatkan, bahwa kebaikan tak selalu harus dihargai dengan sejumlah angka. beberapa kali saya harus merasa kikuk, dan malu, menyadari betapa dangkal cara saya berterimakasih.
sebuah tempat untuk membangkitkan kesadaran, bahwa manusia bagaimanapun memerlukan manusia lainnya...
Tuesday, April 12, 2011
kesempatan
kesempatan hanya datang pada mereka yang menyambutnya.
begitulah tweet yang saya ketikkan pagi itu. saya berharap dengan memantrai diri sendiri, saya bisa membuat hari senin menjadi optimis. dan kalimat itu terus berputar - putar dalam kepala saya, mengesampingkan segala kegelisahan dan grogi.
ya, terus terang saya sedang grogi. siang itu saya ada janji dengan seorang teman untuk membantu pekerjaannya, dan mau tak mau saya juga harus berurusan dengan bossnya. setahun lebih menjadi pengangguran, tak pelak membuat rasa percaya diri saya jauh menurun. drop! saya merasa seperti manusia goa yang sesekali mengintip dunia luar lewat jendela. *eh, goa tak berjendela ya? :D
tapi memang seperti itu, banyak yang harus saya kejar. ketertinggalan karena dunia memang terus berputar, tanpa saya. atau sayapun sibuk dengan putaran dunia saya. dan sekarang, kali kesekian saya harus bertemu dengan orang lain untuk membantu pekerjaan mereka, sayapun masih bisa merasakan grogi yang sama.
sebenarnya keadaan ini tidak lebih buruk, bahkan bisa saya bilang jauh lebih baik dari sebelumnya, ketika saya hanya bisa melihat dari jendela orang berlalu lalang sibuk dengan urusan masing-masing.
saya masih bisa mengingat jelas, betapa saya sangat membenci kota ini. kemacetannya,polusinya, orang2nya. banyak hal yang saya tak suka, dan tulisan-tulisan sebelumnya sepertinya cukup menggambarkan itu semua. pikiran-pikiran yang membuat saya sibuk dan tak sempat melihat hal lainnya.
pertama kali saya tersadar bahwa saya harus menerima kota ini adalah ketika seorang teman melakukan perjalanannya, dan saya menganggap kedatangan saya disinipun adalah perjalanan saya.
dan tak lama setelah itu, setelah saya membuka diri, kesempatan menghampiri saya.berawal dari seorang teman, hingga ke teman lainnya. datang silih berganti hingga saya mulai berfikir untuk mempertimbangkan kemampuan dan jam terbang *halah*
mungkin memang kesempatan hanya datang pada mereka yang menyambutnya dengan suka cita. yang membebaskan pikiran dan melepaskan apa yang menyesak di genggaman, untuk menerima yang berikutnya.
Friday, April 08, 2011
sepanjang sudirman - mampang prapatan
hari yang melelahkan, sekaligus menyenangkan tentunya. dari acara demo masak di sebuah mall yang diadakan sebuah embassy di jakarta, hingga sore yang begitu istimewa. dari gelas camomile tea, hingga sepotong pears pizza malam ini. dari tawa renyah perempuan-perempuan hebat yang saya temui siang tadi, hingga kesunyian seperti sekarang ini.
dan yang begitu melekat dalam ingatan, dari ketika saya pada perjalanan pulang di mobil seorang teman, hingga saya harus berjubel diantara puluhan orang di transjakarta. betapa mudah hidup terbalik-balikkan, betapa sesuatu cepat berganti, penuh dengan ketidakpastian.
terkadang saya ingin membekukan waktu ketika hal baik sedang berada di pihak saya, tapi ah..beberapa hal kita tak punya kuasa akannya bukan? yang bisa dilakukan hanya berjalan, mensyukuri semua kebaikan
dan salah satu kebaikan hari ini adalah pembicaraan yang panjang dengan seorang teman, pembicaraan hangat. menyadarkan bahwa kita tak pernah sendirian dalam keadaan apapun. jika sesuatu buruk sedang terjadi, orang lainpun mengalaminya, bahkan mungkin lebih buruk. mengasihani diri sendiri tak memperbaiki keadaan.
deal with it.
itu yang selalu saya bilang ke seorang teman. kata - kata yang mudah diucapkan tapi sangat sulit dilakukan. berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan hati.
terima kasih untuk pembicaraan sore, kehangatan yang tulus, dan pelukan erat sesaat setelah kita berjabat.
Thursday, April 07, 2011
ode untuk sepi
kali ini aku menggigil,
kulafalkan namamu di rintik tak berjeda
sepi seperti sembilu, sayangku
menusuk tepat dimana ada namamu disitu
semua bergetar
seperti resonansi waktu
memantul-mantul tak tau kemana menuju
hatimu, atau pada musim yang hendak berlalu
seandainya bisa kubekukan romansa
mungkin di kota ini tak hanya ada aku
tak hujan yang terus menunggu
tidak rindu
, tapi kamu.
Wednesday, April 06, 2011
perangkap 140 karakter
Cepat, waktu seperti asap.. ga pernah terasa sudah berapa lama kita berkubang tiap hari nya, berapa banyak airmata dan tawa yang kita hasilkan.. atau berapa sering kita menyakiti atau membuat orang bahagia..
itu adalah penggalan dari postingan pertama saya di blog. satu desember dua ribu empat. selama itulah saya menulis, meski diantaranya ada jeda, ada hiatus yang lama, ada pemberhentian, dan seringkali juga ada putus asa. tak jarang saya merasa begitu lelah berfikir, lelah untuk menulis, mengabadikan kejadian. saya tak punya kata-kata, saya tak lagi bisa menangkap cerita yang bertebaran di sekeliling saya.
saya hanya menjadi penikmat sesaat, lalu melupakan semuanya begitu saja.
saya mungkin terlalu sibuk dengan pekerjaan, terlalu sibuk dengan patah hati, terlalu sibuk dengan lingkungan baru, dengan keluarga baru. terlalu sibuk dengan apapun itu. tapi pada akhirnya, saya menulis lagi. lagi. dan lagi.
lebih dari enam tahun. dan selama itu saya belajar banyak hal setiap harinya. dari satu tulisan ke tulisan lainnya. dari sekedar luapan kepala sampai dengan bagaimana menuliskannya. dari hanya sekedar mengeluh dan mencaci maki, hingga belajar mengemasnya hingga membuat lebih enak di hati. karena menulis adalah self theraphy, pesan disampaikan untuk dimengerti, sekarang dan jika dibaca lagi nanti.
dan enam tahun itu buat saya adalah proses yang panjang. karena setiap hari apapun bisa terjadi, saya berjalan dengan perkembangan tulisan itu sendiri. hanya saja, seperti yang saya bilang tadi, ada kalanya saya berhenti untuk sebuah jeda. dan terakhir saya melakukannya, tulisan berjalan sendirian tanpa saya.
trend berubah, blog tak lagi terjamah. manusia sibuk mengemas kata hanya dengan seratus empat puluh karakter saja. mungkin awalnya hanya sekedar memindahkan percakapan ke ruang yang lebih terbuka, tapi ternyata itu tak lagi sederhana. informasi, suasana hati, privasi jadi kabur disana. semua bertebaran dengan mudahnya dan dengan sangat singkatnya. dan ternyata itupun berpengaruh pada cara berfikir manusia, saya terutama.
deretan linimasa, terkadang membuat saya berfikir secepat saya bisa menggerakkan scroll bar. saya (sepertinya) memahami, bahkan sebelum saya mengerti. semua serba cepat, dan tak jarang hal-hal yang krusial terlewat. informasi datang silih berganti, dengan cepat menjadi gegap, dan tak lama kemudian hilang tak sempat hinggap. begitu mudahnya mempermainkan emosi, dan membuat sesuatu menjadi basi.
terus terang, saya menjadi gagap. secepat itukah sekarang manusia berinteraksi, menjalin komunikasi, menangkap informasi? tiba-tiba saya merindukan blog, saya rindu bernarasi...
Tuesday, April 05, 2011
pilihan bahagia
dilihatnya seorang anak laki-laki dengan wajah ceria menawarkan gorengan padanya. bukan wajah yang asing, sekian bulan lalu dia juga pernah melihat wajah yang sama, masih dengan senyum yang sama, dan di tempat yang sama. ehm, sebenarnya bukan tempat yang benar-benar sama, tapi bisa dibilang masih disitu-situ juga. jika dulu anak laki-laki itu menawarinya gorengan tepat di pintu sebuah mall di kawasan pejaten, kali ini di halte busway di dekat mall tersebut.
seperti sebelumnya, hari inipun dia menolak. selain karena dia bergegas ingin bertemu temannya, dia juga sedang batuk dan hampir kehilangan suara. meskipun begitu, tak membuat anak lelaki itukehilangan senyumannya. dia tetap menawarkan sekotak gorengan pada orang-orang lain, masih dengan senyum di wajahnya.
dan di sebuah kedai kopi itu dia menemukan seorang wanita sedang duduk sendirian. sungguh, dia sangat merindunya. sangat banyak cerita yang ingin dikisahkan, sangat banyak keingintahuan yang hendak ditanyakan. lebih dari dua bulan sejak terakhir bertemu, dua bulan yang penuh dengan kejadian.
segelas coffee latte, dan segelas cappuchino. tentang bali, tentang pekerjaan baru, tentang rasa bersalah, tentang rencana untuk menikah, tentang sebuah perjalanan.
yadnya, karma, norma. betapa manusia tak bisa lepas dari nasib, mengalami serangkaian pelajaran untuk menuju fase selanjutnya. memang ada pilihan untuk lari, tapi tak ada pelajaran yang lebih indah dari mengalami sendiri.
tak pernah mudah untuk menyatukan dua kepala dan hati, apalagi dua keluarga dengan latar belakang dan pengalaman yang berbeda. lagilagi, semuanya adalah fase, semua adalah pembelajaran. dan tak jarang ada kesedihan. tapi ingatannya kembali pada anak lelaki yang dia temui di tangga tadi.
bahagia adalah sebuah pilihan, bukan?
Monday, April 04, 2011
crazy little thing called love
ada desir lembut, perih yang manis dan pusaran mesin waktu yang terobrak-abrik selama 118 menit di depan layar televisi 21 inchis yang menyala. kenangan seperti terpapar di depan mata, setiap adegan adalah slide masa lalu, yang dulu terasa begitu menyakitkan. dihadirkan pada malam ketika dia sendirian, sedangkan kedua lelaki sudah pulas tertidur dalam pelukan.
rona merah di pipi, seperti rona pada pipinya. malu-malu ketika melihat lelaki yang disukai, seperti dulu dia mengalaminya. surat cinta, sebuah janji di koridor kelas setelah jam pelajaran usai. hal-hal seperti itu menggelitik perasaannya.
tangkai-tangkai mawar, surat cinta, binar pada sepasang mata, senyum mengembang ketika melihat lelaki yang disukai melintas di depannya. malu-malu. lalu ada perasaan hangat mengalir begitu saja. betapa manisnya adegan ini.
kenangan disajikan tepat di depan mata. sekian tahun dari sekarang. sebelum banyak luka, patah hati, kesedihan dan air mata. sebelum ada penghianatan, sebelum ada banyak kekecewaan. ketika bergandengan tanganpun menjadi begitu istimewa. tak perlu pelukan dan rayuan untuk membuatnya merona.
rindu.
ada rindu untuk hati yang belum pernah mengalami sembilu. ada rindu pada kenaifan, ada rindu pada hal-hal kecil yang mampu membuatnya tertawa manja. pada pikiran yang tak menuntut banyak jawaban, pada saat sebelum cinta menjadi sesuatu yang harus dipertanyakan.
ada rindu untuk perasaan yang lebih sederhana..
tiba-tiba, sebuah pelukan menyadarkan. seperti sebuah kupu-kupu, kedewasaan pun adalah metamorfosa. waktu tak bisa ditarik mundur, hanya bisa dihadirkan lewat ingatan yang tak lagi utuh. masa lalu menjadi indah, karena memang itulah yang ingin disimpan, membuang yang lainnya.
dikecupnya lelaki yang tidur pulas kelelahan. diucapkannya lembut kata-kata yang sering diabaikan karena kesibukan,
...cinta.
Friday, April 01, 2011
mimpi
agak susah memisahkan antara mimpi dan khayalan, kecuali dari waktu ketika kita mengalaminya. mimpi ketika kita terjaga, menurut saya itu adalah khayalan. dan itu membahayakan. seringkali saya menginginkan sesuatu atau menjadi sesuatu, tapi hanya sebatas itu. Usaha paling jauh yang pernah saya lakukan adalah menuliskannya di dream-book, tidak lebih. oya, juga beberapa blog yang awal muasalnya ingin untuk menulis novel, cerpen, pusi dan lain-lainnya, tapi terhenti begitu saja :D
seiring dengan waktu, saya semakin tidak pernah peduli dengan mimpi. tak ubahnya bunga tidur, semua hilang begitu saya terbangun. bahkan sekarang, saya tak lagi ingat mimpi apa semalam. yang menyebalkan, hampir setiap malam saya bermimpi, dan karena tidak ingin mengingatnya, secara otomatis saya memang tak mengingatnya. yang tersisa adalah perasaan senang, sedih, mood yang berantakan ketika terbangun. ternyata itupun tidak lebih baik.
sekarang, mimpi buat saya adalah keinginan sekian waktu ke depan. tak lagi muluk2 mau jadi apa lima atau sepuluh tahun lagi. ingin keliling eropa dan menetap disana. mimpi buat saya adalah apa yang saya akan lakukan minggu depan, bagaimana saya bisa memasak, mencuci baju dan menyelesaikan pekerjaan. korden warna apa yang kelak akan saya gunakan untuk rumah baru yang selesai akhir tahun, dan apa yang saya persiapkan untuk pendidikan anak lanang.hal-hal semacam itulah.
tak lagi ada obsesi dan ambisi. membiarkan semua berjalan apa adanya. saya lebih menikmati saat ini, tak tergesa untuk sampai ke "sana". Suami seringkali bilang, semua akan ada waktunya. dan dengan apa yang terjadi, saya setuju dengan pendapatnya itu.
prioritas hidup telah berubah, saya menjadi lebih realistis. beberapa hal sederhana menjadi begitu penting. dan lainnya tak lebih dari bunga untuk membuat hidup lebih berwarna :)
Thursday, March 31, 2011
(per)jalanan
melihat seseorang yang tidak kita kenal melakukan sesuatu itu menyenangkan, apapun yang dia lakukan. mungkin karena perasaan yang melatarbelakangi saya hanya sekedar ingin melihat, maka keinginan untuk tahu lebih banyak kenapa dia melakukannya, hampir tak ada. kalaupun ada, itu semacam ke-soktahu-an saya, yang terus menerus dipupuk lewat dialog - dialog di kepala sehingga menciptakan drama :D
lalu sekarang, kecintaan saya pada perjalanan sedang diuji. perjalanan tak hanya soal hal-hal menyenangkan seperti layaknya tamasya, bukan? perjalanan sepaket dengan debu, asap kendaraan, bau sampah dan selokan, dan kalau di jakarta, sepaket dengan macet.
dan mengeluhkan macet itu seperti membuang energi percuma, karena memang sudah begini adanya. kota ini seperti menderita menyakit jantung stadium empat, kemacetan sudah tak tertolong lagi.
yang menyakitkan dari semuanya adalah kenyataan bahwa saya tak benar-benar menyukai perjalananan, tidak sesuka yang saya kira. perjalanan tak bisa dipisahkan dari jalanan, yang sesungguhnya adalah esensi dr perjalanan itu sendiri. ironisnya, saya tak suka asap kendaraan, saya tak suka bau-bauan yang selalu bikin saya menahan nafas, dan saya tak suka macet. macet membuat saya ingin muntah. dan itu menyebalkan sekali.
mungkin saya harus lebih sering melakukan perjalanan di kota ini, mengakrabi hal - hal yang tak hanya menyenangkan, menerima jalanan itu sendiri. seperti pagi ini..
Wednesday, March 30, 2011
lelakiku
malam itu, di sebuah cafe kecil di daerah tebet, jakarta selatan, seorang teman mengenalkan saya pada temannya, yang tinggal di sekitar situ juga.
seharusnya kalian sudah saling mengenal, dia blogger juga kok, begitu kata teman saya.
tapi saya memang tidak mengenalnya, hanya sesekali pernah mendengar nama disebut oleh teman saya, blogger lainnya. memang begitulah dunia blog, lingkaran - lingkaran beberapa saling berpotongan. hanya saja lingkaran saya dan lelaki itu memang tak pernah saling mau tahu, hingga malam itu.
perkenalan yang biasa, tak ada yang istimewa. tipikal lelaki yang berpenampilan sangat kebapakan, dengan celana kain dan kemeja lengan panjang terlipat rapi.so-not-my-type, begitu kesan pertama saya. :D
hanya saja malam itu waktu berpihak dengan kami, malam masih sangat lama, dan percakapan menjadi begitu panjang. ada gelas - gelas kopi dan tawa, juga sedikit gengsi tentunya, atau lebih tepatnya "jaim", karena baru kali itu kami bertemu.
ketidaktahuan, seringkali membuat semuanya menjadi lebih ringan, tidak ada prasangka. saya mengenalnya begitu saja. lewat kopi, lewat tatap mata, lewat asap yang tek berhenti ditiupkannya, lewat caranya berbicara. dan sayapun menyukainya.
saya menyukainya hari-hari setelahnya. setelah dia mengantarkan saya ke airport untuk kembali ke bali, atau hari-hari dengan percakapan panjang lewat telephone tengah malam, atau kapanpun kami sempat berbicara. ritme yang berbeda terkadang menjadi kendala, tapi toh akhirnya kami bersama.
dan saya akhirnya jatuh cinta, semakin mencintainya setelah apa yang kami alami. setelah kami menikah dan belajar untuk menjadi dewasa setiap harinya. dengan permasalahan dan tentu saja pertengkaran kadang kala. semakin mencintainya setelah anak lanang ada. dan cinta saya padanya, bertambah seiring dengan gelas-gelas teh yang kami minum berdua setiap paginya.
ps. celana kain dan kemeja lengan panjang yang dia kenakan malam itu, tak pernah lagi dipakainya. sepertinya itu pertama dan terakhir kali saya melihatnya. selain karena berat badannya yangterus bertambah dan membuat celananya tak muat, tentu saja karena saya tak pernah mengijinkan dia untuk memakainya. :))
ps lagi. dan dia masih juga tak romantis, seperti yang pernah saya tuliskan sebelumnya :P
Tuesday, March 29, 2011
anak lanang
sembilan bulan, sekian perjalanan sejak dalam kandungan. bukan perkara yang mudah untuk kita jalani, yah nang? penerbangan denpasar - jakarta, denpasar - bandung, denpasar - kediri dan akhirnya denpasar - jakarta. belum lagi ketika harus berkendara dari denpasar - ubud - singaraja, atau bandung - jakarta, atau surabaya - kediri. belum lagi bangun pagi - pagi dan tidur larut malam. juga ketika harus menghentikan kebiasaan ibu untuk minum kopi di awal bulan kamu ada.
terimakasih untuk tidak membuat semuanya menjadi lebih sulit. untuk tidak adanya mual pagi hari, muntah-muntah atau berbagai hal menyiksa lainnya. terima kasih untuk kesabarannya, bahkan ketika akhirnya kami memutuskan untuk melahirkanmu di bengkulu, kota yang benar-benar baru.
dan tentu saja, terima kasih untuk kehadiranmu yang benar-benar ada. yang bisa kami peluk, cium dan tentu saja sudah mulai bisa meminta. terimakasih untuk genggaman tanganmu yang menguatkan, menyadarkan bahwa sekarang tak lagi hanya ibu dan ayah, tapi ada kamu diantaranya.
sehatlah selalu, nang. seperti biasanya. tetaplah tertawa, tersenyum, dan bahagia. kuatkan kaki, mari belajar untuk berjalan. meski kali ini, kamu akan memulainya dengan kakimu sendiri. tak apa terjatuh, karena dengan begitu kamu akan belajar untuk berdiri. nikmati setiap langkah, yang mungkin nanti tak mudah. tapi seperti waktu, bagaimanapun kita akan berjalan ke depan, bukan?
tak usah tergesa untuk dewasa, nikmati saja setiap perjalanannya..
Monday, March 28, 2011
mengasah pisau
otak itu seperti pisau, semakin lama tak digunakan, akan semakin cepat karatan.
saya masih ingat sekali kalimat itu, terus menerus terngiang-ngiang di kepala. kalimat yang dari kecil sudah seperti senjata untuk ibu menyuruh saya belajar. baca apa aja, klo sempet yang dipelajari krn bagaimanapun otak itu perlu latihan, blablabla. begitu kalimat yang selalu ibu saya bilang. kalimat yang seringkali berakhir dengan kata2 tadi, klo ga dipake nanti akan karatan.
dan sepertinya sekarang saya benar2 merasakan apa artinya kata-kata itu. hampir 1,5 tahun, atau tepatnya 16 bulan sejak saya mengajukan surat pengunduran diri terakhir kalinya, dan sejak saat itu, bisa dibilang saya memang sangat jarang memakai otak saya :D jangankan untuk mempelajari banyak hal, untuk membaca buku yang sudah numpuk di rak pun tak pernah. berdalih tak punya waktu lah, sibuk ngurus anak lah, ga ada asisten lah, dan lah-lah lain yang sebenarnya bersumber dari kemalasan saya.
masih ada beberapa buku yang belum dibaca, majalah yang hanya disentuh beberapa lembar, dan blog yang tentu saja terabaikan. berapa kali saya mencoba konsisten untuk menulis, tapi berakhir dengan 1 postingan saja untuk sekian bulan.
ketika asyik menikmati kemalasan, tiba-tiba saya mendapat tawaran. atau lebih tepat jika disebut tantangan, untuk kembali mengasah kemampuan (tsahhh!) untuk menulis. iya, menulis. sesuatu yang selama ini menjadi hobby dan pelarian di waktu yang kadang-kadang, mau tak mau menjadi sebuah profesi baru. jangan bayangkan menulis novel, atau cerpen. bukan seperti itu.
saya tak harus menulis panjang lebar seperti postingan, tak juga harus menyentuh seperti sebuah karya sastra. yang perlu dilakukan hanya mengemas kata menjadi menarik, menjadi sebuah bahan perbincangan. seperti basa basi di sebuah pesta, yang pada akhirnya melahirkan percakapan. masalahnya adalah, saya bukan seseorang yang suka bergaul apalagi basa-basi.
pertama kali ditawari, saya kira akan mudah. saya iyakan saja, toh belum tentu ada tawaran selanjutnya, pikir saya saat itu. apalagi, apa sih susahnya membuat alter ego? tapi ternyata tidak segampang yang saya bayangkan, sodara-sodara! dunia tetap berputar meski saya berhenti menulis. dan ketika saya mencoba kembali menulis, dunia tulis menulis sudah jauh meninggalkan saya. *lebay*
dan akhirnya disinilah saya, bukan hanya kembali mempergunakan pisau yang telah lama tidak digunakan, sayapun harus berusaha lebih keras untuk mengasahnya. fewh!
hal berat lainnya adalah menyesuaikan ritme saya dengan kata-kata yang sudah berlarian. keluar dari zona nyaman yang terbiasa dengan "remember password" ke dunia manual, salah satunya saya harus mencoba-coba berbagai macam password untuk masuk ke "dashboard" blog ini. dan berakhir dengan ..I reset my password :))
banyak sepertinya yang harus saya kejar, saya pelajari, saya asah. semoga kali ini, dunia mau berbaik hati memperlambat lajunya agar saya bisa mengikuti. meskipun tetap, saya ingin dimaklumi,
something wrong with my mind, or better i'd say brain. or memory. or age. or whatever.
Sunday, February 06, 2011
sekian cerita dan masih akan ada lagi.
apalah hidup jika tidak mengalami.
sebuah pesan masuk ke telepon genggam saya pagi ini, bahkan bisa dibilang terlalu pagi untuk kabar yang tidak menyenangkan. seorang teman baik mengabarkan bahwa perempuannya -yang juga teman baik saya-, baru saja mendarat di pulau seberang, dan mulai hari ini akan menetap disana, entah sampai kapan.
dan tiba - tiba ada perasaan aneh menyelinap dalam hati, antara sedih kehilangan dan kecemburuan. bagaimana tidak cemburu, jika tempat yang dituju adalah "rumah" yang harus saya tinggalkan.
kenapa dia pergi, tanya saya pada si lelaki.
karena pada saat aku seumur dia, aku pergi dari jogja ke jakarta. jadi sekarang waktunya dia meninggalkan jakarta, katanya.
jawaban yang membuat saya terhenyak dan seketika menghapuskan kecemburuan saya. tak ada alasan lain, selain harus pergi. menemukan sesuatu yang tidak dicari. atau mencari sesuatu yang tidak dimengerti. pergi untuk entah.
belakangan ini, seringkali perasaan rindu akan sebuah perjalanan menghinggapi pikiran saya. saya merindukan pikiran impulsif untuk pergi ke suatu tempat, kenekadan untuk bisa sampai kesana, bau asap kendaraan, lalu lalang. perjalanan yang lebih banyak saya lakukan untuk melarikan diri.
saya tak sadar, bahwa sekarangpun saya sedang melakukan sebuah perjalanan, seperti yang dilakukan teman saya tersebut. menuju sebuah fase baru dalam hidup saya, seperti 14 tahun lalu ketika memutuskan meninggalkan kota kelahiran. perjalanan yang sesungguhnya bukanlah berapa kota yang telah disinggahi, melainkan sampai sejauh mana hati bisa dibawa pergi. tidak melulu untuk menghindari, melainkan menyongsong apa yang akan ditemui.
kota baru, status baru, pekerjaan baru. sudah agak basi untuk mengatakan baru, ketika saya sudah menjalaninya lebih dari setahun. tapi memang begitulah buat saya, semua masih terasa baru. saya masih gamang, bahkan seringkali saya tergagap. sepertinya saya terlalu lama berkutat di zona nyaman. apa yang saya songsong, dan apa yang saya tinggalkan tarik menarik menimbulkan kebimbangan. saya lupa, hidup itu maju, dan masa lalu tertinggal jauh di belakang.
seperti teman saya, -saya atau orang - orang lain-, memang tak bisa selamanya diam, stagnan. semua bergerak, berjalan. jika ditanya apa lagi yang saya cari, saya pun tak yakin bisa menjawabnya. apa yang dari dulu saya impikan, telah saya dapatkan. tapi tak ada yang abadi selain perubahan, bukan? dan perjalanan membuatnya demikian.
dua puluh delapan tahun. sekian cerita dan masih tidak berhenti. hingga nanti.
P.S. "genggam tanganku erat, dan kuatkan. pada diamku kamu tau, aku mencintaimu.."